Darivisual Kecamatan: Pemenang Kota/Kabupaten: Lombok Utara Provinsi: Nusa Tenggara Barat

Pertemuan Asta dengan Bangsal Cup

Avatar
Written by Otty Widasari

Tulisan ini adalah bagian dari buku Sebelas Kisah dari Tenggara yang ditulis oleh Muhammad Sibawaihi, Otty Widasari, dan Manshur Zikri, diterbitkan oleh Forum Lenteng pada tahun 2016. Dimuat kembali di situs web AKUMASSA dalam rangka rubrik “Darivisual”.

Dahulu, sekitar era ’70-an hingga ’80-an, jauh sebelum terbentuknya Kabupaten Lombok Utara, di Kota Pemenang tersebutlah sebuah perkumpulan orang-orang yang berasal dari berbagai dusun. Mereka semua penggemar berat sepak bola. Perkumpulan ini sangat solid. Saking besarnya antusiasme mereka pada olahraga itu, mereka pun mengumpulkan uang hasil kerja mereka sendiri, dari hasil penjualan kelapa, dan sebagainya, sesuai dengan pekerjaan mereka masing-masing. Uang itu mereka gunakan untuk membeli sebidang tanah. Kemudian mereka menjadikan sebidang tanah tersebut sebagai lapangan bola yang diberi nama Lapangan Guntur Muda Pemenang. Banyak kompetisi antardusun dilahirkan di lapangan itu. Muncullah kemudian sentimen antardusun, dan ada banyak keributan terjadi karenanya. Akhirnya aksi ini pun surut.

Namun, ternyata dari zaman ke zaman, anak muda di Kota Pemenang tetap menggilai sepak bola. Belakangan, para pemuda ini ingin mempersatukan kembali semangat dahulu kala yang selalu mereka dengar kisahnya itu. Kebanggaan mereka bangkit kembali. Kalau dulu saling mengatasnamakan keunggulan tiap dusun, kali ini berbeda. Sebagai kabupaten baru, cita-cita para pemuda yang sekarang adalah mengatasnamakan Kabupaten Lombok Utara. Bahkan, ada beberapa inisiatif yang mencoba untuk mencapai level yang lebih tinggi, yakni mempersatukan tiap dusun atas nama kebersamaan warga Pemenang.

Dengan kepercayaan penuh bahwa Pemenang memiliki banyak bibit unggul di bidang persepakbolaan, ditambah dengan semangat unjuk diri sebagai kabupaten baru, kerinduan itu kerap diwacanakan. Dirapatkan. Direkrut keanggotaannya. Diikutilah beberapa kompetisi-kompetisi lokal. Namun, entah kenapa belum ada pengelolaan yang lebih profesional dan keyakinan sepenuhnya dari pemangku kepentingan untuk mendukung secepatnya mimpi tersebut.

Ahmad Saleh Tabibuddin, atau Asta, seorang aktor teater yang kerap membawakan naskah monolog, bertemu dengan beberapa pemuda yang kebetulan menjadi inisiator, menghidupkan kembali persepakbolaan di Pemenang. Beberapa dari mereka yang ditemui Asta demikian antusias menceritakan mulai dari sejarah hingga kabar terbaru fenomena sepakbola di Pemenang. Asta memang sedang melakukan riset untuk proyek seninya saat itu, juga untuk mencari kolaborator yang akan diajaknya bermonolog ataupun berdialog dalam kerangka teater. Kisah semangat sepak bola masa lalu di Pemenang cukup memesonanya. Asta betah mendengarkan cerita-cerita itu selama berjam-jam. Dan ternyata, di Pemenang banyak ditemuinya pendongeng-pendongeng yang ia bayangkan bisa diajak berkolaborasi teater. Namun ada yang lebih memesona Asta, yaitu antusiasme sepak bola itu sendiri. Sampai akhirnya Asta pun memutuskan mengajak pemuda-pemuda Pemenang untuk membuat kompetisi sepak bola lagi. Sebagaimana dulu ajang itu selalu menjadi pusat magnet warga Pemenang. Muncullah ide membuat kompetisi sepak bola pantai yang mereka namakan Bangsal Cup.

