Jurnal Kecamatan: Rangkasbitung Kota/Kabupaten: Lebak Provinsi: Banten

Pertama Kali Menonton Video

Avatar
Written by Jaenudin "Dableng"
Cerita Bapakku, “Semenjak aku lahir di tahun 1974,  TVRI (Televisi Republik Indonesia) sudah tampak keberadaannya”. Saat itu TVRI adalah satu-satunya hiburan favorit di daerahku. Di rumahku terdapat televisi hitam putih 14 inci merk JVC, yang selalu menyala. Hampir setiap jam keluargaku nongkrong di depan televisi guna mencari-cari  informasi dan hiburan dari siaran televisi. Pikiranku belum terbuka waktu aku masih kecil,  sempat bertanya-tanya darimana sumber tayangan televisi itu sendiri, asa itu sempat aku bawa hingga beranjak dewasa. Barulah setelah Aku menjadi bagian dari kelompok Saidjah Forum,  pikiranku sedikit demi sedikit mulai terbuka. Dan ternyata sumber dari televisi tersebut adalah ” Video “.

Megaloman

Megaloman.

Kaset Betamax

Kaset Betamax.

Kejadiannya pada tahun 1985, waktu itu sistem video rumahan  masih menggunakan sistem kaset video Betamax yang beredar di kota Rangkasbitung. Sedangkan sistem kaset video Betamax dimulai kurang lebih delapan tahun lampau dari tahun itu. Di negara lain mungkin sistem kaset video Betamax sudah jarang terpakai lagi. Sembari bicara tentang video, terlintas kenangan masa lalu. Waktu itu aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Aku mendengar tentang kaset video berawal dari teman-teman sekolah yang pernah melihat dan menyaksikan film yang dihasilkan melalui kaset video Betamax milik tetangganya yang berkecukupan. Pada saat itu, kaset video merupakan barang yang mewah dan baru dengan harga selangit.  Mungkin hanya orang-orang mampu saja yang bisa memilikinya. Buktinya, tidak ada satupun penduduk di kampungku yang memiliki kaset video. Aku jadi penasaran bagaimana sih bentukan video itu?

Rumah pak Iskak tampak depan

Rumah Pak Iskak (tampak depan).

Sampai aku mendengar kabar dari temanku bahwa tetangga kampungku tepatnya di Kampung Sukarayat, di rumah pak Iskak ada pemutaran film melalui kaset video dan dibuka untuk umum terutama anak-anak.  Tapi syaratnya penonton dikenakan tiket masuk (kayak bioskop aza…). Tarif yang dikenakan relatif sangat murah saat itu, berkisar Rp. 50,- s/d  Rp. 100,- sangat jauh berbeda dengan tarif bioskop beneran sebesar Rp. 1.500,- saat itu. Jadi masih bisa terjangkau oleh anak-anak. Tempat pemutaran film video itu, di ruangan depan rumah pak Iskak yang sengaja dikosongkan. Tidak ada tempat duduk seperti bioskop biasa, penonton hanya duduk di lantai rumah.

Rasa penasaranku pun terjawab, aku bersama teman-teman langsung menuju tempat pemutaran film video itu. Kaget juga ternyata sudah banyak berkumpul anak-anak seusiaku, rupanya sedang menunggu pemutaran film yang di jadwal berdasarkan jam pemutarannya, yang diumumkan di depan rumah. Sepertinya pak Iskak menyesuaikan jadwal pemutaran dengan jam usai sekolah, agar tidak mengganggu kegiatan belajar. Faktanya, jadwal didominasi sore hari. Ada tiga jadwal pemutaran film yang tertera di pengumuman itu yaitu jam 9 pagi, jam 2 siang, dan jam 7 malam. Maksudnya supaya siswa sekolah yang bersekolah pagi atau siang bisa menonton di waktu yang disediakan. Biasanya jadwal film yang diputar selama satu hari. Judul filmnya sama, jadi kalau besok judul filmnya lain lagi.

Megaloman

Megaloman.

