Catatan Maria Deandra (Mahasiswi IKJ, Angkatan 2018)
Selasa, 24 Agustus 2019, saya bersama dengan mahasiswa lainnya dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang berjumlah kurang lebih 150 orang ikut serta dalam teknis lapangan yang terjadi di depan Gedung DPR sampai ke depan Gedung KEMENPORA. Sesampainya di depan Gedung KEMENPORA, sekitar pukul 14:00, seluruh area jalan dari depan KEMENPORA sampai ke bawah maupun di flyover Slipi sudah dipenuhi oleh massa yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa dari berbagai universitas, massa tanpa jaket almamater yang tidak dapat diindentifikasi berasal dari rombongan mana, beberapa gerombolan siswa SMA dan STM, serta motor-motor yang parkir.Dari kabar yang saya dengar dari ketua BEM IKJ, Vian Madalina, depan Gedung DPR sudah dipenuhi oleh massa. Ketua BEM dari perwakilan tiap-tiap universitas serta perwakilan dari kelompok-kelompok sipil yang hadir dalam aksi tengah dikumpulkan untuk masuk ke dalam Gedung DPR, untuk kembali melakukan perundingan, karena perundingan yang terjadi di hari sebelumnya tidak menghasilkan apa-apa.
Setelah menunggu kurang lebih 45 menit, semua rombongan mahasiswa IKJ sudah berkumpul di depan Gedung KEMENPORA dan segera bergerak menuju ke Gedung DPR. Long march IKJ sempat beberapa kali dihentikan oleh korlap untuk mengatur barisan dan border. Barisan kami menghentikan perjalanan persis di sisi kiri turunan flyover karena di belokan menuju Gedung DPR sudah dipenuhi oleh massa lainnya. Di belakang barisan IKJ, juga ada banyak rombongan dari berbagai universitas lainnya. Pada pukul 16:08, keadaan masih cukup kondusif di area kami berdiri. Banyak mahasiswa maupun massa yang tidak teridentifikasi berlalu-lalang melewati barisan IKJ. Berkali-kali terdengar teriakan yel-yel dari kalangan mahasiswa yang antara lain berbunyi “REFORMASI… REFORMASI… REFORMASI DIKORUPSI…!” dan “HATI-HATI…, HATI-HATI PROVOKASI…!”. Ada yang bergerak mundur dari arah Gedung DPR, ada pula yang bergerak maju ke arah Gedung DPR. Pada saat itu, hampir semua orang sudah menggunakan pasta gigi di area wajah, bersiap-siap apabila ada serangan gas air mata dari aparat kepolisian.
Mulai pukul 16:45, sudah ada banyak kumpulan mahasiswa yang mundur dari Gedung DPR. Mereka sudah terkena tembakan gas air mata; beberapa mahasiswa menggendong teman mahasiswanya yang lain, yang pingsan akibat gas air mata. Beberapa ambulans juga lalu-lalang membawa maupun menjemput massa yang tumbang dari depan Gedung DPR.
Terdapat beberapa seruan, seperti: “Woi, ayo maju! Gantian!”, yang datang dari beberapa mahasiswa yang sudah bergerak mundur. Pada pukul 17:18, semakin banyak massa yang mundur dari Gedung DPR. Di tengah-tengah keramaian mahasiswa yang mengevakuasi massa yang tumbang, tiba-tiba ada segerombol massa tanpa jaket almamater yang memanjat papan-papan Asian Games di samping flyover kemudian menggebuk-gebuk serta merobek spanduk Asian Games di papan tersebut. Ada beberapa mahasiswa yang terprovokasi dan ikut merobek, namun banyak barisan mahasiswa yang meneriaki mereka, menyuruh mereka untuk turun, berteriak, “Woi, jangan kampungan, woi!” “Mahasiswa gak perlu rusuh!!!” dan seruan-seruan lainnya.
Pada pukul 17:20, sudah mulai terlihat asap gas air mata memasuki area bawah flyover. Barisan mahasiswa IKJ memutuskan untuk bergerak mundur pelan-pelan di saat sudah mulai banyak orang yang berlarian mundur. Di situ, kondisi mulai tidak kondusif. Akhirnya, barisan mahasiswa IKJ yang mundur, terpecah, dan ikut berhamburan ke mana-mana karena terdorong oleh massa lain yang lari menghindari asap gas air mata. Saat itu, saya dan semua orang yang sedang berlari juga sudah terkena asap gas air mata. Ada salah satu mahasiswa IKJ yang wajahnya sudah sangat merah, seperti melepuh. Di situasi kaos itu, beberapa orang ada yang lari ke arah Hotel Mulia, sedangkan mayoritas mahasiswa berlarian memasuki GBK dari pintu gerbang 12. Di area lapangan, panahan mahasiswa IKJ berhenti berlari untuk menolong beberapa mahasiswa yang pingsan dan tumbang.