Ahmad Saleh Tabibuddin bertemu dengan Pak Novi, salah satu pegiat olahraga Kecamatan Pemenang, 11 Februari 2016. (Foto: arsip AKUMASSA).

Ahmad Saleh Tabibuddin bertemu dengan Pak Isnaini, salah seorang pegiat olahraga Kecamatan Pemenang, 13 Februari 2016. (Foto: arsip AKUMASSA).

Kisah-kisah dan memori massa telah dibangun melalui dongeng orang-orang tua, yang diceritakan secara turun temurun. Kota Pemenang tidak pernah kehabisan syair dan kisah. Di masjid-masjid tiap harinya berkumandang celoteh aktif sepanjang hari, mulai dari ajakan menunaikan ibadah sholat, pengajian, giliran kerja bakti, pun menyiarkan berita pertandingan Bangsal Cup.

Bangsal Cup mengakomodir kerinduan. Kerinduan akan datangnya inisiatif untuk mewujudkan cita-cita bersama. Dan kali ini, dengan tidak mewakili nama dusun, satu per satu tim bola yang terdiri dari beberapa atlet dari berbagai dusun pun mulai mendaftarkan diri. Sentimen antardusun menjadi saru di balik nama lain. Tapi semua warga bergembira dan melihat sebuah harapan keberlanjutan mimpi bersama di tahun-tahun mendatang.

Asta sumringah mengejewantahkan metode teater dalam kompetisi yang kemudian akan menjadi ajang tahunan ini. Secara organik, Asta memasukkan unsur teater ke dalam perhelatan kolaborasinya dengan warga Pemenang. Jelas, sebagai aktor teater, dia juga tahu metode menyutradarai perhelatan ini. Asta sadar bahwa panggungnya kini adalah tepi pantai Bangsal sebelah timur, waktunya adalah di tiap sore hari selama sepekan penuh, dan akan ada pertunjukan spektakuler di penghujung kompetisi. Perebutan piala alias babak final akan diselenggarakan sebagai pementasan utama, bertepatan dengan perhelatan Pesta Rakyat Bangsal Menggawe, yang juga merupakan bagian dari Proyek Seni AKUMASSA Chronicle. Pemeran dan skenario pertunjukan ini diserahkan oleh Asta kepada mekanisme kegandrungan warga Pemenang pada sepak bola serta jalannya kompetisi. Beberapa warga yang memang ditemui Asta secara intensif selama riset, diajak bergantian dengannya untuk menjadi komentator. Di titik ini, Asta memasukkan metode monolog yang selama ini dilakoninya. Sebuah pertunjukan yang menyelami kerinduan warga akan sepak bola dan Bangsal, tempat masa lalu yang indah sebelum pariwisata merampasnya dari warga.

Ahmad Saleh Tabibuddin mengadakan pertemuan dengan para tokoh pemuda dan pegiat olahraga Kecamatan Pemenang di kantor Pasirputih, tanggal 15 Februari 2016. (Foto: arsip AKUMASSA).

