Pemenang - Lombok Utara, NTB

Rumahku

Mule ngene nasib awaq (Memang sudah begini nasib saya)

Jari dengan saq endeq bedue (Jadi orang yang tidak punya apa-apa)

Due banden te ndeq naraq (Harta benda saya tidak punya)

Idup susah leq bon dunie nene (Hidup susah di atas dunia ini)

Rumahku yang terletak di Jalan Raya Pemenang, Lombok Utara

Rumahku yang terletak di Jalan Raya Pemenang, Lombok Utara

Petikan tembang Sasak Mutiara Band Lombok ini membuatku berpikir. Bukankah sebagai anak laki-laki, aku juga punya tanggung jawab bagi keluargaku? ‘Pengacara’ (Pengangguran Banyak Acara) menjadi sebuah gelar yang aku sandang saat ini. “Tapi akankah aku mati suri?” Sungguh sebuah pertanyaan konyol bagi pemuda Sasak, pikirku. Bukankah Peresian atau Semetian (budaya bertarung antar pria sebagai salah satu tradisi memperingati Maulid Nabi–Red) memiliki makna yang dalam bagi masyarakat Sasak, sebagai sikap gentle seorang pemuda Sasak dalam menghadapi pahit getirnya hidup dan kehidupan.

Selama aku tinggal di rumah bersama enam orang saudaraku, susah senang dan canda tawa sudah menjadi memori hidup yang tak bisa aku lupakan. Rumahku berukuran 7 x 5 meter yang begitu sederhana, bertempat dipinggir Jalan Raya Pemenang. Tempat yang strategis katanya, sehingga rumahku ini sempat menjadi salah satu pilihan lokasi sekretariat Komunitas Pasir Putih. Entahlah, apa yang menarik dari bangunan yang semua bahan-bahannya sudah merapuh termakan usia itu. Dinding-dinding kamar yang terbuat dara kayu papan juga telah termakan rayap. Bahkan gentengnya berjatuhan hampir setiap hari. Namun, aku dan keluarga tetap senang walau sesekali khawatir dengan keadaan rumah.

Salah satu ruangan di dalam rumahku

Salah satu ruangan di dalam rumahku

Dulu sebelum tinggal di rumah ini, Ayah, Ibu dan kakakku tinggal di kebun yang tak jauh dari rumah kami saat ini. Tempat itu kini penuh dengan  pohon kelapa dan pisang. Waktu itu, aku belum lahir ke dunia fana ini.

Apabila musim penghujan tiba, aku mulai merasa bingung dengan keadaan rumah sudah mulai rancau. Disana-sini air hujan berjatuhan menelusuri genten-genteng yang bocor. Ruangan-ruangan terisi dengan air, sampai-sampai aku dan ibu sesekali berteduh di rumah kakakku yang kebetulan masih dalam satu pekarangan. Dulu, ketika almarhum ayahku masih hidup, dialah yang selalu naik ke atap memperbaiki genteng-genteng yang bocor.

Sebagai anak laki-laki aku banyak belajar dari beliau sebagai bapak sekaligus suami yang baik. Beliau selalu bersemangat mengarahkan anak-anaknya agar menjadi manusia yang bermanfaat, khususnya dil ingkungan keluarga sendiri, terlebih bagi masyarakat.

Anehnya, walaupun keadaan rumahku seperti itu, semua teman-temanku tak segan-segan duduk bahkan menginap tanpa merasa malu bagaikan di rumah mereka sendiri. Mereka sering kali nongkrong di teras depan rumah, kebetulan ada tempat duduk, biasanya sambil memandang ke arah jalan raya yang penuh dengan lalu lalang kendaraan. Sesekali mereka iseng menggoda cewek-cewek yang lewat. Walaupun begitu, di sela kekacauankondisi rumahku, terdapat ruang tamu yang sekaligus menjadi ruang perpustakaan. TBM (Taman Bacaan Masyarakat) ini dulu didirikan oleh Gozali dan Ahyadi, adikku, yang diberi nama AL-IQRO’. Perpustakaan ini diperuntukkan bagi rekan-rekan remaja dan anak-anak, karena kurangnya literatur yang mereka miliki. Oleh karena itu, diharapkan keberadaan Taman Bacaan Masyarakat ini bisa membantu mereka dan meningkatkan minat membaca.

