Kabar Dari Redaksi Proyek: Rekam Media

Serunya Berita Lokal Sebulan Ini: Ternyata Perilaku Media Jelas Terlihat dari Penyajian Beritanya

Grafik Umum

“Prohaba yang mengusung tagline “berita untuk warga nanggroe”, seakan tidak mampu memenuhi apa yang diinginkan masyarakat Aceh,” keluh Maina Sari, salah seorang pemantau Rekammedia: Program Pemantauan Media Lokal Berbasis Komunitas, akumassa, untuk daerah Aceh, dalam salah satu tulisan hasil kegiatan pemantauannya, “Kampanye Dimana-mana” (tanggal 1 April 2012). Pada laporan tersebut, Maina yang merupakan seorang warga lokal di Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam, sangat menyayangkan cara penyajian berita oleh sebuah media lokal di Aceh, Prohaba.

Aceh merupakan salah satu kota di antara sepuluh kota yang menjadi lokasi pemantauan dalam program rekammedia-akumassa. Saat ini, program pemantauan terhadap media lokal yang dilakukan oleh sepuluh orang pemantau (warga lokal) di sepuluh lokasi berbeda (Nanggroe Aceh Darussalam; Ciputat, Tangerang Selatan; Depok, Jawa Barat; DKI Jakarta; Jember, Jawa Timur; Lebak, Banten; Pemenang, Lombok Utara; Surabaya, Jawa Timur; Padangpanjang, Sumatera Barat; dan Yogyakarta), telah berjalan selama dua bulan. Pada bulan kedua ini, tim pemantau mengumpulkan 3411 artikel berita dari berbagai koran lokal di setiap kota, dengan pembagian persentase isu good governance sebesar 59,249%, hak asasi manusia (HAM) sebesar 2,668%, perempuan dan/atau anak sebesar 5,424%, kriminalitas sebesar 20,551%, dan lingkungan hidup sebesar 12,108%. Jika dijumlahkan dengan hasil pemantauan bulan lalu, yaitu 3700 artikel, dari delapan kota[1]lihat Membaca “Warga Membaca Media” di Sepuluh Kota (13 Februari-11 Maret 2012, 23 Maret 2012, akumassa,bersama rekan-rekan pemantau, telah berhasil memantau artikel sebanyak 7111 artikel.

Pada laporan bulan kedua ini, kendala teknis menyebabkan Yogyakarta tidak dimasukkan dalam perhitungan laporan dan masih berada dalam proses pengolahan data. Sedangkan kota Padangpanjang, Sumatera Barat, yang bulan lalu tidak dicantumkan dalam laporan, pada bulan kedua ini masuk dalam proses perhitungan frekuensi artikel-artikel yang telah dikumpulkan. Laporan ini menjadi sebuah sorotan dari hasil pantauan selama bulan kedua untuk melihat bagaimana kecenderungan dan kinerja media-media lokal, di lokasi-lokasi dilakukannya pemantauan, secara garis besar.

Grafik Aceh

Laporan yang diberikan oleh Maina terhadap harian Serambi Indonesia dan Prohaba, dalam satu bulan lalu, 12 Maret hingga 8 April, 2012, secara tidak langsung memberikan gambaran bagaimana isu good governance menjadi hal yang dominan di Aceh saat ini, terkait dengan akan dihelatkannya pemilihan kepala daerah di provinsi tersebut. Maraknya berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh tim sukses dari masing-masing calon gubernur dan wakil gubernur ikut mewarnai halaman-halaman koran lokal di Aceh sehingga dapat kita lihat pula bahwa isu kriminalitas menjadi isu nomor dua yang paling sering diberitakan. Bahkan, hingga penghujung bulan, isu kriminalitas tetap stabil dengan rata-rata jumlah artikel sebanyak 40 artikel setiap minggunya. Justru, isu good governance, yang berkaitan dengan pemilihan kepala daerah, mengalami penurunan.