Hari itu, aku sudah tidak sabar ingin segera menyaksikan film dengan format video diputar, apalagi film yang akan diputar  adalah Megaloman, film favorit anak-anak di Rangkasbitung waktu itu. Sedangkan jadwal pemutaran jam dua siang.  Halaman rumah pak Iskak sudah dipenuhi anak-anak yang akan nonton. Setelah tiba waktunya pemutaran, pintu depan rumah yang terbuat dari kayu jati itupun di buka. Kami berdesakan masuk, saling sikut sana-sini  dengan anak-anak lain seusiaku. Tujuannya agar cepat masuk, dan mendapat tempat duduk paling depan. Di pintu masuk sudah menunggu anak pak Iskak, dan kadang ada pesuruh yang diberi tugas menjaga. Tugasnya meminta uang tiket pemutaran film video. Dengan susah payah, akhirnya aku bisa masuk.  Tetapi sayang seribu sayang, aku hanya kebagian tempat duduk pas di tengah-tengah. Posisi yang paling menjengkelkan karena pengap oleh anak-anak yang lain.

Suasana di ruangan itu panas sekali, pak Iskak hanya menyediakan kipas angin sebanyak satu buah di sudut ruangan. Otomatis tidak bisa banyak membantu rasa gerah yang tak terhingga. Keringat bercucuran sampai ke lobang (maaf) pantat mengalir ke betis dan menempel di lantai. Mungkin saking penuhnya penonton, hampir tidak ada tempat  lagi di ruangan sebesar 7 x 3 meter. Sebagian anak-anak ada yang buka baju, niatnya supaya tidak terlalu panas sekaligus untuk membasuh keringat sampai bajunya menjadi basah. Bisa dibayangkan, ruangan itu baunya seperti apa. Tapi itu semua tidak menyurutkan rasa penasaranku. Tercapailah pengalamanku menonton video pertama kali.

Pak Iskak didampingi cucu

Pak Iskak didampingi cucu.

Televisi  warna berukuran 21 inci dinyalakan. Dilanjutkan dengan kebisuan penonton dan celetukan yang membuat sedikit bising di telinga. Suasananya persis bioskop betulan. Aku sangat menikmati film serial Megaloman, walaupun gambarnya tidak terlalu jelas. Lumayan dibandingkan dengan jarak pandang pada posisi yang duduk paling belakang. Mungkin gambarnya terlihat kecil. Tapi semua penonton malah menikmati filmnya sampai habis.

Setelah peristiwa itu aku jadi kecanduan, bisa dibilang hampir tiap hari sepulang sekolah aku mampir ke tempat pak Iskak untuk nonton video. Kesuksesan pak Iskak membuat bioskop rumah, terkenal ke seluruh kampung yang ada di kota Rangkasbitung. Selang berapa lama bermunculanlah bioskop-bioskop pemutaran video rumahan yang baru hingga hampir tiap kampung terdapat bioskop video rumahan. Perkembangan bioskop rumahan mulai surut pada tahun 1989 sejak munculnya televisi swasta pertama RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia), yang menyajikan acara-acaramenarik tanpa harus keluar rumah untuk melihat film-film terbaru.  Stasiun swasta ini membuat bioskop video rumahan mulai sepi  peminatnya.

Kemajuan teknologi komputer di negara-negara lain memberikan dampak yang sangat positif di tanah air. Dimulai dengan munculnya VCD (Video Compact Disc) Player dengan kaset  berbentuk cakram digital atau biasa disebut CD (Compact Disc) yang sangat  praktis dan lebih modern. Sepengetahuanku VCD mulai mampir ke daerahku pada tahun 1996, walaupun pada kenyataannya perekam CD digital mulai diperkenalkan pasar Amerika antara tahun 1982/1983 (sumber: http://www.wikipedia.com).

Kolam ikan di halaman rumah pak Iskak

Kolam ikan di halaman rumah Pak Iskak.

Kehadiran VCD  dibarengi antusiasme masyarakat di daerahku yang mulai melirik VCD Player daripada sistem pemutar kaset video sebelum VCD. Penduduk kampungku pun sudah banyak yang memilikinya. Alasannya mungkin VCD selain lebih modern, harganya masih bisa terjangkau oleh masyarakat. Kaset lebih mudah didapatkan, dan telah tersebar di mana-mana (kaset CD bajakan juga banyak, lebih murah lagi …He..he ). Apabila kita bandingkan dengan kaset video Betamax, tentunya sangat jauh berbeda. Setahun kemudian muncul lagi televisi swasta SCTV (Surya Citra Televisi) dengan disusul oleh TPI (Televisi Pendidikan Indonesia), serta banyak lagi televisi swasta bermunculan hingga membuat bioskop yang ada di kotaku gulung tikar apalagi bioskop video rumahan seperti pak Iskak mungkin sudah tidak menarik lagi jika kini ada.

