Jurnal Kecamatan: Ciputat Kota: Tangerang Selatan Provinsi: Banten

PEMIRA UIN Syarif Hidayatullah

Proses penghitungan suara
Bulan Maret hingga Mei 2010 adalah bulan yang disibukkan oleh penyelenggaraan pesta demokrasi di kampus UIN Syarif Hidayatullah. Gegap gempita pesta demokrasi di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun ini memasuki usia yang ke 11 tahun penyelenggaraannya.

Kampanye salah satu partai peserta PEMIRA

Kampanye salah satu partai peserta Pemilihan Umum Raya Kampus (PEMIRA).

Peristiwa Reformasi Mei 1998 turut andil dalam pembentukan sistem demokrasi di kampus UIN Syarif Hidayatullah yang sebelumnya menganut sistem Senat Mahasiswa. sistem pengganti senat itu disebut sistem Student Government (SG)  atau pemerintahan mahasiswa. Periode-periode awal sistem SG yang dimanifestasikan ke dalam Pemilihan Umum Raya Kampus atau disebut dengan PEMIRA sebagai representasi sistem Student Government yang berdaulat, mahasiswa mempunyai kedaulatan politiknya di kampus. Sejarah gerakan mahasiswa Indonesia begitu panjang untuk aku ceritakan di sini, aku ingin menjelaskan sedikit yang berhubungan dengan keadaan perpolitikan di kampusku, ya, kalau kita ingat sejak peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) 1974 terjadi kerusuhan massal anti Jepang dengan membakar mobil-mobil Jepang dan yang memulai gerakan ini adalah mahasiswa, kemudian peristiwa di tahun 1978 mahasiswa berdemonstrasi besar-besaran sehingga pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan SK penerapan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK) yang meminimalisir kehidupan perpolitikan mahasiswa di kampus dengan kebijakan tersebut kampus bukanlah arena wacana politik melainkan tempat pendidikan dan penelitian sehingga di zaman orde baru kita mengenali apa yang disebut sebagai wawasan almamater dan ada beberapa kampus yang saya lihat masih menancapkan plang wawasan almamater seperti di kampus IKJ (Institut Kesenian Jakarta).

Bagi aktivis mahasiswa di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sistem SG adalah keniscayaan sejarah karena tumbangnya rezim orde baru yang melahirkan reformasi adalah bagian dari perjuangan mahasiswa dalam mengawal perubahan. “Siapapun yang ingin membubarkan sistem ini (SG) kita siap mempertahankannya sampai titik darah penghabisan”, begitulah salah satu pernyataan salah satu mahasiswa dalam forum debat Capres yang dihadiri ratusan mahasiswa UIN Jakarta. Di lingkungan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta budaya politik yang dibangun berdasarkan sentimen ideologis.

Bilik Suara PEMIRA UIN

Bilik Suara PEMIRA UIN.

Aku yang sudah lumayan lama kuliah di kampus UIN Jakarta melihat fenomena PEMIRA sebagai sesuatu yang unik dan mungkin tidak dapat ditemui di kampus lain, di sini aura politiknya kental sekali. Masing-masing organisasi ekstra saling berlomba-lomba mendapatkan kader yang banyak melalui perekrutan anggota baru, apalagi menjelang PEMIRA masing-masing organisasi ekstra saling berkompetisi merebut ‘pasar’ potensial mahasiswa. Bagiku tujuannya sudah jelas setiap mahasiswa yang direkrut menjadi anggota baru organisasi ekstra adalah amunisi yang melimpah untuk siap bertempur dalam PEMIRA. Jumlah massa begitu penting artinya untuk menunjukkan harga diri dan kepercayaan diri karena banyaknya massa akan memperkuat mereka. Ya, aku melihat ini betapa heroik dan emosionalnya ketika massa berkerumun menggelorakan api perjuangan, massa dalam kapasitasnya dijadikan api pembakar ideologis, jadi dalam suasana seperti itu psikologi massa akan melebur menjadi satu, itulah letak kekuatannya. Aku yang mengamati fenomena itu benar-benar menyaksikan suasana psikologi massa yang larut dan lebur.

Kampanye salah satu partai peserta PEMIRA UIN

Kampanye salah satu partai peserta PEMIRA UIN.

Psikologi massa seperti itulah yang aku saksikan bersama teman-teman ketika meliput PEMIRA. Kami merekam dan memotretnya sebagai bagian dari dokumentasi sejarah kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Segala intrik, friksi dan provokasi-provokasi ditambah dengan atribut-atribut parpol berikut komentar-komentar mahasiswa turut terekam dan terpotret oleh anak-anak Komunitas Djuanda. Ironisnya yang merekam fenomena akbar ini begitu sedikit, terutama yang merekam menggunakan kamera video. Memang ada beberapa mahasiswa yang merekam menggunakan kamera video tapi tidak secara komprehensif dalam merekamnya.

