Padangpanjang, Sumatera Barat

Mon Padang Panjang

Mon Padang Panjang

Namanya adalah Mondro, tapi orang lebih mengenalnya dengan panggilan Emon atau Mon. Setiap orang yang pertama kali melihatnya, orang akan bertanya, sedang ada acara apakah di sini? Begitu juga dengan saya saat pertama kali melihatnya.

Pada pertengahan tahun 2007, dimana saya memulai kehidupan baru di kota Padang Panjang sebagai mahasiswa STSI Padang Panjang. Sekitar pukul 22.30 wib, dua orang teman saya mengajak saya untuk pergi beli nasi ke pasar kuliner Padangpanjang. Sambil menunggu uang kembalian, seorang pria datang menawari rokok kepada saya. Penampilannya seperti SPG/SPB sales rokok yang bekerja pada sebuah perusahaan rokok yang bermerek. Melihatnya saya tidak heran, di kota kelahiran saya, Padang, jika sedang ada acara juga banyak sales rokok seperti ini. Jadi saya juga beranggapan kalau di sini juga sedang ada acara. Cara dia menawari rokoknya seperti seorang SPB rokok yang benar-benar sudah terlatih. Namun, pada saat itu saya tidak jadi membeli rokoknya. Dia pergi meninggalkan saya dan berjalan mencari pembeli lainnya.

Seminggu kemudian, malam harinya giliran saya mengajak teman saya ke pasar. Setiba di pasar saya kembali melihatnya. Saya heran, kenapa dia ada lagi? Sangat tidak mungkin jika acara ini belum usai. Jika mungkin juga acara itu masih ada, kenapa sales rokoknya hanya dia saja. Kenapa tidak ada yang lain? Kenapa tidak ada sales perempuannya? Lalu saya menanyakan pada Uniang (sebutan kepada ibu-ibu atau perempuan yang biasanya berasal dari Pariaman), pemilik warung tempat saya beli nasi, “Niang, urang nan manjojoan rokok tu sales rokok ?” (Kak, orang yang menjajakan rokok itu, bekerja sebagai sales rokok ?). “Indak, inyo karajo untuak dirinyo surang,” (Tidak, dia bekerja untuk dirinya sendiri), jawab Uniang.
Mon Padang Panjang
Setelah hampir dua setengah tahun saya di sini, akhirnya saya beranikan diri untuk mencari tahu siapa dia. Pada 23 November , saya pergi membeli nasi ke Warung Tanpa Nama milik Uda Yan, tempat dia biasa duduk. Pertama saya harus membeli rokoknya dulu sebagai pengantar maksud dan tujuan saya untuk mewawancarainya. Mulanya dia tidak mau diwawancarai, akhirnya dia mau setelah saya katakan bahwa saya tertarik untuk membuat film tentang kehidupannya sebagai motivasi untuk orang banyak. Berikut jawabannya dari beberapa pertanyaan yang saya rekam dengan sebuah kamera digital:

+  Sebelumnya sudah pernah kerja di mana?

–   Karena kemampuan saya di bidang perhotelan, pariwisata, saya pernah kerja di hotel bintang tiga, Batam, di SIJORI (Singapura, Johor, Riau) Resort, terakhir saya juga pernah bekerja di Hotel Bumi Minang, Padang. Di perhotelan saya pernah menjabat sebagai kapten.

+  Kenapa sekarang bisa jadi penjual rokok?