Dengan sengaja, aku dan Fuad mencoba menelusuri apa yang aku ingat tentang memori saat itu. Tujuannya adalah pergi ke kediaman pak Iskak dan berbicara banyak mengenai proses kepemilikan video waktu lampau. Setelah hujan reda, kami berangkat menuju Pasir Sukarayat. Lokasinya di samping stasiun kereta api tujuan Jakarta, sebelah selatan tepatnya. Sedikit ragu dan canggung ketika sampai di depan rumah, sudah banyak berubah kini. Pak Iskak terbaring lemas di ranjang bambu depan rumah menghadap kolam ikan yang masih tersisa. Di halaman rumah ada saung tempat berteduh dan memang sengaja dibuat untuk mengobrol pikirku. Seorang wanita muda duduk sambil asyik menggenggam handphone. Sepintas sedang asik ber-sms. Ketika kami sampai, dia terperanjat dan menghentikan aktivitas jari tangannya. Keluarlah perkataan basa-basi dari kedua belah pihak. Kamipun akhirnya tahu, bahwa dia si pemilik rumah bernama Rita (25). Aku dan Fuad menanyakan perihal tontonan video jaman dulu. Diapun mengiyakan bahwasanya kakeknya adalah si pemilik bioskop video rumahan pertama di Rangkasbitung. Kami Pun berbicara sedikit mengenai kejayaan kakeknya saat itu.

Dableng:  “Jaman dulu saat SD, aku sering menonton video di sini, apakah sekarang masih ada?”

Rita:  “Waduh… Lama sekali. Sepertinya sudah dijual oleh pamanku beberapa tahun yang lalu. sekarang sudah di ganti televisi baru.”

Fuad:  “Kamu tau televisi itu merknya apa?”

Rita:  “Emm… Enggak! Gimana yah.. Saat itu aku masih kelas dua SD. Ya.. Aku tau semuanya, karena dari dulu tinggal sampai sekarang di sini. Sekarang televisinya sudah diganti sama yang baru.”

Dableng:  “Apakah kami bisa bicara dengan Kakekmu?”

Rita: “Sepertinya sulit, Kakekku sudah tidak bisa mendengar, tetapi kalau mau memaksa ngajak ngobrol, silahkan aja. Tuh..! dia sedang rebahan di bangku.”

Fuad: “Apakah kami bisa melihat foto-foto televisi yang sudah di jual itu?”

Rita: “Fotonya dibawa bibi, di rumah ini sudah tidak ada. Maaf yah!! Saya dipanggil suami sebentar, ditinggal dulu yah.”

Setengah lari kecil, dia meninggalkan kami berdua. Kamipun saling pandang sesaat mendengar dia sudah punya suami dan pergi begitu cepat.

Seiring pergerakan teknologi yang semakin maju, ditandai munculnya penciptaan-penciptaan baru ke arah yang lebih canggih dan modern di bidang video, pada tahun 1996 Jepang mulai meluncurkan DVD (Digital Versatile Disc/Digital Video Disc) dengan format media penyimpanan berbentuk cakram optik yang populer, kegunaannya bisa untuk penyimpanan data ataupun video (sumber: http://www.wikipedia.org).

Suasana rumah Pak Iskak sekarang

Suasana rumah Pak Iskak sekarang.

Aku baru kenal dengan DVD dan pemutarnya pada tahun 2004.  Maklumlah, daerahku termasuk salah satu kota terpencil di tanah air,  jadi sangat  lambat dalam penerimaan hasil teknologi-teknologi modern. Penyebaran variasi DVD ke daerahku awalnya hanya dimiliki oleh kalangan-kalangan tertentu yang mengerti fungsi dari DVD, ditambah dengan harganya yang mahal sekali. Berkisar Rp. 500.000,- lebih. Saat itu, mayoritas warga di daerahku sebagian besar hanya mengenal DVD Player dan mengartikannya sama dengan VCD Player (dengan harga lebih murah) dalam konteks  penggunaannya.

