Jurnal Kecamatan: Bubutan Kota: Surabaya Provinsi: Jawa Timur

Menempuh 674 Km dengan Kereta ‘Super Eksklusif’

Menunggu kereta datang bersama joki
Avatar
Written by Sigit Supriyo
Sore hari di Kota Pahlawan tercinta, aku bersama teman-teman berencana untuk mengunjungi Jakarta. Sebelum matahari tenggelam aku bersama kedua sahabat di Komunitas Kinetik, yaitu Amak dan Rombeng, sudah berada di Stasiun Pasar Turi Surabaya dengan diantar teman yang lain. Kami hanya membawa perbekalan seadanya dan tas ransel yang berisi pakaian, tanpa membeli tiket. Ya, tanpa membeli tiket kereta, karena kami berencana menumpang kereta barang.

Suasana di Stasiun Pasar Turi

Suasana di Stasiun Pasar Turi

Karena belum pernah mempunyai pengalaman naik kereta barang sebelumnya, aku dan Amak pun mengikuti saran dari Rombeng yang sudah berpengalaman untuk berhati-hati pada petugas stasiun, karena menumpang kereta barang merupakan kegiatan ilegal dan sangat beresiko jika ketahuan oleh pihak stasiun.

Jam sudah menunjukan pukul 18.00 WIB. Kereta barang yang akan kami tumpangi bersiap untuk berangkat, tapi ternyata kami belum beruntung karena kereta barang yang akan berangkat sudah penuh. Penuh karena banyak barang yang ada di dalam gerbong, otomatis ‘pengawal’ pun tidak berani memasukkan orang lebih banyak lagi dalam gerbong. Sebutan pengawal diberikan karena orang ini bekerja mengawasi gerbong-gerbong di dalam kereta barang. Melalui orang itulah kami bisa menaiki kereta barang.

Kami pun sempat bingung karena jadwal keberangkatan kereta selanjutnya adalah jam 21.00 WIB. Terbayang kami harus menunggu berjam-jam lagi dan kereta itu pun belum tentu bisa kami tumpangi karena mungkin saja sudah penuh juga. Di saat aku dan teman-teman mulai putus asa, ada seseorang menghampiri kami dan bertanya dalam Bahasa Jawa,

“Kate numpak ta, Mas?” (mau naik ya, Mas?)

“Iya,” jawab kami serentak.

Kemudian kami pun mengikuti orang asing tersebut, sambil berjalan dia menawarkan jasanya untuk menawarkan ‘kursi’ dalam kereta barang selanjutnya.

Sambil menunggu kereta selanjutnya kami pun bergabung dengan joki kereta, aku sempat kaget dengan kedatangan seorang anak yang ternyata seorang joki sekaligus pengawal kereta barang. Aku tidak menyangka anak sekecil itu sudah ikut dalam ‘bisnis rahasia’ ini. Mereka kemudian bercerita banyak tentang pengalamannya menjadi joki kereta yang dilakoninya sejak kecil hingga sekarang.

Menunggu kereta datang bersama joki

Menunggu kereta datang bersama joki

Ambon dan Gundul nama sapaannya. Dia sudah berkeliling dari daerah ke daerah menjadi joki kereta barang. Hidupnya lebih banyak dihabiskan di stasiun karena tidak ada pekerjaan lain. Karena asyik ngobrol tidak terasa kereta barang yang kami tunggu sudah datang, akan tetapi kita tidak bisa langsung menaikinya karena alasan keamanan

Salah satu joki yang menawarkan jasanya pada kami

Salah satu joki yang menawarkan jasanya pada kami

Setelah menunggu dan mendapat kode dari sang joki, kami langsung bergegas menaiki gerbong kereta, dengan ‘salam tempel’ sebesar  Rp.5000 per orang kami berpisah dengan sang joki kemudian naik ke dalam gerbong yang disambut dengan tagihan Rp.20.000 per orang dari pengawal gerbong kereta. Ongkos ini super murah jika dibandingkan dengan naik kereta ekonomi jurusan Jakarta, harganya bisa lebih dari Rp.40.000 per orang dan harus berdesakan dengan dengan penumpang lain juga merasakan aroma asing yang menyiksa dari penumpang dan para penjual asongan.