–   Karena masalahnya dulu sekitar tahun 1997 saya ingin bekerja di Kapal Pesiar, USA. Tapi saya gagal. Saya terpengaruh dengan kehidupan malam di Jakarta seperti diskotik, dan obat–obat terlarang (insonsotik, inex, shabu). Akhirnya saya stres dan otak jadi blank. Saya sempat masuk rehabilitasi di Rumah Sakit Jiwa, Gadut, Padang, selama satu bulan. Setelah keluar, penyakit saya kadang sering kambuh. Jadinya sampai sekarang saya ketergantugan obat dari rumah sakit, tiga kali sehari harus minum obat. Sekali sebulan harus check up ke dokter. Kata dokter saya sudah sembuh, tapi saya harus tetap minum obat. Karena dalam waktu dua minggu saja saya tidak minum obat saya akan kembali tidak normal lagi.  Tapi setiap saya tanya lagi, “Kapan saya sembuh jadi normal lagi? Jawabannya, kalau saya sudah berhenti minum obat”;  “Kapan saya berhenti minum obat? Jawabannya, kalau saya sudah sembuh.” Jadi pertanyaan hanya seputar itu saja. Dokter saja tidak tahu kapan saya sembuh, apalagi saya. Tapi saya tidak mau larut dengan ini, akhirnya saya memilih untuk berusaha mandiri seperti ini sebagai penjual rokok.

Mon menawarkan rorkok kepada calon pembelinya
Mon menawarkan rorkok kepada calon pembelinya

+   Sejak kapan mulai bekerja seperti ini?

–    Mungkin sekitar tahun 2005 tapi saya sudah tidak begitu ingat lagi. Kalau pada malam harinya saya baru sekitar dua setengah tahun belakangan ini. Sebelumnya saya hanya berjualan pada pagi sampai sore hari saja. Karena saya melihat suasana malam di sini terasa asyik, jadi saya coba untuk berjualan pada malam harinya. Ternyata konsumen lebih banyak dan bisa menerima saya. Dan sejak saya jualan rokok pada malam harinya, biasanya penyakit saya kambuh dalam setahun sekali sekarang sudah tidak ada lagi.

+   Apakah sebelumnya ada orang yang menyarankan untuk melakoni pekerjaan ini?

–    Tidak ada, tapi karena saya suka naik angkutan umum, di sana saya melihat pedagang rokok eceran menjajakan rokoknya dengan membawa satu kotak kecil pada kedua tangannya. Saya pikir, kenapa tidak coba seperti ini daripada saya minta sama keluarga saya. Kalau mereka bisa, kenapa saya tidak. Tapi saya yakin, saya pasti bisa karena saya punya kemauan hidup yang kuat, dan saya harus bias. Selain itu saya juga suka melihat SPG (Sales Promotion Girl/Boy), bagaimana cara mereka berjualan. Kemudian saya mencontoh cara mereka. Harus ramah, sopan, dan enak dilihat. Kalau ada yang memanggil, saya akan datang. Kalau ada orang yang sedang makan dan tidak ada rokok di meja makannya maka akan saya tawarkan, “Bapak merokok?“, “Bapak mau beli rokok?”, “Apa rokok bapak?”. Karena kebanyakan sales itu perempuan, saya tidak mungkin harus seperti mereka. Tapi setidaknya saya berusaha bagaimana orang suka melihat kita.

+    Ada nggak pengalaman menarik selama melakoni pekerjaan ini?

–    Dulu pernah ada pembeli. Waktu itu dia beli rokok satu bungkus. Dia membayarnya dengan uang 50 ribu, kemudian saya kembalikan uangnya 40 ribu dengan menaruhnya di atas meja. Setelah itu saya pergi keluar, kemudian dia memanggil saya lagi. Katanya, saya mengambil uang kembaliannya. Saya merasa sangat sakit hati, karena dia juga mengatakannya di depan orang banyak. Padahal saya sudah mengembalikannya. Tidak mungkin saya bekerja tidak jujur, dan pekerjaan saya tidak seperti gembel,  otak saya masih normal, pendidikan saya masih lumayan. Tapi sebagai pedagang saya punya prinsip ‘pembeli adalah raja’. Saya tidak melawannya, dan yang penting saya sudah mengembalikan uangnya. Tapi dia mengancam saya. Katanya, “nanti kamu akan saya cari!” Sampai sekarang dia tidak ada mencari saya. Kata orang-orang dia yang gila, karena tidak mungkin saya mengambil uangnya. Selain itu, selama saya jualan. Banyak orang yang mengira kalau saya adalah sales dari salah satu merek rokok tertentu. Sebenarnya saya hanya harus berpenampilan menarik, karena saya juga punya basis Pariwisita di mana harus dituntut bersih, rapi. Jadi apa yang saya lakukan sekarang sama seperti saya sedang bekerja di hotel.
Mon Padang Panjang
+   Apakah sebelumnya ada juga orang lain yang bekerja seperti ini ?