Sekitar pukul 17:35, asap gas air mata juga mulai masuk ke dalam area GBK; kami lanjut berlari menjauhi asap. Area GBK dipenuhi oleh mahasiswa yang kabur menjauhi asap gas air mata.
Akhirnya, rombongan mahasiswa IKJ berhenti dan istirahat di pintu gerbang 2 GBK, walaupun tadinya sempat disuruh untuk jalan ke arah Bentara Budaya Jakarta. Sampai sekitar 19:30, mahasiswa IKJ masih berada di pintu gerbang 2, menunggu dan mengevakuasi mahasiswa IKJ yang tertinggal dan terjebak di beberapa titik. Saat itu, menurut teman saya yang merupakan mahasiswa UI, barisan mahasiswa UI sudah menarik mundur massanya dan mulai kembali ke UI, tetapi ada juga yang masih menunggu di pintu gerbang 3.
Sekitar pukul 20:30, rombongan IKJ mulai bergerak kembali ke kampus IKJ. Rombongan dibagi menjadi beberapa kloter. Saat itu, ada kabar dari Ketua BEM IKJ bahwa, pada pukul 21:00, akan dilakukan sweeping. Pada pukul 21:05, saya meminta izin untuk tidak ikut pulang bersama rombongan IKJ dan pergi bersama teman saya, Niska, untuk meliput keadaan. Lima menit kemudian, pintu gerbang 1 GBK dipenuhi oleh mahasiswa yang bersiap-siap bergerak kembali ke kampus mereka masing-masing. Ada yang menggunakan bus, motor, dan jalan kaki.
Pada 21:28, di depan pintu 11, tampak beberapa ibu-ibu dan bapak-bapak membawa logistik berupa roti dan air untuk dibagikan kepada mahasiswa yang masih ada di area tersebut. Mereka menyemangati kami agar kami tidak takut dan tetap berjuang. Di tengah situasi yang tenang itu, sekitar tujuh menit kemudian, terdengar ledakan dari area depan Hotel Mulia. Saya mendekat ke area tersebut dan ternyata ada kayu-kayu yang dibakar di tengah jalan. Saya sempat bertanya kepada massa yang berdiri di sekitar situ. Mereka berkata bahwa, di dekat lapangan tembak, sudah ada polisi dan massa yang bentrok. Pada 21:50, saya bergerak maju, mendekati lapangan tembak. Saat itu, jalanan dipenuhi oleh massa yang kebanyakan tidak mengenakan jaket almamater, hanya beberapa saja yang mengenakannya. Di antara kerumunan itu, ternyata beberapa teman kampus saya memang sudah tidak menggunakan jaket almamater. Saat saya bertanya mengapa mereka berada di situ, mereka mengaku bahwa mereka mau menjemput ketua angkatan 19 yang katanya terjebak di Palmerah. Di sana, tembok-tembok sudah penuh dengan coretan. Katanya, massa berkumpul di sana, melempar batu, kayu, dan ada juga yang menyemprotkan api dengan (sepertinya) deodorant ke arah polisi yang ada di ujung jalan dan perlahan-lahan bergerak maju. Katanya, mereka juga berusaha membakar sesuatu di Gedung PERBAKIN. Pada puncaknya, pukul 22:24, benda yang tampak seperti bus, yang ada di PERBAKIN, terbakar.
Ketika saya menyaksikan itu, terdengar ledakan-ledakan dari arah barisan aparat kepolisian. Setelah bus itu terbakar, orang-orang berseru-seru dan kemudian berangsur-angsur bergerak mundur karena barisan polisi terus bergerak maju dan semakin maju.
Pukul 22:28, area tersebut perlahan menjadi sepi karena massa sudah bubar, dan pada saat yang sama, polisi juga sudah menembakkan sesuatu yang sepertinya gas air mata dan peluru karet. Massa sudah berlari dari area tersebut dan langsung memasuki gedung-gedung atau area-area yang berada di antara KEMENPORA dan TVRI.
Setelah keadaan tenang, saya pun memutuskan bergerak ke arah GBK. Dan dalam perjalanan menuju GBK itu pun, saya masih mendengar beberapa orang berteriak, “Woy, ayo maju! Jangan pulang!” atau “Yah, gini aja udah mau pulang…?!” Beberapa di antara mereka yang berada dalam rombongan tampak membawa beberapa balok kayu.