Seiring waktu dengan merebaknya produk-produk elektronik buatan China dengan tawaran harga yang sangat ekonomis, sedikit demi sedikit aku mulai memahami dan mengerti kelebihan-kelebihan dari DVD dengan variasinya dibandingkan VCD, itu mulai terjadi pada tahun 2008 hingga sekarang.  Hidup dalam abad teknologi terkomputerisasi ini, sebagai orang biasa  yang tinggal di daerah terpencil,  aku merasa sangat jauh tertinggal. Pikiranku sedikit mulai terbuka dalam mengartikan video dengan segala penjabarannya kini berkat akumassa. Akhirnya dengan segala keterbatasan, aku mencoba belajar memaknai video dengan seluas-luasnya, di dalam hubungannya di masyarakat.

About the author

Avatar

Jaenudin "Dableng"

Zainudin "Dableng" adalah salah seorang anggota Saidjah Forum. Ia terlibat dalam kegiatan lokakarya AKUMASSA Lebak, dan juga dalam produksi film dokumenter panjang, berjudul Dongeng Rangkas (2011, disutradarai oleh Andang Kelana, Badrul “Rob” Munir, Fuad Fauji, Hafiz & Syaiful Anwar) yang diproduksi oleh Saidjah Forum dan Forum Lenteng.

20 Comments

  • wah…abis baca ini jadi inget masa kecil…dulu orang tua gw punya jg tuh video,dan tiap pulang sekolah abis ganti baju dan makan siang kita semua nonton film kungfu yang nama tokohnya ‘kwe cheng’,dll.gw lupa.tp kalo otty kayaknya inget deh siapa2 aja nama tokoh2 dlm film itu…sukses ya untuk akumassa lebak…makasih banget untuk tulisan ini,bikin gw mengingat masa kecil…

  • wah…abis baca ini jadi inget masa kecil…dulu orang tua gw punya jg tuh video,dan tiap pulang sekolah abis ganti baju dan makan siang kita semua nonton film kungfu yang nama tokohnya ‘kwe cheng’,dll.gw lupa.tp kalo otty kayaknya inget deh siapa2 aja nama tokoh2 dlm film itu…sukses ya untuk akumassa lebak…makasih banget untuk tulisan ini,bikin gw mengingat masa kecil…

  • dableng yang cemerlang, tulisan ini bagus dan memberikan kontribusi besar terhadap bacaan kawan2 forum lenteng dalam projec riset videobase. memang kenangan masa lalu tentang video di kita sering terabaikan. padahal, kenangan ini yang membentuk kita saat ini. videobase mencoba membaca ini. bagaimana pengaruh “kultur” video di kita yang membentuk “kenangan-kenangan” kita saat ini. gw sendiri pernah sangat tergila-gila menonton video silat cina di tempat tetangga dengan membayar Rp 50,-. Bayangan gw tentang tontonan saat itu adalah mimpi-mimpi tentang heroik gaya cina. yang paling gw ingat adalah film Pendekar Ulat Sutra…yang serialnya panjang banget.
    Sekali lagi…gw berterimakasih…mari kita menuliskan lagi kenangan-kenangan kita.
    salam
    Hafiz

  • uda..
    wak ado jo kenangan sakatek da..
    hehehe..

    Klo nggak salah skitar tahun 99, wkt itu gw msh kls 6 SD.
    Gini ceritanya, tiap malam minggu sebelah rumah gw, namanya Heru. Gw manggilnya Da Eru..
    Saat itu dy msh bujang n tinggal sendiri. Ngajak pemuda dikomp.rumah gw untuk nonton film bareng di depan rumahnya. Orangtuanya lumayan berduit, jd peralatan nontonnya lengkap, ada tv, lespekernya 4, dan dibawah rak tv nya ada 5 buah alat yg tersusun, karena gw msh SD jd g tau apa itu. Cuman yg gw ingat ni.. kasetnya kayak kaset cd tp besar, warnanya hitam n g ada gambarnya. Film nya lebih banyak film barat, tp teks bahasa indonesia ada. Jd gw bisa ngerti lah dikit2 cerita nya, secara gitu gw dh SD dan dah bisa baca tulis,heheehehe….
    tapi sekarang gw nggak pernah nonton pke kaset itu lagi, sedangkan da Eru jg udah nikah yang tinggal dsana sekarang orangtuanya jd jarang ketemu dan gw g tau apa dy msh punya itu or udah rusak or udah dijualnya. Tapi dikampus gw msh ngeliat kaset itu tersusun rapi di pustaka dan nggak pernah diputar. Pernah si gw mintak putar sama ibuk yg dipustaka bagian nonton menonton,hehehehe.. Tapi katanya alat untuk mutarnya nggak ada lagi, udah rusak.
    Sayang banget ya..padahal kata ibuk itu film nya bagus-bagus.