Namun demikian, berdasarkan pantauan dari Maina, apa yang dilakukan oleh pelaku media masih jauh dari kata optimal dalam menjalankan kewajibannya untuk menyajikan sebuah informasi yang objektif dan edukatif. Selain menjadikan momen pemilihan kepala daerah sebagai hal yang mengandung nilai berita tinggi, para wartawan di media pun masih sering melakukan penyimpangan, seperti melebih-lebihkan isi pemberitaan. “Namun sayangnya, lagi-lagi, bahasa yang dituliskan di harian Prohaba ini bisa dibilang sedikit ekstrim, karena menggunakan bahasa kekerasan. Terkadang detailnya juga sangat banyak dituliskan untuk kasus seperti pemerkosaan. Saya rasa hal ini tidak terlalu bagus untuk perkembangan psikologis seseorang,” ungkapnya dalam tulisan tersebut.

Yang menarik, pada bulan kedua ini ditemukan beberapa kasus yang termasuk dalam isu perilaku pelaku media (kasuistik). Isu tersebut terlihat pada hasil pemantauan yang dilakukan oleh Renal Rinoza Kasturi, pemantau media lokal di Ciputat, Tangerang Selatan, Manshur Zikri, pemantau media lokal di Depok, Jawa Barat, dan Lulus Gita Samudra, pemantau media lokal di Jakarta.

Grafik Tangerang Selatan

Pada hasil pemantauan Renal, good governance menjadi isu dominan selama bulan kedua pemantauan, tetapi mengalami penurunan di minggu keenam dan kedelapan (dihitung dari minggu pertama di bulan pertama proses pemantauan). Begitu juga dengan isu lainnya, seperti isu kriminalitas dan lingkungan hidup, yang sempat mengalami peningkatan pada minggu keenam, kemudian turun kembali pada minggu ketujuh dan kedelapan. Hal ini bukan tanpa alasan. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Renal tentang pantauannya terhadap Tangsel Pos dan Suara Tangsel:

“Ini sangat menganggu kerja pemantauan yang saya lakukan. Kendala yang saya hadapi ialah tidak adanya koran-koran pada beberapa edisi, baik harian Tangsel Pos maupun harian Suara Tangsel. Khusus untuk harian Suara Tangsel, dalam sepekan ini saya tidak mendapatkan koran tersebut di tempat langganan yang biasa saya peroleh. Hal ini disebabkan kurir atau supplier koran yang biasa mengantar tidak men-supply koran tersebut di tempat agen koran dan pengecer atau lapak koran. Menurut penuturan penjaga lapak koran yang biasa saya berlangganan, ia juga tidak tahu dan mengerti kenapa kurir tidak mengantarnya seperti biasanya dan itu juga berlaku di tempat lapak lainnya.”[2]“Tentang Desa Jadi Kelurahan, Perwal dan Cuaca”, lihat di “Berita Tentang Good Governance dan Lingkungan Hidup Mendominasi Headline dan Rubrik Lain“, 8 April 2012.

Setelah tim akumassa melakukan konfirmasi kepada pemantau secara langsung, diketahui bahwa dikalangan para pedagang tersebar isu tentang distributor koran lokal bersangkutan yang memang memiliki etos kerja yang kurang baik dalam menyalurkan terbitannya.

Grafik Depok

Hal yang hampir serupa terjadi di Depok, Jawa Barat. Zikri, yang memantau koran Radar Depok, Monitor Depok dan Jurnal Depok, melaporkan bahwa isu good governance masih menjadi isu dominan yang selalu diberitakan oleh tiga koran lokal tersebut. Isu lingkungan hidup tidak dominan, tetapi mengalami peningkatan di minggu-minggu berikutnya, sedangkan isu kriminalitas mengalami penurunan. Dua isu lainnya, HAM dan perempuan dan/atau anak tidak menunjukkan angka yang signifikan.

Namun, yang menjadi sorotan utama dari pemantau Depok ini adalah ulah pelaku media yang beberapa kali tidak menerbitkan surat kabar harian mereka:

“Perilaku media yang ditemukan memang tidak terjadi di lapangan, tetapi dapat dinilai dari aktivitas pelaku media dengan terbitannya. Keanehan yang dimaksud ialah pada hari tertentu, dua koran lokal di Depok tidak terbit. Yang pertama ialah Jurnal Depok, yang tidak terbit pada Hari Selasa, tanggal 20 Maret. Saya menanyakan hal itu kepada para pedagang koran di berbagai tempat, semuanya menjawab bahwa pada hari itu Jurnal Depok memang tidak mengirimkan terbitannya untuk dijual. Mereka juga tidak tahu kenapa alasannya.Yang kedua adalah Monitor Depok, yang tidak terbit pada hari Sabtu, 24 Maret 2012. Pada Hari Kamis, 22 Maret 2012, ada pemberitahuan dari Redaksi Monitor Depok bahwa Monitor Depok memang berencana tidak terbit pada Hari Jumat sampai Sabtu (23-24 Maret 2012) sehubungan dengan respesi pernikahan Pemimpin Umum Monitor Depok.”[3]lihat “Tidak Terbit?“, 26 Maret 2012.

