Jurnal Kecamatan: Pancoran Mas Kota: Depok Provinsi: Jawa Barat

Selamat Datang, Rumba!

Peresmian Rumah Baca (Rumba) Panter
Avatar
Written by Manshur Zikri
Aku mempunyai sedikit catatan yang sepertinya akan menjadi baik jika ini disampaikan ke kalian semua, teman-teman pembaca. Sedikit himbauan di awal catatan ini, “Baca lah!”

Hari itu, suasana di Terminal Depok memang ramai. Akan tetapi dengan bentuk yang sedikit berbeda. Ramainya bukan hanya disebabkan oleh hiruk pikuk warga terminal dan barisan angkot yang menunggu penumpang. Pada tanggal 18 Februari 2012, sebuah panggung yang tidak terlalu besar berdiri di salah satu halaman parkir terminal, sedangkan sebuah tenda, dengan deretan kursi di dalamnya, berdiri menghadap panggung yang telah dirancang menyerupai sebuah panggung konser superstar. Tenda-tenda lain dengan ukuran yang lebih kecil juga memenuhi halaman itu, berada di sisi kanan-kiri panggung dan tenda besar tersebut.

Peresmian Rumah Baca (Rumba) Panter.

Perayaan peresmian dan penggalangan dana untuk Rumah Baca (Rumba) Panter dapat terbilang cukup meriah. Diselenggarakan seharian penuh, kegiatan ini diisi dengan berbagai macam acara, seperti talkshow tentang perkembangan Rumba itu sendiri, pameran dan pelelangan foto-foto sumbangan warga, bazar dan acara musik oleh band-band anak muda. Para pemuda dan pemudi, yang menjadi sukarelawan dan tergabung dalam kepanitiaan, sibuk mondar-mandir mengurus acara dan mendokumentasikan kegiatan.

Sederet tenda bazar.

Salah satu band yang ikut meramaikan peresmian Rumba.

Sore hari, sekitar pukul setengah enam, aku menjadi salah satu warga Depok yang menyaksikan bagaimana menghiburnya penampilan salah satu grup musik beraliran reggae. Sang vokalis tak henti-hentinya meneriakkan kata, “It’s a reggae music!” Sebagai orang yang tidak terlalu mengerti musik, aku tidak tahu lagu apa yang mereka nyanyikan, tetapi aku dengan pasti mendengar ucapan sang vokalis bahwa lagu yang mereka bawakan adalah dari sang legenda Bob Marley. Bunyi hentakan pukulan tangan seorang kru mereka di alat jimbei dan irama gitar listrik yang khas reggae, membentuk suasana yang asyik untuk menari. Aku pun tidak malu, karena warga lain yang menonton juga menggoyangkan badannya mereka mengikuti irama lagu. “Mari kita bernyanyi, dengan lagu kita hidup damai, dengan membaca kita cerdaskan anak negeri!” Ujar sang vokalis lagi.

Berada di tengah-tengah kemeriahan acara itu, aku tertarik pada salah satu tenda yang berada tepat di dekat gerbang masuk halaman parkiran. Di tenda itu, dipampang dua spanduk dengan fungsi yang berbeda. Spanduk yang pertama ialah tempat pembubuhan tanda tangan para pengunjung yang ingin memberikan kesan dan pesannya terhadap kehadiran Rumba Panter di Terminal Depok. Di antara banyak tanda tangan yang tertera tidak teratur itu, aku melihat sebuah tulisan bertuliskan SUBURBIA, komunitas tempat aku belajar sekarang ini. Ternyata, salah seorang temanku di komunitas itu, Ageung, sudah menghadiri acara tersebut sedari pagi. Aku bertemu dengannya di Rumba Panter, dan pada saat itu ruangan kecil nan sederhana yang terletak di antara warung-warung ini sedang ramai dikunjungi oleh orang-orang, yang dari penampilannya bukanlah warga asli terminal.

Suburbia ikut menandatangani acara peresmian rumah baca.

Sedangkan spanduk yang kedua berisi pajangan foto-foto. Ada beragam foto yang tertempel di spanduk tersebut, mulai dari foto figur musisi terkenal Indonesia, Iwan Fals, hingga foto-foto asli para warga yang mendokumentasikan momen kesehariannya. Spanduk ini khusus dihadirkan dalam acara tersebut sebagai bagian dari rangkaian acara peresmian rumba, yaitu pelelangan foto-foto hasil sumbangan para warga. Di bagian atas spanduk, tertulis bahwa untuk setiap foto dijual dengan harga lima hingga sepuluh ribu rupiah saja.

Pameran dan pelelangan foto.

