Jurnal Kecamatan: Ciputat Kota: Tangerang Selatan Provinsi: Banten

Pool 510

Avatar
Written by Choiril Chodri

Ruang yang teramat sempit untuk bergerak, aktivitas rutin yang mungkin tak kenal waktu. Mungkin itulah gambaran sederhana ketika aku menaiki Koantas Bima 510 saat aku berangkat kuliah.  Kepadatan manusia dalam  suatu ruang ukuran kecil  selalu saja sama sehari-harinya. Bus ini jarang mengalami kecelakaan. Namun, aku merasakan betapa berdesak-desakannya di dalam bus ini, karena setiap armada bus beroperasi selalu dipenuhi penumpang.

Koantas Bima 510 yang sedang menunggu penumpang

Koantas Bima 510 yang sedang ngetem (menunggu penumpang).

Koantas Bima 510, salah satu minibus yang bisa dijumpai di Ciputat. Sesak dan penuh selalu menghiasi perjalan mini bus yang bertrayek Ciputat–Kampung Rambutan. Warnanya yang kuning sangat mudah dijumpai dan dikenali. Ada bus yang memiliki warna serupa dengan 510, yaitu 102 dengan trayek Ciputat – Tanah Abang. Sebagai alat transportasi, Koantas Bima 510 salah satu di antara bus-bus lain yang melewati transisi sebuah kota (Ciputat Tangsel–Jakarta). Jadi tak heran minibus ini selalu menjadi kejaran para penumpang setianya.

Pada mulanya, Koantas 510 memiliki rute perjalanan Cililitan–Ciputat, karena waktu itu belum dibangunnya terminal Kampung Rambutan. Setelah dibangun, rutenya  berpindah menjadi jurusan Ciputat-Kampung Rambutan. Menurut informasi yang aku dapat dari seorang kenek bus Koantas Bima 510, rute berpindah dari Cililitan-Ciputat menjadi Kampung Rambutan-Ciputat karena terminal Cililitan terlalu kecil. Bagaimana dengan Ciputat sendiri? Adakah terminal bus?

Terminal Bayangan

Di Ciputat, Koantas Bima 510 ini memiliki jalur perjalanan yang meliputi, Jalan Baru, Lampu Merah Pasar Rebo, Lebak Bulus, Pasar Jumat, Jalan Raya Ciputat dan berakhir di terminal bayangan Ciputat yang terletak di Roxy Mas Ciputat. Persis setelah melewati jembatan fly over,  510 berputar balik dan berhenti di satu kawasan yang menurut saya adalah bekas kawasan hunian. Di kawasan inilah Koantas Bima 510 menjadikan lahan ini sebagai pool-nya di Ciputat. Awalnya pool ini adalah lahan kosong dan banyak pepohonan liar, sehingga waktu itu untuk menunggu penumpang paling hanya cukup untuk satu mini bus. Sekitar tahun 1994 dibangunlah ruko-ruko yang cukup besar. Otomatis lahan di sekitarnya pun turut dibenahi. Kini yang tertinggal hanyalah semak-semak belukarnya yang terdapat di bagian belakang ruko.

Koantas Bima 510

Pool Koantas Bima 510.

Menurut penuturan Bang Muh yang merupakan petugas keamanan dari pool tersebut, lahan tersebut adalah milik dari seorang pengusaha. Bang Muh sendiri tidak mengetahui dengan jelas siapa namanya. Namun yang pasti pemilik lahan ini adalah pemilik Alfa Grup, papar Bang Muh. Untuk mengurusi lahannya pun, si pemilik telah mempercayakannya kepada seorang marinir.