Grafik Jakarta

Sementara itu, di Jakarta, isu good governance juga menjadi isu dominan dan terus mengalami peningkatan hingga penghujung bulan kedua, sehubungan dengan kehebohan pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jakarta. Hal ini sedikit meredupkan isu-isu lainnya, terutama HAM, perempuan dan/atau anak, serta lingkungan hidup. Bahkan, isu kriminalitas mengalami penurunan menjelang akhir bulan.

Terkait dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jakarta ini, Lulus, yang memantau Warta Kora dan Berita Kota melaporkan bahwa ditemukan ulah para pelaku media yang sangat tidak dapat ditolelir karena telah menyajikan berita yang tidak mendidik kepada masyarakat. Pertama, tentang berita yang mengutip keterangan dari narasumber yang sangat diragukan, yakni paranormal:

“Melihat hal ini, setidaknya saya menjadi berasumsi bahwa wartawan Berita Kota telah mengajarkan saya memprediksi kemungkinan melalui cara yang irasional (tidak ilmiah). Bahkan untuk orang yang menganut ajaran agama tertentu dapat mengasumsikan bahwa wartawan Berita Kota telah mengajarkan pembaca untuk bersikap syirik kepada Tuhannya.”[4]lihat “Paranormal Itu Pihak Keberapa?“, 20 Maret 2012.

Selain itu, ulah pelaku media di media lokal Jakarta juga terlihat dalam laporan Lulus, di minggu keenam tentang politik pencitraan yang dilakukan oleh dua koran lokal Jakarta tersebut atas salah seorang calon gubernur DKI Jakarta. Sebagaimana komentar Lulus:

“Melihat berita-berita seperti ini, saya jadi berprasangka bahwa Kompas Gramedia yang membawahi Berita Kota dan Warta Kota memiliki hubungan khusus dengan Jokowi terkait Pemilukada DKI Jakarta nanti. Karena jika saya me-review informasi dari kedua media tersebut pada pertengahan Februari, sempat dikabarkan Jokowi melakukan kunjungan khusus ke kantor Berita Kota dan Warta Kota terkait sosialisasi mobil Kiat Esemka.”[5]lihat “Jokowi Dikemas Sederhana”, 26 Maret 2012.

Grafik Jember

Grafik dari hasil pemantauan yang dilakukan oleh Muhammad Qomarudin, pemantau di Jember (Radar Jember dan jemberpost.com), menunjukkan bahwa selain good governance, isu kriminalitas menjadi isu dominan di daerah tersebut. Berdasarkan penjelasannya, kejahatan memang sedang marak terjadi di wilayah yang mendapatkan julukan Kabupaten Seribu Gumuk ini.

Namun demikian, Qomar, dengan gaya penyampaiannya yang khas, menjelaskan bahwa masih terdapat kinerja media lokal yang masih belum dapat dikatakan baik. “Selama lima hari berturut-turut, Radar Jember selalu memberitakan kinerja positif kepolisian, mulai dari penangkapan raja begal sampai pada pengungkapan kasus pencurian motor yang hanya butuh waktu kurang dari 24 jam. Apakah ini yang dimaksud dengan pemberitaan yang berimbang? Saya rasa tidak,” ungkap Qomar.[6]lihat “Kinerja Kepolisian yang Fluktuatif“, 10 April 2012. Demikian juga tentang jemberpost.com, Qomar menyampaikan tanggapannya terhadap hasil pemantauan yang ia lakukan:

“Mengenai jemberpost.com, setelah pekan lalu sukses mengunggah 5 berita, pekan ini kembali turun menjadi 4 berita. Saya tekankan lagi, ini jumlah berita selama sepekan. Bukan perhari. Bisa dibayangkan bagaimana rumitnya kondisi internal jemberpost.com, kan? Kalau tidak bisa membayangkan, hilangkan saja jemberpost.com dari list alamat portal berita yang rencananya akan Anda baca.”[7]lihat “Kinerja Kepolisian yang Fluktuatif“, 10 April 2012.