  • sesuatu yang sebelumnya di anggap sepele ternyata bermakna besar.
    mudah-mudahan dableng selalu bergairah dalam menulis maupun meriset

  • dulu gw inget wktu sd.. gw juga sering nonton video begituan,MEGALOMAN FIRE (si ranbut nenek) gw nyebut gtu,karena rambutnya mirip kaya manisan yg di jual abang kloneng-kloneng.. tu film gw tamatin ampe yg ke sembilan,berikutnya ada ZAMBOGAR,GOGLE FIVE,GABAN,VOLTUS juga ude gw tamatin…
    klo video lokalnya yg gw inget n gw tonton SAUR SEPUH,GUNDERUWO,ma film2nya SUSANA tapi yg film2 bertema horornya,yang paling favorit gw judulnya MALEM JUMAT KLIWON,asli merinding gw nontonnya… tapi yg paling gw inget pas yg film GUNDERUWO,ada adegan yg gw inget sampe sekarang tu.. ceritanya ada org yg tdr di dalam musolah.. pas tidur die di pindahin ke dalam beduk,gw lp sapa yg mindahin pokony sebangsa jin gtu deh n die kebangun pas ada org yg mukul beduk subuh… hahaha gokil ya.. tau ga,abis nonton pelem itu gw jd takut klo tdr di musola deket rmh gw,takut dipindahin jin juga. hahaha..

  • wahh gw juga ingat wktu itu gw duduk di bangku sekolah dasar gw disuruh ngaji dari rumah tapi jalanya bukan ke mesjid malaham kerumah teman gw buat nonton filem ksatria baja hitam RX
    gw bela-belain boong deh buat nonton gituan…
    hehehe….

    mantap tulisan nya gw jadi ingat dulunya gw…
    🙂

  • blank..
    pada wkt itu, di putar ga film selera bobyy ?
    patung anak kecil yang lg pipis masih ada ga ?
    salam ma pak iskak ya….!!!

  • itu megaloman sodaranya ultraman bukan?

    kok mirip?
    tapi megaloman ada rambutnya sedangkan ultraman tidAK,

  • mbah blenk….
    rental vcd nya (dablenk rental) kok ga di muat dalam tulisannya, padahal itu salah satu perjalan sejarah juga lho,,,

  • liat tulisan ni gw jadi ingat masa kecil gw dulu.

    tetap semangat yaa dableng!!!

    semoga banyak menciptakan tulian- tulisan yang CANGGIH & DASHAT…

    cccaaayyyooo
    😛

  • innalillahi wainnalillahi rojiun…..
    pak iskak yang punya bioskop rumahan dimana dablenk pertama kali nonton video telah meninggal dunia kemarin hari sabtu…
    tulisan lu benk bisa menjadi sebuah kenangan untuk mengenang pak iskak dimana gue pun pernah nonton disana waktu kecil dulu.
    semoga kita bisa mengabadikan semua kenangan bersejarah disekeliling kita sebelum pelaku sejarahnya meninggal…
    salam

  • innalillahi….
    oak iskak jadi salah satu kepingan cerita massa yang kita bingkai, ya, kawan2… semoga jurnal berguna untuk massa.

  • pertama-tama innalillahi jg dl…

    kedua…video yg g tonton pertama kali Ghost..pake VHS kalo ga salah..ahh ingetan g buruk ni…truz ntn laser disc rame2 drmh temen g yang punya pas wkt itu..filmnya Brandon Le..lupa jg judulnya…huh..

    tapi seru tu pas ntn dr laser disc rame2 drmh tmn g yg anaknya pak RT..g sampe bengong gt ntnnya dgn audio yg menggelegar..norak-norak gmn gituuu…hahaha..mantabbb

    sekian

  • INGAT masa baheula dulu saya juga sering nonton video disana , saya tinggal sama mbah dekat sd sunan giri….

Tinggalkan Balasan ke Udin X

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.