–   Selain saya ada juga yang pernah mencoba jualan di malam hari, tapi mereka tidak betah. Saya tidak tahu apa alasannya. Akhirnya dia tidak jualan lagi. Hidup saya banyak butuh biaya. Saya harus beli obat, jadi saya harus mempertahankan posisi saya yang mentalnya sudah rusak.

+   Aslinya, berasal dari daerah mana?

–   Saya asli orang Padang. Rumah saya di Padang, tepatnya di Jalan Sisingamaraja dan itu rumah orangtua saya. Karena orangtua saya ada uang, mereka juga membangun rumah di Malibo.

+   Kenapa tidak berjualan di Padang?

–   Kalau di Padang saya malu, karena saya orang Padang. Kalau saya ngasong bisa ketemu dengan teman sekolah.  Mereka pada nanya, “Mon lu ngapain? Gembel banget!”. Karena di mata mereka seperti itu. Aku pikir, bagaimana kalau di luar kota? Kalau tempat yang jauh saya inginnya di Batam. Tapi tidak mungkin karena otak saya sudah tidak normal lagi. Akhirnya saya memilih di kota Padang Panjang biar dekat dengan keluarga saya yang di Malibo. Di Padang Panjang, orang di pasar menerima saya. Karena kata mereka saya orangnya baik, rokoknya bersih dan baru, jadi langsung banyak dapat langganan.

+  Mulai dari jam berapa sampai jam berapa bekerjanya?

–   Saya keluar rumah sehabis shalat dzuhur dan pulang waktu shalat magrib. Setiba di rumah, saya mandi, shalat. Kemudian saya keluar lagi sehabis shalat isya, jualan lagi dan selesainya sekitar jam setengah dua malam. Setiba di rumah saya minum obat dan tidur. Besoknya, hari–hari saya seperti itu juga, sudah menjadi rutinitas keseharian saya.

+  Apakah tidak ada hari liburnya?

–   Saya tidak pernah libur, selalu rutin bekerja. Tapi kalau libur berarti saya pulang ke Padang. Kalau pulang ke Padang biasanya kalau sudah sebulan saya jadi bosan dan merasa tidak nyaman lagi di sini. Di Padang sekitar dua hari untuk refreshing, setelah itu kembali lagi ke Padang Panjang. Karena kalau dipaksakan tetap di sini, saya tidak kuat juga.

+  Sekarang tinggal dimana ?

–    Saya sudah menetap tinggal di sini, di Balai–balai. Tapi masih ngontrak, bayarnya perbulan 200 ribu.

+  Berapa penghasilan yang diperoleh dalam setiap harinya  ?

–   Penghasilannya bertahap. Pertama saya jualan di sini sekitar 300 ribu. Sekarang sudah lebih dari satu juta. Jadi setiap tahunnya ada peningkatannya. Sekarang saya belanja di grosir ada sekitar satu juta dua ratus ribu rupiah. Misalkan harganya rata-rata sepuluh ribu, banyaknya lebih dari seratus bungkus rokok, sehari keuntungan yang saya dapatkan sekitar dua ratus lima puluh ribu rupiah.

+  Biasanya lebih banyak orang yang beli perbatang atau perbungkus ?

–   Siang malam banyak yang beli per bungkus tapi sebagian ada juga yang beli per batang.

+  Selain untuk beli obat dan makan, uang yang didapat untuk apa lagi ?