Grafik Lebak

Di Lebak, Kabar Banten dan Baraya Post, dipantau oleh Firmansyah. Berdasarkan grafik hasil pemantauan, dapat kita lihat bahwa isu good governance, yang umumnya dipicu karena persoalan carut marut bahan bakar minyak (BBM) mengalami penurunan di penghujung bulan, seiring dengan peningkatan isu lingkungan hidup, yang berkaitan dengan isu wabah serangga tomcat. Aboy justru melihat bahwa pemberitaan yang berlebihan dari media lokal di Banten menjadi sesuatu yang perlu mendapat perhatian karena dapat menimbulkan keresahan masyarakat setempat. Selain ada asumsi pengalihan isu, pemberitaan tentang serangga tomcat justru sedikit kontras dengan realitas yang ada di masyarakat petani. Sebagaimana penjelasan Aboy:

“Kecenderungan wartawan dalam menguraikan isi pemberitaan seputar isu tersebut, selalu mengarah kepada dampak wabah yang ditimbulkan dari racun tomcat, yakni dapat mengakibatkan gatal-gatal, melepuh, dan bahkan bisa menyebabkan pembengkakan pada muka. Hal ini, dikhawatirkan akan menjadi pemicu adanya kepanikan warga. Padahal, jauh sebelum isu ini beredar sebagian petani memanfaatkan tomcat sebagai pembasmi hama.”[8]lihat “Tomcat Hanyalah Sekedar Isu, Bukan Masalah“, 3 April 2012.

Grafik Pemenang, Lombok Utara

Sedangkan Lalu Maldi, yang memantau Radar Lombok dan Lombok Post di Pemenang, Lombok Utara, terus berusaha menaruh perhatian pada isu-isu yang terabaikan oleh dua koran tersebut. Grafik pemantauan memperlihatkan bahwa good governance masih menjadi isu dominan, sedangkan isu-isu lainnya tidak memiliki frekuensi yang signifikan dalam pemberitaan. Bahkan, di minggu kelima (minggu pertama bulan kedua), Maldi telah mengeluhkan cara pelaku media menyajikan informasinya:

“Sejauh ini, selama saya memantau kedua media, baru minggu ini saya menemukan isu tentang lingkungan hidup. Beritanya beberapa hari ini selalu mengisi headline yang memberitakan isu yang sama walaupun isu good governance mendominasi namun isi beritanya berbeda-dari hari kehari. Walaupun ada, itu hanyalah berita yang bagi warga masyarakat kurang penting.”[9]lihat “Tragedi di Balik Cuaca yang Kurang Bersahabat“, 18 Maret 2012.

Grafik Surabaya

Grafik Surabaya memperlihatkan bahwa good governance sangat mendominasi pemberitaan di koran lokal Surabaya (Radar Surabaya dan Surabaya Post), seolah menenggelamkan isu-isu lain yang sebenarnya tak kalah penting bagi masyarakat. Juventius Sandy Setyawan, pemantau yang merupakan warga lokal Surabaya, secara intens menyoroti bagaimana dua koran lokal tersebut bekerja. Seperti yang ia laporkan dalam tulisan mingguan, ternyata media lokal di Surabaya masih sering menjadi alat politik bagi para pejabat dan politikus dalam melakukan propaganda dan pencitraan. “Seperti yang dilihat dalam berita ini, momen seperti ini, digunakan sebagai alat untuk pencitraan sebuah partai politik. Sangat disayangkan jika media akan terus dijadikan alat propaganda dan berkampanye, bukannya menjadi wadah suara rakyat,” katanya dalam “Polemik BBM Berakhir Karena Golkar” (tanggal 2 April 2012). Dia juga sempat menyoroti ulah media yang ternyata memiliki kontribusi untuk memicu konflik di kalangan masyarakat:

“Dua harian surat kabar lokal ini, kembali menghadirkan konflik berkepanjangan yang dihadapi oleh Kebun Binatang Surabaya (KBS), pengelolaan terhadap KBS akan menjadi hal yang diperebutkan antara Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Terlihat dari pemberitaan yang dimulai sejak edisi 13 Maret sampai 17 Maret 2012, kedua harian surat kabar ini, secara berkala menghadirkan terus berita yang berkaitan dengan KBS. Dimulai dari Kapasitas kandang yang tidak sebanding dengan jumlah satwa, keadaan kandang yang rusak, hingga berujung pada matinya salah satu satwa koleksi KBS, Banteng Jawa.”[10]lihat “Kebun Binatang Surabaya yang Semakin Memprihatinkan“, 21 Maret 2012.