Setelah masuk ke dalam gerbong yang berisikan barang-barang terbungkus kardus dengan berbagai ukuran, kami beserta penumpang lainnya mendapat instruksi dari sang ‘pengawal agar bersembunyi di balik sela-sela tumpukan kardus untuk menghindari pemeriksaan dari petugas stasiun. Cukup lama aku bersembunyi di tumpukan kardus tapi ‘pengawal’ belum juga memberi kode kapan kami bisa ke luar dari susunan kardus. Karena terinjak-injak penumpang yang jumlahnya kira-kira 10 orang termasuk aku, kardus-kardus itu pun penyok di berbagai sisi. Akhirnya setelah cukup mati gaya di antara tumpukan kardus, kereta pun meluncur meninggalkan stasiun, kami aman ke luar dari persembunyian dan ‘pengawal’ mulai menyalakan lampu gerbong dan serentak seluruh penumpang mulai mencari posisi untuk tempat tidurnya. Aku bersama Amak dan Rombeng pun mulai menyusun tempat istirahat dari kardus dengan senyaman mungkin.

Rombeng

Kami mengatur posisi senyaman mungkin di kereta barang

Malam hari terasa singkat jika tubuh sudah terbaring di atas ‘tempat tidur’ walaupun dari kardus. Perjalanan masih panjang meskipun matahari sudah memancarkan sinarnya. Tubuhku masih terasa nyaman terbaring di atas kardus. Hawa sejuk masih memanjakan aku dengan semilir angin yang berhembus melewati sela-sela pintu gerbong yang sedikit terbuka lebar karena dipergunakan oleh penumpang untuk toilet darurat. Maklum saja kereta barang tidak ada toilet untuk penumpang yang ingin buang air kecil dan besar. Mau tidak mau harus ditahan sampai kereta berhenti di stasiun akhir. Kereta barang tidak berhenti lama di stasiun yang dilewati seperti kereta penumpang pada umumnya.

Waktu tidurku pun terganggu karena perut tiba-tiba berontak, aku tidak bisa menahan lapar lagi. Di pemberhentian stasiun berikutnya aku pun membeli sebungkus nasi dan secangkir kopi melalui pintu yang sedikit terbuka lebar. Aku dan para penumpang lain bertransaksi untuk membeli makanan dan minuman.

Sambil melahap makanan masing-masing, aku dengan teman-teman sempat mengobrol tentang daerah asal dan pekerjaan masing-masing, ternyata mayoritas penumpang kereta barang khususnya gerbong yang aku tumpangi adalah para supir truk, yang berasal dari jawa tengah yang hendak menuju ke Jakarta, setelah acara makan-makan selesai mereka pun kembali ke tempat tidur masing-masing

Penumpang terlelap di atas tumpukan kardus di dalam gerbong ketreta barang

Penumpang terlelap di atas tumpukan kardus di dalam gerbong kereta barang

Perjalanan hampir berakhir perkiraan waktu hanya satu jam lagi kereta sudah sampai di Stasiun Jatinegara Jakarta, begitu menurut ‘pengawal’ yang tiba-tiba memberikan info kepadaku, setelah sempat bercerita tentang pengalamannya menghadapi penumpang yang tidak mau membayar.

Pintu gerbong pun sudah mulai dibuka oleh pengawal, semua penumpang bersiap untuk turun. Di detik-detik akhir kereta berhenti, aku sudah cukup puas merasakan sensasi menumpang di kereta ‘uper eksklusif’  ini. Bayangkan saja dengan ongkos Rp.20.000 plus Rp.5.000 untuk jasa joki aku sudah dapat menumpang kereta ekspres yang cukup nyaman dengan fasilitas yang tidak kalah dengan kereta ekonomi atau bisnis sekalipun, sungguh pengalaman pertama yang berkesan.

Setelah melalui 10 jam lebih perjalanan, menempuh 647 KM, akhirnya kami pun turun dari kereta super eksklusif dan menyapa kota Jakarta dengan senyum puas.

About the author

Avatar

Sigit Supriyo

Dilahirkan di Surabaya pada tanggal 19 Juni 1989. Ia telah menyelesaikan studi strata satunya di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Surabaya, Jawa Timur. Sekarang ia sedang aktif di komunitas Kinetk dan Lab Media Kampus.

6 Comments

Tinggalkan Balasan ke kyle X

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.