–   Saya suka belanja baju, ngasih ke keponakan-keponakan, selain itu, maaf bukannya sombong, biasanya lebih banyak dibelikan emas. Tapi dulu saya juga pernah menabung di bank. Penyakit saya kambuh, saya pergi untuk ambil uang di bank. Orang bank memberikannya karena dia tidak tahu kalau saya sedang sakit. Setelah saya sembuh saya ingin ambil uang. Tapi uangnya sudah tidak ada lagi, pegawai banknya memperlihatkan bukti penarikannya. Akhirnya saya tidak berani lagi menabung ke bank, karena bagi saya cari uang itu susah dan yang salah bukan pada orang banknya tapi pada saya sendiri. Kejadiannya di BRI Padang Panjang, tapi saya sudah lupa tahun berapa.
Mon Padang Panjang
+  Apakah sekarang sudah berkeluarga ?

–   Saya ini sakit, saya ketergantungan obat. Saya takut kalau nanti sudah berkeluarga, punya anak. Kalau saya punya anak, bapaknya sakit (tidak normal) nanti anaknya jadi tersia-siakan. Seandainya kalau ada jodoh, saya tidak mau anak saya jadi gembel. Jadi saya harus menormalkan kesadaran otak saya dulu.

+  Sampai kapan mau tetap melakoni pekerjaan ini ?

–   Karena saya punya prinsip, kalau manusia itu diciptakan untuk bekerja. Bekerja untuk mencari makan. Tapi hidup bukan untuk makan, kalau hidup untuk makan itu hewan. Prinsip hidup saya, harus bekerja untuk cari makan, jadi selama saya masih membutuhkan makan, saya harus bekerja.

Setelah saya selesai mewawancarainya, saya lupa menanyakan berapa umurnya. Ketika mau pulang, saya sempatkan untuk menanyakan hal itu. Dia menjawab, “saya kelahiran 1969”.


About the author

Avatar

David Darmadi

David Darmadi lahir pada tanggal 7 Desember 1987 di Padang. Kuliah di Institut Seni Indonesia Padang Panjang sejak tahun 2007 dan merupakan salah satu pendiri komunitas Sarueh Padang Panjang. Dia mulai menulis dalam jurnal akumassa.org pada Februari 2009. Ia juga aktif dalam berbagai macam workshop dan pameran video, baik nasional maupun internasional.

14 Comments

  • mantap pit, foto kedua dari atas bagus banget!!!
    salam buat da emon!!
    jadi pengen ngerokok lagi!!

  • dunia menjadikan keadaan…hidup masih terus berjalan…adakah sesuap harapan yg kan terjadi dimasa sekarang….bejuang demi kemiskinan…sejarah takkan pernah sirna walau ditelam angin malam….hirup pikuk jadi kenyataan…secercah harapan tetap dihadapan koe…jswtv

  • mantab, kejelian melihat bisa menjadi cara pandang tersendiri. entahlah jika dilihat dari masalalunya dan melihatnya sekarang secara utuh..sungguh mataku terbelarak..semoga bisa menjadi motivasi bagi disekitarnya termasuk anda pembuat filmnya..hehehe

  • david salam untuk emon. dia ingat ga ya sama saya? kami cukup sering berinteraksi di pasar padangpanjang. i miss you all

  • thank you bg peak…
    g ush mrokok lg bg…tar habis bandar lu lg..
    hahaha…

    ok mbak..
    tar gw sampein sm emon nya..
    moga2 emon nya ingat mbak
    klo dia g ingat…aman mbak…
    tar gw paksa bwt ngingat lu..
    hehehe…

  • Hidup memang penuh cobaan….
    saya ngasih dua jempol pada emon…..
    semoga cepat sembuh ya mon…….

  • Mudah2an rejeki lo bagus mon dan biar bisa tinggal disini terus trus buka RUKO untuk jualan rokok.
    kalau lo nggak ada lagi, mo kemana gue mo nyari rokok kalau pas putus malam2…
    Berjuang terus Mon.
    Mudah2an sakitnya cepat sembuh ya…

  • dari dulu sampe sakarang klo malam saya masih tetap beli rokok sama si mon..mantapnya 1 bngkus dji sam soe bonus permen mints

Tinggalkan Balasan ke romi X

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.