Rumba Panter, memang telah menemukan titiknya untuk mulai ‘mendunia’. Dengan penyelenggaraan acara yang terkesan cukup berbeda di lingkungan terminal, yaitu berupa penampilan musik yang diminati anak-anak muda masa kini, ada semacam harapan bahwa Rumba akan bergerak, tumbuh dan berkembang dengan dukungan para anak muda. Setidaknya, ini lah yang terlihat di terminal itu, yaitu anak-anak muda, yang tergabung menjadi panitia penyelenggara acara, merupakan kumpulan dari para pelajar dan mahasiswa dari berbagai universitas. Menurutku, langkah semacam ini cukup logis, mengingat bahwa sejak jaman dahulu, tonggak pergerakan dan pertumbuhan masyarakat kita berada di tangan yang muda. Namun demikian, bukan berarti yang tua dilupakan begitu saja. Keinginan untuk meningkatkan kapasitas warga masyarakat di terminal itu sendiri, sesungguhnya juga berasal dari mereka yang tua, yang telah memiliki banyak pengalaman hidup. Dua generasi ini tercermin dari kehadiran dua sosok yang menjadi kunci ‘mendunia’-nya Rumba Panter tersebut: Bang Andi dan Abah Agus. Berkat keuletan dan keyakinan mereka lah, acara yang terbilang besar itu dapat dilaksanakan, tak terlepas dari dukungan pihak-pihak lain yang memiliki andil tak kalah besar dalam mengurus Rumba Panter dan Paguyuban Terminal (lembaga masyarakat yang mewadahi kehadiran Rumba Panter).

Namun demikian, dari kabar yang aku dengar dari Ageung, ada sedikit kekecewaan dari para panitia dan warga terminal sendiri kepada Pemerintah Daerah Depok. Ageung, yang mengikuti rangkaian acara dari awal, mengatakan bahwa ketika acara talkshow, Bang Andi, yang menjadi salah satu pembicara, sangat menyayangkan ketidakhadiran seluruh para pejabat (pihak Pemerintah Daerah) yang diundang. Padahal, acara seperti ini merupakan satu momen di mana pemerintah bisa melihat secara langsung harapan-harapan dan langkah-langkah serius yang muncul dari warga. Ketika Pemerintah Daerah tidak menanggapinya dengan serius, tentunya hal itu menjadi cerminan sikap ketidakpedulian mereka bagi pencerdasan masyarakat Kota Depok. Namun ketidakhadiran mereka cukup sebatas kekecewaan saja, karena hari baik tidak boleh disia-siakan, dan acara pun tetap berlangsung sesuai perencanaan.

Siang dan sore, para pengunjung di acara musik memang belum ramai. “Coba kalau panggung dangdut, pasti ramai!” kata salah seorang petugas keamanan yang sempat mengajakku berbincang. “Dulu juga pernah bikin acara begini, tapi artisnya bawa lagu dangdut, dan penuh. Kalau ini kan lagu anak-anak sekarang, jadi kurang diminati warga terminal.”

Ujaran dari petugas keamanan itu awalnya mendapat persetujuan dari diriku sendiri. Aku bahkan sempat meng-iya-kan pendapatnya dengan antusias. Akan tetapi ketika malam hari tiba, di saat lampu warna-warni telah menghiasi panggung, penampilan band reggae, Primitif, meruntuhkan anggapan kami. Penampilannya yang benar-benar mempesona itu ternyata mengundang antusiasme warga terminal, terutama anak-anak muda, untuk bergoyang di depan panggung. Terutama di tiga lagu terakhir, lagu reggae yang mereka bawakan benar-benar mendapat sambutan yang meriah dari para penonton. Aku pun ikut tergoda untuk ikut menari. Namun, dorongan itu tertahankan oleh keinginan untuk mengabadikan momen meriah itu di dalam bingkai kamera yang aku bawa. Tapi badanku juga ikut bergoyang sedikit-sedikit sambil menjepret-jepret ekspresi sang vokalis, gitaris, bassis, dan para penonton yang menari tepat di bawah panggung. Yang menarik, aku melihat Abah Agus juga ikut bergoyang di tempat duduknya.

Dan ternyata warga terminal tidak bisa lepas dari dangdut. Akhirnya sekitar pukul sepuluh wanita-wanita bergaun dan ber-make up lumayan tebal naik ke panggung. Inilah acara yang paling ditunggu, konser dangdut. Biduan mulai menyanyikan lagunya, satu persatu warga terminal maju untuk bergoyang.

Suasana dangdutan saat malam hari.

Aku tidak memiliki kesimpulan apa-apa atas catatanku ini, karena semuanya ada dan memang harus ada. Untuk menutup catatan yang sederhana ini, aku hanya bisa mengucapkan, “Selamat datang, Rumba Panter, jadi lah engkau wadah yang dapat memajukan kami, anak negeri!”

About the author

Avatar

Manshur Zikri

Lulusan Departemen Kriminologi, FISIP, Universitas Indonesia. Anggota Forum Lenteng, pelaksana Program akumassa. Dia juga aktif sebagai sebagai kritikus film di Jurnal Footage, dan sebagai Kurator di ARKIPEL - Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival.

3 Comments

  • “Selamat datang, Rumba Panter, jadi lah engkau wadah yang dapat memajukan kami, anak negeri!”

    salut buat semangtnya mudamudi depok.. ;DD

    keep spirit ya..

  • Just Info: Suatu kebanggaan untuk penulis, temanku berkata: Dari beberapa media, cuma artikel ini yang menonjolkan sisi kepemudaan yang tidak durhaka dengan orang tua #VERYSHARP sukses buat penulisnya

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.