Lenteng Agung, Jakarta Selatan

DEBORAH

Kalau kita googling dengan mengetik keyword “Deborah”, yang akan muncul pertama adalah Deborah Gibson, penyanyi asal Amerika Serikat pada zaman dahulu kala. Tapi, Deborah yang aku maksud adalah Deborah yang ada saat ini. Deborah yang tangguh, gesit, dan lincah serta penuh dengan cerita. Yang aku maksud adalah P.O. (Perusahaan Otobus) Deborah, dengan bus berwarna ungu berornamen garis hijau, yang melintasi Depok–Lebak Bulus. Bus Deborah dibagi menjadi dua jenis, bus Deborah AC jurusan Depok-Kali Deres via Pondok Indah) dan bus Deborah non-AC jurusan Depok–Lebak Bulus via Jalan Fatmawati). Yang akan aku ceritakan ini, khusus tentang Deborah non-AC, bus yang setia mengantarku pulang-pergi setiap hari.

Bus Deborah di pangkalan
Bus Deborah di pangkalan

Bus ini bisa dikatakan jarang dalam ukuran jumlah armada, tapi peminatnya banyak. Sehingga yang terjadi adalah desak-desakan antar penumpang di dalam bus. Jangan berharap bisa dapat tempat duduk di dalam bus Deborah, kecuali naik dari terminal. Karena bus ini akan berjalan lambat sekali untuk mencari penumpang sepenuh mungkin. Dan antara satu bus dengan bus yang lain, memiliki jadwal keberangkatan yang cukup lama. Dalam ukuran bus semacam Deborah, dapat dikatakan penuh jika penumpang sudah dua kali lipat dari kapasitas bus sebenarnya.

Bus Deborah non-AC
Bus Deborah non-AC

Bisa dikatakan, bus Deborah ini memonopoli trayek. Karena dari dulu hingga sekarang hanya bus ini yang bertrayek Lebak Bulus–Depok. Pada tahun 2002, bus Deborah juga sempat menaikkan tarifnya dari Rp.1.200,- menjadi Rp.1.500,- tanpa seizin Pemda DKI Jakarta. Dibandingkan dengan bus lain, bus Deborah memang terkesan eksklusif karena tarifnya yang mahal (saat ini Rp.4000,-), namun kenyataannya kondisi bus ini sangat berkelas ekonomi. Jika kamu menaiki bus ini, coba perhatikan bagian atap bus, tiang pegangan, serta kursi penumpangnya, semua benda di dalamnya terlihat usang dan butuh perbaikan di sana-sini. Meski jendelanya dilapisi tirai berwarna ungu, merah muda, atau hijau, serta tambahan beberapa ornamen lain seperti jam dinding, kain renda, stiker, bunga plastik, semuanya tetap tidak dapat menyelamatkan keadaan bus yang reyot dan kusam.

Bus Deborah AC (kanan) dan non-AC (kiri)
Bus Deborah AC (kanan) dan non-AC (kiri)

Sepenglihatanku yang hampir setiap hari menjadi penumpang bus Deborah non-AC untuk pulang-pergi kuliah, di balik semua kejelekkannya, bus ini selalu punya cerita yang menarik. Mulai dari supir yang berkendara a la Batak nya, percakapan penumpang dalam bus, debat tarif antara kondektur dan penumpang, copet, pelecehan seksual, sampai ekspresi dan makian penumpang saat kondektur mengatur kapasitas penumpang bus sedemikian rapatnya.

Interior kursi dalam bus Deborah non-AC
Interior kursi dalam bus Deborah non-AC

Pada jam keberangkatan kerja, bus Deborah sangat penuh. Sebagian penumpang yang mendapat kursi biasanya terlelap karena udara pagi. Namun bagiku, naik bus Deborah di pagi hari masih terbilang menyenangkan walaupun dalam keadaan penuh, karena penumpangnya masih wangi dan rapih. Di jam pagi inilah biasanya penumpang sewot ketika bus sudah sangat sesak dan kondektur meminta ongkos dengan cara menyelip kesana kemari melintasi punggung–punggung penumpangnya yang berdiri berhimpitan.

Kursi supir bus Deborah non-AC
Kursi supir bus Deborah non-AC

“Santai dong, bang… !!,”

“Bau ketek nyelip–nyelip lo.. !”

“Woi manusiawi dong cari duitnya..!”, dan keluhan–keluhan serupa yang sudah akrab di telingaku saat jadi bagian dari bus ini.