Pertemuan-pertemuan yang terjadi antara Asta dengan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh-tokoh olahraga di Pemenang ternyata bukan sekadar sebuah peristiwa pewujudan Bangsal Cup, melainkan secara tidak langsung menunjukkan alur hierarkis warga dengan para pemangku kepentingan di kota kecil tepi pantai ini. Sebuah kota yang terbuka, menerima perbedaan serta minim konflik, namun memiliki budaya sungkan yang sangat tinggi. Sehingga urusan kebutuhan koordinasi dan kerja sama serta dukungan tidak mudah terwujud. Para pemuda enggan untuk meminta dukungan kepada perangkat desa jika bukan diinisiasi oleh seorang warga yang mereka segani. Karenanya, Asta menemui seorang warga Pemenang yang berprofesi wasit bersertifikat nasional, untuk mewakili mereka. Kemudian setelah si wasit profesional bersama Asta berinisiatif memfasilitasi pertemuan para pemuda, tokoh-tokoh olahraga Pemenang, dan berbagai elemen masyarakat lainnya, tersambunglah niatan bersama ini. Perangkat desa pun memberikan dukungannya, berbarengan dengan dukungan untuk Pesta Rakyat Bangsal Menggawe. Bahkan ada rapat koordinasi khusus yang dihajatkan oleh pejabat kabupaten yang meminta berbagai pihak, seperti kepolisian salah satunya, untuk membantu melancarkan terselenggaranya acara. Lalu Bangsal Cup masih harus menghadapi sentimen antardusun yang sepertinya selama ini sulit dipecahkan. Dilakukanlah pendekatan kepada tokoh pemuda jagoan, yang disegani dan menguasai kawasan Bangsal. Semua persoalan itu akhirnya teratasi. Mulai dari tim yang anggotanya terdiri dari pegawai kecamatan, tim yang berisi para pegawai sebuah cottage di Bangsal, tim yang terdiri dari para tukang perahu motor pariwisata antar-Gili, atau sering disebut boatman, tim para kusir cidomo (delman), hingga tim kerukunan beragama yang berisi perwakilan dari komunitas tiga agama di Pemenang (Islam, Hindu, dan Budha), dengan semangat mengejar piala Bangsal Cup.

Performans monolog Ahmad Saleh Tabibuddin bertajuk “Mensilaq Polong Renten” sebagai bagian dari proyek Bangsal Cup. Performans ini dilakukan tanggal 18 Februari 2016, sekaligus menjadi strategi publikasi dan sosialisasi tentang perhelatan Bangsal Cup pertama di Pemenang. (Foto: arsip AKUMASSA).

Pembukaan Bangsal Cup pertama tanggal 21 Februari 2016 di pantai Bangsal bagian timur. (Foto: arsip AKUMASSA).

Hariadi (baju kaos putih-hijau), salah seorang pekerja di Pelabuhan Bangsal, berperan menjadi komentator Bangsal Cup 2016. (Foto: arsip AKUMASSA).

Suasana pertandingan pertama di Bangsal Cup 2016. (Foto: arsip AKUMASSA).

Suasana pertandingan final Bangsal Cup tanggal 28 Februari 2016. (Foto: arsip AKUMASSA).

Maka Bangsal Cup berlangsung dengan meriah. Sungguh sebuah kemewahan bagi seluruh warga kota kecil, yang tidak dimiliki oleh warga kota-kota lainnya: menonton pertandingan sepak bola berlatar laut biru selama seminggu penuh, sambil bergolek di pasir dan menikmati hembusan angin pantai layaknya aktivitas keseharian sebuah kota kecil.

Ahmad Saleh Tabibuddin. (Foto: arsip AKUMASSA).

Asta, si aktor monolog, mendapatkan pengalaman berharga tentang proses berkarya secara kolaboratif yang selama ini dilakukannya bersama kelompok teater, dan kali ini bersama warga biasa seperti dirinya, dengan cara membebaskan estetika seni itu sendiri. Warga Pemenang pun bisa jadi mendapatkan pengalaman baru, bahwa salah satu unsur seni, yakni manajemen seni pertunjukan teater, bisa dijadikan metode manajerial untuk mencapai cita-cita kolektif.

About the author

Avatar

Otty Widasari

OTTY WIDASARI adalah seorang seniman, penulis, sutradara, dan kurator. Saat ini, ia menjabat sebagai Direktur Program Pendidikan dan Pemberdayaan Media (AKUMASSA) di Forum Lenteng.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.