Ruang tamu yang sekaligus menjadi Taman Baca

Ruang tamu yang sekaligus menjadi Taman Bacaan Masyarakat

Biasanya setiap sore aku duduk bersama teman-teman sambil membaca buku-buku yang tersedia.  Buku-buku yang ada di perpustakaan ini banyak jenisnya, mulai dari masalah agama, kuliner, komputer, hukum, majalah bahkan sampai bidang politik dan sastra pun ada. Walau tidak selengkap perpustakaan-perpustakaan besar, tapi aku sendiri melihat serta merasakan betapa pentingnya arti perpustakaan bagi masyarakat.

Namun kini, karena adikku sudah bekerja di Lombok Timur sebagai Guru Olahraga di Madrasah Aliyah Negeri dan aku juga sedikit bantu-bantu bekerja di Warnet Subagan Com sambil tetap standby di sekretariat Komunitas Pasir Putih, maka TBM itu pun kami pindahkan ke sekretariat Pasir Putih sesuai dengan saran Gozali (Prabu), sang ketua. Semua ini kami lakukan juga untuk mendukung proses rekan-rekan partisipan dan observer Komunitas Pasir Putih.

Pernah suatu hari adikku berkata, “Tulung laun, epe foto-foto bale ni” (Tolong nanti kamu foto-foto rumah ini).

Aku heran, kenapa harus difoto, ada apa ya? Lalu aku bertanya kepadanya “A dik mele moto-moto bale ni Yat, arak apa ni?” (Kenapa kamu mau foto-foto rumah ini Yat, ada apa ini?).

Ia pun menjawab “Ooo… kute, tiang jaga merikek a bale niki” (Oh… begini, aku mau perbaiki rumah ini).

Salah satu ruangan rumahku yang akan mengalami perbaikan

Salah satu ruangan rumahku yang akan mengalami perbaikan

Jantungku berdetak kencang, tak ayal aku pun tertunduk mendengarnya antara sedih dan bahagia. Sedih karena sebagai seorang kakak aku belum bisa berbuat apa-apa untuk keluargaku. Tapi aku juga tidak bisa menyembunyikan perasaan senang mendengar rumah yang menyimpan sejuta memori ini akan diperbaiki. Semangatku pun makin membara untuk berusaha dan terus berusaha, dengan apa yang aku kerjakan sekarang di Warnet Subagan Com dan terlibat di Komunitas Pasir Putih semoga bisa memberikan semangat dan pencerahan. Akhirnya aku bergegas ke Subagan Com meminjam kamera dan mengambil gambar ke seluruh sudut-sudut rumahku, baik di dalam maupun di luar ruangan.

About the author

Avatar

Lalu Maldi

Dilahirkan di Pemenang, Lombok Utara pada tanggal 31 Desember 1979. Ia adalah seorang wirausaha yang aktif dalam kegiatan di komunitas lokalnya, Komunitas Pasir Putih. Selain itu ia juga ambil bagian dalam kegiatan pemantauan media lokal berbasis komunitas bersama Forum Lenteng.

4 Comments

  • Jika semangat itu masih tersisa dan mulai tumbuh kembang. Maka kini kami hanya melihat ada di sana. Kami senang dengan catatan sederhana ini. Semoga setelah semangat itu ada, akan muncul semangat mencipta. Tetapi sayang kami belum bisa mengikutinya karena akhir-akhir ini banyak cobaan yang menimpa. Kini kami berusaha menikmatinya sebagai soal-soal lama bagi komunitas yang tinggal di daerah.
    -salam-

    • ayo dong ke Lombok,tak tunggu looooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo………!

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.