Sore hari ceritanya beda lagi, semua pengguna bus Deborah berbondong-bondong naik untuk cepat sampai ke rumah masing-masing. Tak peduli betapa penuhnya bus, yang penting mereka dan juga termasuk aku, memegang prinsip “yang penting bisa masuk”. Segala bau badan menjadi saksi aktivitas masing–masing penumpang yang berhimpit menjadi satu dalam bus Deborah saat jam pulang kerja. Aku paling kasihan jika melihat remaja perempuan atau ibu-ibu yang bertubuh pendek terhimpit kepalanya oleh lengan–lengan penumpang lainnya yang lebih tinggi. Posisi di dalam bus Deborah sudah jauh dari kata wajar. Bagi pengguna kendaraan lain yang kebetulan bertemu bus Deborah saat lampu lalu lintas menyala merah, bisa saja dibuat bingung menentukan tuan dari tangan-tangan yang sibuk berpegangan tersebut. Kostum untuk naik bus ini pun masih membuatku bingung. Pakai jaket untuk berlindung dari keringat penumpang lainnya, ternyata tidak efektif karena menjadi semakin gerah, pakai kaos oblong rasanya aneh karena bersentuhan langsung dengan kulit dan keringat berbagai macam orang.

Bus Deborah non-AC
Bus Deborah non-AC

Keadaan bus yang sarat penumpang juga menjadi tempat pelecehan seksual oleh lelaki hidung belang. Karena bisa dikatakan, bus Deborah adalah salah satu bus yang dianugerahi mahasiswi–mahasiswi yang cantik. Pada perjalanannya, bus Deborah melewati berbagai kampus di antaranya, Universitas Tama Jagakarsa, STIA (Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi) Yappan, Laboratorium STM Bunda Kandung, IISIP (Institut Ilmu sosial dan Ilmu Politik), UP (Universitas Pancasila), BSI (Bina sarana Informatika), hingga Universitas Indonesia dan Universitas Gunadarma. Tak heran para lelaki usil sering memanfaatkan peluang tersebut.

Aku pernah melihat aksi pelecehan seksual di bus Deborah. Si Om Iseng berdiri di samping kursi yang ditempati seorang mahasiswi. Lama-lama gerakannya menjadi aneh, dan dari ekspresi perempuan tersebut sangat jelas bahwa dia merasa terganggu dengan perilaku Om Iseng tersebut. Benar saja, tak lama kemudian Om Iseng berteriak karena alat vitalnya disikut oleh perempuan tersebut. Hanya beberapa penumpang yang sadar akan hal itu, termasuk aku yang berdiri dekat mereka. Kemudian Om Iseng segera turun saat bus keluar pintu tol. Selain warga pribumi adapula warga asing yang naik bus ini. Tapi yang pernah aku temui adalah, bule iseng. Dia duduk di kursi penumpang dekat pintu masuk depan. Di depannya berdiri dua perempuan berambut merah yang terlihat seperti mbak–mbak salon dalam pikiranku. Karena penuhnya bus, perempuan tersebut terdorong ke arah si bule dan si bule pun menyambutnya dengan tangan nakal. Tapi herannya perempuan tersebut terlihat senang sambil bercakap-cakap menggunakan bahasa Jawa dengan temannya yang berdiri di sebelahnya. Hingga puncak ceritanya si bule memegang daerah dada perempuan tersebut saat mempersilakannya duduk. Si bule turun di stasiun Tanjung Barat, sambil berbalas senyum dengan perempuan tadi. Dan kejadian itu terjadi siang hari.

Bus Deborah non-AC
Bus Deborah non-AC

Selain pelecehan seksual, copet dalam bus Deborah pun tak kalah menariknya untuk diceritakan. Biasanya, mereka berpakaian necis agar tidak mencurigakan. Seorang mahasiswi pernah dimaki oleh copet saat memergokinya sedang memasukkan tangan ke kantong celana jeans seorang wanita. “Usil banget sih tangannya, pak !”, teriak mahasiswi sambil menyenggol pinggang pria setengah baya yang diyakini sebagai copet.

“Eh, lu tuh yang usil! ngapain megang–megang pantat gw ??! Dasar gatel…”, jawab copet.

“Emang lu pikir gw copet ?”, tambahnya.

“Kalau bukan copet ngapain tangannya begitu.. !!”, sahut mahasiswi.

“Eh mas emang tangan saya usil gimana tadi, liat nggak ??”, tanya copet kepada seorang pelajar lelaki. Dan pelajar itu hanya menggeleng. Copet pun merasa menang, namun kemudian buru-buru turun dari bus. Situasi bus pun mulai ramai dengan pertanyaan penumpang ke mahasiswi yang berani itu. Anehnya target sang copet, malah masih asyik dengan ipod-nya dan baru shock ketika diberitahu ia hampir dicopet.

