Padangpanjang, Sumatera Barat

Pengalaman Pertama bersama Mak Uniang

Ketika duduk di bangku Sekolah Dasar, aku sering naik Mak Uniang—kereta api yang membawa batu bara dari Sawahlunto Sijujuang ke Padang. Kereta api pengangkut barang ini telah beroperasi sejak jaman Belanda. Stasiun Padangpanjang dulunya adalah tempat persinggahan kereta dari Bukittinggi, Payakumbuh, Padang dan Sawahlunto.

petama-duduk-ritual-naik
Mak Uniang dan Roni

Pengalaman pertamaku naik kereta api ini adalah bersama empat kawan dekatku, Andi, Robi, Taufik (biasa dipanggil Topit) dan Rudi (dipanggil turiak karena ditelinganya sering keluar nanah), aku diajak bertualang dengan kereta Mak Uniang. Sebelum naik kereta, biasanya di hari Jumat jam satu siang, aku dan kawan-kawan ke pasar dulu. Di sana kami mencari bekal untuk konsumsi di atas kereta. Untuk bekal ini kami mendapatkannya dengan mengutil atau nyolong buah-buahan dan beberapa jenis kue. Tentu harus cukup untuk lima orang.

Setelah makanan terkumpul, kami bersiap-siap untuk berangkat ke Ombilin daerah tujuan Mak Uniang waktu itu. Dan ini adalah kesempatan pertamaku bertualang dengan kawan-kawan dekatku. Ritual bagi orang yang pertama kali naik kereta tua seperti aku adalah harus duduk bersila dan tidak boleh berdiri. Ini berlaku saat menuju ke stasiun Batu Taba. Sedangkan untuk perjalanan pulang, diperbolehkan berdiri dan pindah ke gerbong lain. Itulah aturan atau ritual yang harus aku lakukan menurut kawan-kawanku.

pertama-lagi-pindah-pindah
Mak Uniang dan Roni

Mak Uniang mulai bergerak meninggalkan stasiun Padangpanjang. Petualangan pertama naik kereta api dengan kawan-kawan ini tidak terlupakan. Di sepanjang perjalanan, aku melihat pemandangan sawah berjenjang, jalan raya, dan membirunya danau Singkarak  yang dikelilingi bukit-bukit menghijau. Sesampainya di stasiun Batu Taba, aku dan kawan-kawan langsung menuju danau Singkarak. Kami bermain, mandi dan berenang sambil menunggu kereta pulang menuju Padangpanjang. Dari tempat ini kami bisa melihat kedatangan kereta dari Sawahlunto yang membawa batu bara.

Kereta dari Padangpanjang menuju Singkarak hanya membawa gerbong kosong tanpa muatan batu bara. Sedangkan dari Singkarak menuju Padangpanjang, gerbongnya berisi penuh dengan batu bara. Dari Padangpanjang terus ke Kayutanam dan Teluk Bayur. Perhentian terakhirnya di Teluk Bayur dekat pabrik semen, PT. Semen Padang. Sepengetahuanku, persinggahan Mak Uniang dengan gerbong batu baranya, hanya berhenti di tiga tempat yaitu; Padangpanjang, Kayutanam dan Batu Taba.

Kembali ke cerita dengan kawan-kawanku. Ketika kami sedang asik main berenang di sejuknya air danau Singkarak, dari kejauhan terdengarlah suara klakson Mak Uniang yang menandakan kereta api sudah sampai di stasiun Batu Taba. Kami langsung bergegas keluar dari air dan mengambil pakaian. Tak sempat berpakaian di tempat. Sambil berlari kami memakai celana dan baju. Semua takut ketinggalan kereta yang menuju Padangpanjang. Robi dan Turiak sempat terjatuh saat memasang celana.