Namun demikian, Juve, sapaannya, cukup objektif dalam menilai kinerja dua koran lokal Surabaya tersebut. Hal itu terlihat bagaimana dia mampu mengapresiasi langkah koran lokal yang menyajikan informasi yang penting bagi masyarakat. “Surat kabar lokal juga menghadirkan informasi yang menjadi kebutuhan warga dalam mengakses kemudahan informasi. Ini menjadi penting, ketika media lokal berperan baik dalam menyajikan pemberitaan yang sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan banyak pihak,” tanggapnya terhadap kinerja media lokal Surabaya.[11]lihat “Serangan Tomcat Menghantui“, 26 Maret 2012.

Grafik Padangpanjang

Yang tidak kalah menarik, sebagai penutup laporan bulan kedua ini, datang dari Padangpanjang. Meskipun good governance menjadi isu dominan yang dipaparkan dalam grafik hasil pemantauan (menenggelamkan isu-isu lainnya), Chandra Zefri Airlangga, yang memantau Padang Ekspres dan Serambi Pos, justru tak lupa menyoroti secara tajam bagaimana media lokal di Sumatera Barat menyajikan surat kabar mereka. Padang Ekspres, terutama, terlalu banyak memuat iklan. Seperti yang dilaporkan oleh Angga, sapaan pemuda ini:

“Dalam media lokal Padang, hampir di setiap halamannya, banyak sekali iklan yang terpampang, mulai dari iklan produk elektronik sampai dengan iklan pengobatan, padahal dalam setiap edisinya media lokal padang ini mempunyai halaman khusus untuk iklan. Tapi dalam kenyataanya, media lokal ini, yang saya lihat masih saja meletakan iklan-iklan di setiap halamannnya, yang buat saya agak terganggu dengan kehadiran iklan ini.Apakah memang media lokal ini terlalu kebanyakan iklan atau menutup-nutupi jumlah berita dengan iklan. Kalau dilihat dari ukuran, iklan -iklan yang ada di setiap halamannya sangat besar dan terkadang tidak jarang ukurannya lebih besar dibanding beritanya…”[12]lihat “Iklan Sekedar Menutupi Jumlah Berita yang Sedikit atau Memang Media Lokal yang Mengangakat Informasi Tentang Iklan“, 9 April 2012.

Hal tersebut jelas merupakan tindakan media yang tidak memiliki kredibilitas teruji dalam memenuhi cita-cita idiil dari sebuah media massa. Ada semacam kekhawatiran, sebagaimana yang disampaikan oleh Angga sebagai warga lokal Padangpanjang, sajian koran yang seperti ini akan “mungkin menjadikan masyarakat sebagai masyarakat konsumtif saja”.

Berdasarkan hasil laporan-laporan yang dilakukan teman-teman pemantau di setiap kota, dapat kita lihat bahwa pemberitaan dan cara pelaku media menyajikan beritanya memang jauh dari kata baik, dan dapat menimbulkan dampak yang tidak baik pula kepada masyarakat di kemudian hari. Oleh sebab itu, usaha untuk terus memantau koran-koran lokal ini menjadi satu keharusan dalam rangka untuk mengingatkan media yang bersangkutan dan juga untuk memberi ingat kepada masyarakat pembaca agar lebih selektif dalam memilih sajian informasi.