Sementara supir–supir bus Deborah punya kebiasaan lain pada hari libur kerja seperti hari Sabtu dan Minggu. Kebiasaan mereka sangat menyiksaku yang berkuliah pagi di hari Sabtu. Mereka dengan bus Deborahnya seringkali hanya lewat satu jam sekali. Bus baru mulai jalan setelah setengah jam ngetem di terminal sembari menunggu penumpang yang mendatanginya. Sungguh sombongnya… Tapi mau bagaimana lagi, bus Deborah tetap jadi primadona Lebak Bulus–Depok dan sebaliknya.

Suatu pagi, aku pernah menunggu bus Deborah di pinggir jalan karena malas ke terminal. Dari pukul 06.40 aku berdiri menanti bus kebangsaan tersebut. Namun hingga kaki lemas, kemudian jongkok, dan berdiri lagi, tak satupun bus Deborah yang muncul. Baru sekitar pukul 08.00 barulah sosok ungu yang cantik itu muncul dengan anggunnya. Pelan seperti model, padahal penumpangnya sudah terlalu banyak. Tapi aku tetap naik sambil memaki dalam hati. Dan akhirnya aku sukses sampai kampus tercinta pukul 08.45. Hahaa… Perjuangan seperti itu tentunya tak akan terlupakan bagiku.

Tapi menurutku penumpang bus Deborah yang amat beragam rupa, aroma, perilaku dan status sosialnya tersebut, masih patut diacungi jempol. Karena selain memiliki kekuatan untuk berhimpit-himpitan, sebagian dari mereka juga masih memiliki toleransi dan hati nurani. Misalnya, ada ibu tua yang naik, biasanya selalu ada dermawan yang rela memberikan tempat duduknya. Walaupun bukan untuk mahasiswi seperti saya, karena biasanya kaum mahasiswi dianggap masih kuat bertahan hingga tempat tujuan.

Bus Deborah juga punya jam–jam menyenangkan dimana setiap penumpangnya pasti dapat tempat duduk. waktunya di siang hari dan lewat jam 7 malam. Menjadi pengguna bus Deborah bisa dikatakan pengalaman unik dalam hidupku. Karena tidak setiap bus kota menghadirkan cerita sebanyak bus Deborah. Dan hanya bus Deborah pula yang memiliki nama paling manis dan warna yang mudah untuk dikenali, ungu dengan garis hijau.


About the author

Avatar

Mira Febri Mellya

Perempuan kelahiran Jakarta pada tanggal 22 Februari 1990 ini telah menyelesaikan studi strata satu di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta. Sebelumnya ia telah aktif sebagai fasilitator program worskhsop akumassa di beberapa kota bersama komunitas dampingan. Sekarang ia menjadi wartawan aktif di majalah Gatra.

21 Comments

  • mira, kamu menuliskannya dengan peka, ya. contoh bagus untuk para pekerja kreatif yang memang harus memulai satu karya kreatifnya dengan hal yang paling dikenalinya betul. yang pasti kamu cukup sensitif dengan persoalan sosial di lingkungan keseharian kamu.mungkin mira seharusnya bisa mengemas peristiwa2 ini dengan lebih singkat dan terstruktur sebagai sebuah tulisan. tapi ga masalah. good job.
    tulisan ini mengingatkan saya pada satu tulisan pendek berjudul ‘Ikan Asin’di katalog pemutaran pertama Massroom Project-nya forumlenteng. 2004. oya, satu lagi, deborah gibson (debby gibson) yang termaksud rasanya berasal dari Australia.album terkenalnya kalau ga salah berjudul ‘electric youth’, sekitar tahun 89 an. musiknya agak garing, tapi untuk seorang gadis berusia 19 tahun membuat album dan menulis semua musiknya sendiri, itu hebatlah.
    ini bisa jadi riset kamu, atau saya yang salah. dicek lagi ya. keep writing ya mir…

  • wah senangnya sudah ada yg memberi comment.
    ok ok, nanti aku cek lagi yaa. hehe.

    trimakasih kritik & saran nya..

  • wah..wah wah
    DEBORAH (DEPOK BO’ GERAH) si ungu genit…. gw sering naek smpe empet empetan, kalo brangkat pagi masi bau parfum mbak-mbak mahasiswi kantoran, eeehhh pas pulangnya aroma berubah menjadi bau busuk ketek para pekerja di ibukota.
    udah sesek-sesekan, kenek yang sok CooL (selalu inget kalo duit penumpang kurang, tapi belagak lupa dengan kembalian penumpangnya)
    yang sialnya pas gw turun, tepat di pintu ada stiker bertuliskan:
    “SEKEJAP TAPI BERKESAN”

    (KOK FOTO “DEBBY” PAS SESAK GAK DI TAMPILKAN DISINI?)