pertama-mak-uniang
Lokomotif Mak Uniang

Jarak dari danau Singkarak ke stasiun Batu Taba kira-kira setengah kilometer lebih. Kami beruntung, karena sesampai di stasiun ternyata belum berangkat. Ada beberapa pengecekan mesin, seperti yang kami lihat di sana. Sambil menunggu keberangkatan Mak Uniang, kami didatangi oleh tiga orang pemuda kampung di sekitar stasiun Batu Taba. Dengan wajah dingin, mereka menghampiri kami. Mereka bertanya “anak maa ang?” (kamu anak mana?). Wajah mereka yang sepertinya bersahabat, sekejap berubah menjadi sangar. Dengan gugup Andi menjawab “anak  Padangpanjang bang!”. Kemudian pemuda tadi melihat Topit sambil menunjuk ke arahnya dan berkata “waa ‘ang?” (kalau kamu dari mana?). Dijawab “dari Pitalah, bang”. Tanpa tanda-tanda atau peringatan, salah seorang pemuda tadi memukul Andi. Mereka memalak kami berlima. Setelah mendapatkan uang sekitar Rp.3.000,- yang pada waktu itu sangat bernilai, mereka pergi begitu saja. Dengan wajah murung kami berlima meninggalkan stasiun Batu Taba.

Dalam perjalanan pulang menuju Padangpanjang, Topit bercerita kenapa Andi bisa dipukul oleh pemuda yang di stasiun tadi. Dahulu, ada perseteruan antara anak-anak muda di stasiun Padangpanjang dengan anak-anak muda stasiun Batu Taba. Pada kejadian itu anak-anak muda Padangpanjang mengeroyok salah satu anak muda dari Batu Taba. Andi mengaku dari Padangpanjang, makanya ia jadi sasaran pembalasan dengan pukulan itu. “Inyo taunyo anak Padangpanjang, indak tau nyo sia urangnyo kan? De itu wa ‘ang di tinjunyo!” (Mereka tahunya anak Padangpanjang, tidak penting siapa orangnya, ya kan? Makanya kamu dipukul!), kata Topit. “Ba’a kok ndak aden yang di tinjunyo?” (kenapa aku tidak dipukul?). Karena Topit mengaku berasal dari Pitalah yang tidak terlibat konflik dengan mereka.

Dari stasiun Batu Taba ke Padangpanjang itu kami mendengarkan cerita Topit. Sampai di Padangpanjang, kami langsung pulang ke rumah masing-masing dengan wajah yang muram.

Inilah pengalamanku ketika pertama kali naik kereta api Mak Uniang. Aku dibodohi oleh keempat kawanku tentang ritual dan aturan naik kereta api. Ini aku sadari setelah pengalaman pertamaku itu dan kemudian sering naik kereta Mak Uniang sesudahnya. Dan peristiwa pemalakan di stasiun Batu Taba itu oleh tiga pemuda kampung itu, pertama kali terjadi dalam hidupku dan membekas sampai sekarang.

Kini, aku senang menulis cerita masa lalu itu. Dengan tulisan ini, aku teringat pada kawan-kawan lamaku. Andi entah dimana rimbanya. Si Topit dan Robi bekerja di bengkel las (ketok magic). Sedangkan Rudi telah beristri. Aku sendiri sedang dalam proses mencari tujuan hidup yang cocok menurut pribadiku.


About the author

Avatar

Roni Febriandi

Roni yang lebih senang dipanggil Pak Kos sama anak-anak Sarueh ini merupakan mahasiswa jurusan karawitan angkatan 2006. Aktif di UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Menwa, ia sangat bersahabat dengan anak-anak Sarueh. Dipanggil Pak Kos karena base camp Sarueh sebelumnya hanya didiami olehnya sendiri, menjaga rumah keluarga besar. Karena satu atap dengan Sarueh, Pak Kos menjadi tertarik dengan teknologi komunikasi visual yang diusung oleh Sarueh.

8 Comments

Tinggalkan Balasan ke linda sarueh X

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.