Hingga sekarang tempat tersebut telah menjadi terminal bayangan dari Koantas Bima 510. Bahkan tidak hanya 510 saja tetapi juga beberapa angkutan kota lainnya seperti Dewi Sri, D01, D02, dan  Kowanbisata. Hal ini karena tidak tersedianya fasilitas terminal tetap dari Pemkot Tangsel (Tangerang Selatan) sendiri. Di terminal bayangan ini Koantas Bima memiliki peraturan tersendiri, Personek (Persatuan Sopir dan Kenek) 510 dan 509 menetapkan jam pemberangkatan 510 adalah per 10 menit, dalam artian Koantas Bima 510 berangkat dari terminal bayangan Ciputat menuju terminal Kampung Rambutan setiap 10 menit, bergantian dengan bus-bus lainnya. Menurut pemaparan timer 510, lahan yang digunakan sebagai lahan bayangan ini nantinya akan dijadikan terminal permanen untuk seluruh angkutan kota (angkot) yang berada di Ciputat. Menurut pemaparan dari seorang pedagang ketupat sayur yang  berjualan di depan TPS Pasar Ciputat, rencananya realisasi terminal yang akan dibangun di Ciputat memiliki rancangan yang meliputi pintu keluar pada terminal yang berada di depan Pasar Ciputat. Sehingga sebagian dari bangunan di sekitar pool seperti warung-warung kecil yang berdekatan dengan terminal bayangan Koantas Bima 510 tersebut akan digusur untuk memperlebar lahan yang akan dijadikan terminal permanen di Ciputat.

Selain

Di terminal bayangan ini juga terdapat beberapa angkot D 02, D01,  Dewi Sri, serta Kowanbisata.

Selain

Kowanbisata.

Koantas Bima 510 menurutku yang paling teratur dan tertib dalam mencari penumpang walaupun sopirnya tidur dan sudah waktunya jalan, sopir-sopir lain membangunkannya dan tidak mengambil jatah si sopir yang sedang tertidur tersebut. 510 dikoordinir oleh ketua Personek. Setiap hari para sopir dan kondektur menyisihkan penghasilannya yang dikoordinir oleh ketua Personek. Mereka harus menyisihkan penghasilannya sekitar Rp.10.000,-/ hari, dari hasil uang yang dikumpulkan setiap harinya. Uang itu digunakan untuk Tunjangan Hari Raya (THR), biaya istri melahirkan, membuat SIM dan tunjangan-tunjangan lainya. Misalnya, untuk tunjangan istri melahirkan, mereka mendapatkan biaya sebesar Rp.500.000,-/ orang.

510 dan bus lainnya seperti Kowanbisata 512, Dewi Sri serta angkutan kota (angkot) D02 ngetem (menunggu penumpang) di lahan tersebut dan menjadikan lahan sebagai terminal bayangan mereka, karena Ciputat belum mempunyai terminal, masih banyak aku lihat bus-bus lain ngetem di sembarang tempat seperti di pinggir jalan dan di depan Pasar Ciputat itu sendiri, padahal jalanan yang mereka pakai untuk parkir kendaraan sangat sempit dan menimbulkan kemacetan di sekitar jalan tersebut. Ciputat memang terkenal dengan kemacetan yang parah, terutama di sekitar Pasar Ciputat dan mungkin salah satu penyebabnya karena belum adanya terminal, sehingga bus-bus dan angkot ngetem sembarangan. Sikap kebersamaan yang kental menjadikan Personek sebagai keluarga baru mereka. Rasa kekeluargaan itu mereka tunjukan dengan banyak kepedulian-kepedulian antar sesama rekan seprofesi mereka. Personek adalah keluarga besar yang saling bahu-membahu dalam segala hal. Inilah hal-hal yang membuatku merasa tergerak untuk menulis tentang armada bus Koantas Bima 510, karena aku yakin tidak banyak hal seperti ini terjadi. Namun di Ciputat inilah yang terjadi dan aku melihat, bahkan merasakannya. Asal tempat tinggal atau perbedaan daerah, ras, dan suku yang berbeda-beda tidak lantas membuat mereka semua mementingkan diri sendiri dan individualis, tetapi dengan adanya segala perbedaan itulah mereka menjadi kumpulan manusia sosial yang saling bercengkrama membentuk suatu massa yang menyatu dengan massa-massa lainnya.

About the author

Avatar

Choiril Chodri

Pria kelahiran 1990 ini sedang menyelesaikan studinya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan aktif diberbagai komunitas, di antaranya Div. Produksi di Komunitas Djuanda, Div. Media di Masyarakat Peduli Karakter Bangsa dan Wakil Ketua di Ikatan Mahasiswa Purworejo Jakarta Raya (Imapurjaya). Selain di kampusnya, beberapa karyanya pernah dipamerkan di Jakarta 32 ruang rupa di Galeri Nasional Indonesia 2010 dan Pameran fotografi 484, Cikini dan pernah presentasi khusus video akumassa di Festival Film Dokumenter (FFD) Taman Budaya, Yogyakarta, 2010.

2 Comments

Tinggalkan Balasan ke eka X

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.