Jurnal Kecamatan: Beji Kota: Depok Provinsi: Jawa Barat

Pemutaran Video akumassa dan Diskusi Bersama Lensa Massa

Suburbia dan Lensa Massa foto bersama
Avatar
Written by Manshur Zikri
Kali ini, video akumassa Depok kembali diputar dan dipresentasikan di hadapan publik, tepatnya di hadapan mahasiswa Universitas Indonesia, Senin, 20 Februari 2012. Acara ini digelar di ruang 4101 gedung IV, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI). Kegiatan pemutaran, yang terselenggara berkat kerjasama antara Komunitas Lensa Massa dan Komunitas Suburbia ini, menampilkan enam video karya akumassa Depok, di antaranya, Banjir Tanpa Libur, Suara Depok, Blora di Ujung Depok, KPP dan Terminal Belajar. Acara pemutaran dimulai sejak pukul empat sore. Meskipun langit menurunkan hujan, tiga per empat ruangan sudah terisi sejak awal acara. Lampu dimatikan, tombol play ditekan, video pun diputar. Para hadirin menyaksikan semua video yang ditampilkan dengan khidmat dengan sesekali suara tawa terdengar.

Suburbia dan Lensa Massa serta bebera mahasiswa lainnya foto bersama.

Pemutaran video akumassa Depok bersama Lensa Massa.

Para penonton sedang menyaksikan video Terminal Belajar

***

Sedikit menilai jalannya pemutaran, jujur saja, kegiatan yang berlangsung hari itu belum berjalan dengan sempurna. Dari segi teknis, terlihat kurang adanya kesiapan dari penyelenggara, baik itu Komunitas Lensa Massa maupun dari Komunitas Suburbia. Salah satunya ialah kesiapan audio yang kurang memadai. Selama pemutaran berlangsung, suara kresek-kresek dan dengung melengking yang berasal dari microphone yang didekatkan ke speaker laptop menjadi penyebab ketidaknyamanan dalam menonton. Jelas, ketidaksiapan ini menjadi kritik bagi kami penyelenggara acara pemutaran. Semoga hal seperti itu tidak terulang lagi di kegiatan pemutaran berikutnya.

Satu setengah jam sudah berlalu. Lampu kembali dinyalakan, dan sesi diskusi pun dimulai. “Ayo, buat yang terlibat di balik layar silahkan maju ke depan,” salah satu anggota Lensa Massa berseru, mempersilahkan para pembuat video, yang merupakan anggota Komunitas Suburbia, maju ke depan ruangan untuk mempresentasikan secara lebih jauh terkait dengan proses pembuatan video akumassa Depok dan pembahasan isu-isu yang ada di dalam karya tersebut.

Aku, Lulus, Ageung, Barjow dan Jayu pun maju satu per satu untuk memperkenalkan diri. Awalnya, aku merasa canggung berada di hadapan mahasiswa dan mahasiswi UI, namun setelah aku memperkenalkan namaku dan menceritakan sedikit tentang latar belakangku, perasaan itu pun segera sirna.

Dari kiri: Ageung, Zikri, Barjow dan Lulus

Berbagai macam pertanyaan timbul dari para calon sarjana itu, seperti bagaimana cerita di balik layar, bagaimana cara memilih isu hingga pertanyaan-pertanyaan seputar konsep tentang akumassa itu sendiri. Menariknya, ada sebuah pertanyaan yang cukup kritis, menurutku. Salah seorang penanya memperkenalkan dirinya bernama Batara, barasal dari Komunitas FIKTIF—komunitas yang juga giat dalam kegiatan diskusi dan produksi filem di kalangan mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI. Ia meminta penjelasan tentang video yang berjudul Suara Depok. “Pada video Suara Depok, kalian dibayar berapa sama iklan? Maaf, karena saya melihat begitu banyak iklan filem di video itu.”

Pertanyaan itu dengan sigap dijawab oleh anggota Suburbia secara bergantian. “Jujur saja, kami tidak dibayar sama sekali, dan kami memang tidak ada berniat untuk mempromosikan studio yang menjadi lokasi di mana isu itu muncul,” aku mencoba menjelaskan. “akan tetapi, di dalam video Suara Depok, kami menangkap dan menyajikan visual dari masyarakat apa adanya. Ketika kita berjalan di Jalan Margonda, dan mendengar suara radio yang sangat kencang, kemudian melihat ke arah sumber suara, visual itu lah yang kita lihat. Dengan kata lain, dalam video ini kami menghadirkan hasil pandangan dari mata massa itu sendiri sesuai jalur sirkulasinya.”

Diskusi berlangsung selama lebih kurang tiga puluh menit. Keseluruhan acara itu berakhir sekitar pukul enam sore. Sebenarnya, masih banyak pertanyaan dari teman-teman mahasiswa yang hadir. Namun, karena sepertinya sudah ada sinyal dari petugas, yaitu hidup-matinya lampu ruangan, maka kegiatan tersebut, dengan berat hati, mau tidak mau harus ditutup. Satu per satu orang-orang pun meninggalkan ruangan.

Kegiatan itu menjadi pengalaman tersendiri bagi Komunitas Suburbia. Rencananya, Komunitas Suburbia akan terus melanjutkan jaringan pertemanan dengan Komunitas Lensa Massa ini dalam bentuk pengerjaan semacam proyek bersama untuk memproduksi karya video atau filem. Aku berharap, semoga rencana ini dapat terwujud.

About the author

Avatar

Manshur Zikri

Lulusan Departemen Kriminologi, FISIP, Universitas Indonesia. Anggota Forum Lenteng, pelaksana Program akumassa. Dia juga aktif sebagai sebagai kritikus film di Jurnal Footage, dan sebagai Kurator di ARKIPEL - Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival.

6 Comments

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.