Footnote   [ + ]

1. lihat Membaca “Warga Membaca Media” di Sepuluh Kota (13 Februari-11 Maret 2012, 23 Maret 2012
2. “Tentang Desa Jadi Kelurahan, Perwal dan Cuaca”, lihat di “Berita Tentang Good Governance dan Lingkungan Hidup Mendominasi Headline dan Rubrik Lain“, 8 April 2012.
3. lihat “Tidak Terbit?“, 26 Maret 2012.
4. lihat “Paranormal Itu Pihak Keberapa?“, 20 Maret 2012.
5. lihat “Jokowi Dikemas Sederhana”, 26 Maret 2012.
6, 7. lihat “Kinerja Kepolisian yang Fluktuatif“, 10 April 2012.
8. lihat “Tomcat Hanyalah Sekedar Isu, Bukan Masalah“, 3 April 2012.
9. lihat “Tragedi di Balik Cuaca yang Kurang Bersahabat“, 18 Maret 2012.
10. lihat “Kebun Binatang Surabaya yang Semakin Memprihatinkan“, 21 Maret 2012.
11. lihat “Serangan Tomcat Menghantui“, 26 Maret 2012.
12. lihat “Iklan Sekedar Menutupi Jumlah Berita yang Sedikit atau Memang Media Lokal yang Mengangakat Informasi Tentang Iklan“, 9 April 2012.

About the author

Avatar

Manshur Zikri

Lulusan Departemen Kriminologi, FISIP, Universitas Indonesia. Anggota Forum Lenteng, pelaksana Program akumassa. Dia juga aktif sebagai sebagai kritikus film di Jurnal Footage, dan sebagai Kurator di ARKIPEL - Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival.

10 Comments

  • Kawan-kawan, kadang saya rasa kita harus juga melihat fungsi media massa dalam konteks sosial-ekonomi masyarakatnya secara riil dan spesifik, dan tidak bisa selalu memakai patokan-patokan ideal dalam menilai. Dalam kasus Padangpanjang misalnya, mungkin fungsi Padang Express dalam konteks sosial di sana sama seperti Pos Kota dalam konteks Jakarta: orang memang membeli untuk mencari/membaca iklannya. Fungsi-fungsi riil inilah yang menarik untuk dicermati. Sebab bila kita terus memakai patokan “cita-cita idiil” tentang bagaimana sebuah media massa harus berjalan, ada 2 hal:

    1) Pantauan ini akan kehilangan “muatan” lokalnya, artinya konteks hubungan masyarakat lokal dengan media tsb. Misalnya Tangsel Pos dan Suara Tangsel yang tidak bisa didapat dlm beberapa hari, tertulis: “Ini sangat mengganggu kerja pemantauan saya.” Saya rasa, terganggu atau tidaknya kerja pemantau bukan hal krusial di sini, pertanyaan krusialnya justru: apakah tidak terbit/susah didapat itu menganggu masyarakat pembacanya? Apakah rutinitas terbit itu penting bagi kelompok pembaca kedua koran tersebut? Apakah mereka merasa kehilangan sama seperti banyak orang akan merasa kehilangan kalau tak membaca Kompas dalam sehari? Atau justru ga ngaruh apa-apa?

    2) Pantauan ini akan luput melihat segi-segi lain di balik kekurangan media-media massa lokal tsb, yang mungkin, seperti saya singgung tadi, punya fungsi lain yang tak “terbaca” sebelumnya. Pos Kota misalnya, sama sekali tidak memenuhi “cita-cita idiil” media massa, namun ternyata dalam masa Orde Baru ia punya fungsi tersendiri, yakni membentuk imajinasi masyarakat ttg kondisi sosial yang selalu tidak aman, penuh kriminalitas, sehingga keberadaan aparatur (polisi dan militer) Orde Baru sangat dibutuhkan. Pos Kota memberi justifikasi bagi militerisme Orde Baru dg menyentak langsung ke kesadaran masyarakat kebanyakan bhw hidup mereka tidak aman tanpa pihak berwajib.

    Jadi kembali ke soal Padang Express, bila disinyalir bhw sajian koran tsb yang penuh iklan “mungkin menjadikan masyarakat sebagai masyarakat konsumtif saja”, maka sinyalemen itulah yang menarik untuk diteliti dan dibuktikan. Misalnya apakah pemiliknya/pemodalnya ternyata juga pemilik bisnis yang banyak diiklankan. Atau mungkin itu bukan direkayasa oleh si pemilik/pemodal koran untuk kepentingan pribadinya, melainkan tuntutan alamiah dari masyarakatnya yang punya banyak usaha dagang namun selama ini kekurangan media lokal untuk beriklan. Jadi, hasil pemantauan ini tidak lagi dakwaan tentang ada tidaknya “kredibilitas teruji dalam memenuhi cita-cita idiil dari sebuah media massa” (yang saya yakin semua media massa di Indonesia pasti ada cacatnya bila dibandingkan dengan yang ideal itu), melainkan membongkar fenomena sosial-ekonomi di balik praktik media yang seperti itu.