  • terbayang sih tapi pasti merindukan yah romansa berdesakan dalam siungu genit hahaha.. tetap semangat!!! g mira .. go !!!!

  • tulisannya bagus beb…
    good job honey!

    ya….
    deborah si soulmatenya mirra ini…
    mirra selalu menunggu di halte kampus sepulang kuliah demi berjumpa dengan debby mini yang dr luar sedikit asik dilihat krn warna ungunya itu…
    mgkn dy ungu qluiqers kali ya…
    hahahaa!!
    tp sayangnya dari dalam sperti ikan sarden ddlm kaleng…
    berkeringat,,bau yang bermacam”
    jujur aku pertama kalinya naik deborah ama bu mirra…
    he!
    aneh bin ajaib..bis skecil itu bisa mmuat pnumpang lebih banyak dari yang sewajarnya…

    “gilaaa. pas aku naik aja, kt gak dapat tmpat duduk”!
    slama diperjalana dr lenteng agung ke lebak bulus menngunakan debby mini ini,,mirra spt ga enk ama aku..dy slalu blg “chika sabar ya ama deborah ini…bntar lg kt nyampe ko..”, “chika lo capek ya??”
    hahahah!!
    mirra miira…
    aku baik2 aja tau…
    lo tu yang sbnrnya dah ga tahan ama kesardenan kita di kaleng berjalan deborah itu…

    pease bebi cumi…..
    aku cm teringat aja pas stahun yang lalu..

    kmrn aku coba naik lagi dr margonda ke iisip..
    sepi2 aja tuh…
    hehe!!
    w lg beruntung kali ya…

  • salut sama tulisannya!!!mendetail dan berkesan
    rumah gw di depok,naek deborah klo mo kt4 sodara di karang tengah,,tapi ga pernah mempergatiin sedetail itu,,walaupun sama2 mengalami apa tg dialami penulis,,
    thx ud ngingetin,,klo kita mesti peduli sama sesuatu,,

  • wessss..setuju banget dg cerita mbak mirra…kalao gw deborah ama 54-depok grogol yg berkesan..(ancur2an) potret penduduk ibukota sebenarnya…ampuun…emang sih daya tahan penumpang patut diacungin jempol …tapi cerminan warga kota yang miskin moral, etika, budaya, ekonomi, intelektual, tampak jelas, walau tak semuanya, …66 tahun setelah merdeka, di ibukota masih kayak gini, tampak jelas pemimpin-pemimpin kita tidak tahu apa yang dia mau untuk warganya, sekali2 menteri transportasi, menteri Agama, Menteri Pariwisata, Menteri Pendidikan, naek deborah non AC, minggu lalu Menteri Dahlan Iskan dah nyoba KRL ekonomi Tanah Abang..

    Lihat deh ibukota2 negara lain dari google image(earth). singapura, kualalumpur, paris, shanghai, etc terus liat ibukota Jakarta..tampak dari atas…Jakarta kacau….kayak ga pake otak bikin tata kotanya, bikin malu…ruwet jalannya sebagian malah buntu..rumah2 bertebaran tak teratur rapi.

  • sepengalaman saya paling pagi naik deborah jam 05.00. Tapi saya gak tahu pasti. Kemungkinan sih sama seperti bus lainnya..

  • Tulisannya asyik bget dan informatif utk dibaca, Kak! Saya pnah bbrp kali naik Deborah dan sedang mmpertimbangkan si ungu ini sbg moda transportasi rutin.

  • Waduuuuh…..ternyata Deborah itu bis trayek jg yaa…kami baru Aja mo pesan untuk pariwisata Nya klo begini Mikir jg mo sewa tuh bis,coz ngeri-ngeri gmn gituuu…mana untuk tujuan Palau jawa lagi…..eehhhmmm thk’s buat infonya,klo pool pariwisata Nya di margonda raya klo ga search Aja PO DEBORAH tp ga Ada tulisan is ungu genit….hahahhaaaaaaaaaaa…piss brooooo

  • Keren! lumayan ngasih info juga buat sodara gue yg baru kelas 1 SMA nekad dari palembang ke tanjung barat jaksel (deket bunda kandung) harus nyari angkutan umum dr lebak bulus. Thankyou so much!

  • sungguh tulisannya udah kyk baca novel thriller beneran dh hahaha
    mo nanya dong ini minibus pangkalannya dimana y? terminal lebak bulus kah? bsok mo k UI for the first time.

  • iya monopolinya beneran deh. ga nambah armada berasa paling keren sendiri tapi memang cuma satu2nya harapan jadi ya suka suka debby lah mau jumawa kaya gimana.. *curhat pengguna debby selama kuliah*

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.