    Jadi, lanjut kawan-kawan!

  • Terimakasih komentar (saran dan kritiknya), Bang Ronny. Ini menjadi PR untuk kami (teman-teman pemantau) agar melakukan penelitian (memantau) lebih jauh lagi dengan mencari dan membongkar fenomena sosial-ekonomi di balik praktik media-media lokal tersebut.
    #asyek

    nb: dari kemarin nungguin komentar yang beginian.. bwahaha

  • Catatan: Nama korannya adalah “Padang Ekspres”, jadi bukan “Padang Express” seperti yang tertulis diatas. Dengan jangkauan wilayahnya hingga seluruh pelosok Sumatra Barat. Jadi lebih dari sekadar area kota Padang, apalagi untuk disebut sebagai media lokal kota Padangpanjang.
    Kesalahan eja, penulisan atau kepenulisan di website pemantauan media saya anggap sangat fatal. Mungkin tidak begitu penting bagi sebagian publik, tapi publik lain akan melihat ini sebagai celah kelemahan pemantauan media. Jika beberapa atau banyak hal-hal “kecil” yang luput begitu saja, ini akan menyatakan kualitas dan kredibilitas pemantauan media ini dari hakikatnya “memantau media”.

    Catatan ini juga mewakili kesalahan eja, penulisan dan kepenulisan di tulisan-tulisan lainnya yang pernah terposting sebelumnya, oleh Komunitas Merekam Media.

    Salam..

  • terimakasih atas koreksiannya, Uda Rio. Diakui memang ada kesalahan ejaan dalam penulisan. Akan segera diralat penulisan tersebut. Yang benar adalah Padang Ekspres, koran lokal di ruang lingkup Sumatera Barat. Hehe

    • Juga bukan hanya “Padang Express” ya, dan juga bukan hanya di tulisan ini. Ada banyak yang lainnya seperti konsistensi penulisan, soal bagaimana bahasa yang lebih baik dan efisien. Dari sekadar penempatan yang tepat untuk huruf besar dan huruf kecil, hingga sekadar ketinggalan atau kelebihan 1 huruf. Khususnya untuk website Pemantauan Media, saya banyak sekali menemukan itu. Bagi saya ini penting, karena ini adalah pekerjaan memantau media.

      Terimakasih, dan tetap semangat untuk hal-hal “kecil”

  • terima kasih atas komentarnya.. semoga kami bisa lebih baik lagi 🙂
    mari teman-teman semangat untuk pemantauannya..

    salam,,

  • terimakasih atas komentarnya, komentar komentar ini akan membuat kami bisa lebih teiti lagi,dan semakin semnagat lagi memantau,,,,, cahyooo

  • Bermedia adalah bagaimana mengemas ‘informasi’ dengan baik dan objektif. Jadi, kritik Rio sangat berguna bagi kita semua, bahwa hal-hal kecil inilah yang sering menjauhkan media massa dari pembacanya, karena ketidaktelitian dan lupa mengemas ‘sesuatu’ dengan baik.

    Thanks Rio.

    Salam

  • saya berterima kasih sekali kpd Om Ronny Agustinus yg sudah kasih pemahaman yg sekiranya sangat berguna bwt pemantauan ini ya memang terkadang bisa luput dari amatan pemantau sendiri tapi sekedar informasi saja persoalannya adalah pada ketidakberesan si kurir.. maaf klo menggunakan kata ketidakberesan bahkan itupun terjadi ketika sudah berlangganan langsung ke koran acapkali si kurir tidak mengantarkannya tanpa alasan yg jelas padahal sudah di kontak by phone tetap saja tiada kejelasan… baiklah mungkin ini evaluasi buat saya… sekali lagi saya merasa ini masukan yg berharga dlm kerja pemantauan dan mudah2an utk laporan pemantauan berikutnya bisa melihat dari berbagai sisi…

    Semangat buat kawan-kawan semua !!

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.