Renal Rinoza Katuri

___

Berbagai Cerita Saat Meliput PEMIRA

“Inilah pesta demokrasi bagi kami para mahasiswa…!”

Capres partai Parma sedang memberikan orasinya.

Sebuah seruan menggelegar di seluruh ruang hingga sudut kampus UIN Syarif Hidayatullah. Kini kedua kalinya aku melihat sebuah realitas politik di kampusku yang sangat mirip dengan sistem parlementer Negara kita. Spanduk-spanduk besar, baliho, poster, pamflet yang memperlihatkan wajah-wajah kandidat tersebar di seluruh area kampus hingga sebuah gang kecil bernama Pesanggrahan yang berada di samping kampus menjadi lahan kampanye PEMIRA.

Para aktivis kampus yang notabenenya adalah anggota BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) kembali memperebutkan kursi pemerintahan kampus. UIN Syarif Hidayatullah yang memiliki enam partai besar seperti Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) yang didirikan oleh HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) yang mendirikan Partai Persatuan Mahasiswa (PPM), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) yang mendirikan Partai Progressive, KAMMI/LDK (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) yang mendirikan Partai Intelektual Muslim (PIM) dan KM UIN (Komunitas Mahasiswa) Jakarta yang dahulu bernama FORKOT (Forum Kota) penggerak aksi demonstrasi mahasiswa mendirikan Partai Boenga.

Para kandidat Presiden & Wakil Presiden BEM UIN

Para kandidat Presiden & Wakil Presiden BEM UIN.

PEMIRA kali ini adalah kesempatan pertama bagiku untuk memilih mereka-mereka yang nama dan wajahnya terpampang di berbagai area kampus, karena PEMIRA hanya diperuntukkan bagi mahasiswa semester empat hingga semester empat belas (semester di mana seharusnya para mahasiswa sudah menyelesaikan studi).

Masa pemilihan dibagi menjadi dua, Legislatif dan Eksekutif. Dalam pemilihan Legislatif mahasiswa diminta untuk memilih DPMJ (Dewan Perwakilan Mahasiswa Jurusan), DPMF (Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas) dan DPMU (Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas) dari ke enam partai tersebut. Sekelumit cerita dariku sebelum masa pemilihan legislatif dan eksekutif berlangsung, setiap malam hari aku sering kali mendapatkan SMS gelap yang menjatuhkan partai lain. Contohnya sebuah pesan singkat ini,

“Salam reformasi!! kawan-kawan mahasiswa tentunya sudah tahu siapa yang layak menjadi pemimpin kampus kita ini. Jangan sembarang pilih kawan-kawan!! Siapa itu Isbat? Kuliah jarang masuk, baju ngga pernah rapi, ngga pernah ngerjain tugas. Siapa itu Nafiz? Sama aja kuliah jarang masuk”.

Sebegitu berharganya tahta kekuasaan politik hingga SMS seperti ini sering kali kuterima, sebuah black campaign pikirku. Setelah ditelusuri nama-nama yang ada dalam SMS, itu adalah Capres dan Cawapres dari Partai Persatuan Mahasiswa (PPM). Terlihat sedikit santai, PPM yang tahu tentang tersebarnya SMS gelap itu ke beberapa mahasiswa FIDKOM (Fakultas Ilmu Dakwah dan komunikasi) membalas dengan sebuah pesan singkat berisi

“Untuk perubahan yang lebih baik, hari Kamis pilih yang Jitu.. No.1 PPM”.

Dan Partai Reformasi Mahasiswa (Parma) kembali membalas

“Jurnalistik satu suara, demi kepentingan kita semua. Ayo..satukan suara, pilih Ncex (BEMJ), Sabir (BEMF) dan Otoy (BEMU), kita melangkah maju bersama… dengan pemikiran-pemikiran bersama, setuju? Bales..!! (bhotel), tolong sebarkan ke yang lain ya minimal 5 atau 10 mahasiswa”.

Partai PARMA dan PPM memang dikenal sebagai partai yang selalu bersitegang, itulah SMS-SMS aneh yang sering kuterima setelah lewat jam 12 malam dan masih banyak SMS nyeleneh lainnya dari berbagai partai. Belum lagi kampanye melalui jejaring sosial facebook yang merajalela di seluruh mahasiswa. Ini menunjukan sedang zamannya manusia addicted dengan facebook dan memanfaatkannya sebagai alternatif yang sangat berpengaruh sebagai media persuasif terhadap publik.

Berbagai hiasan dekoratif selama kampanye berlangsung

Berbagai hiasan dekoratif selama kampanye berlangsung

Cerita lainnya adalah bagaimana aku dan teman-teman Komunitas Djuanda merekam. Jauh-jauh hari sebelum PEMIRA ini berlangsung, peliputan tentang PEMIRA kampus sudah masuk ke dalam agenda kerja kami, dan inilah saatnya, meliput dan merekam PEMIRA mulai dari masa kampanye, pemilihan hingga penghitungan suara.

Saat meliput kampanye tidak ditemukan hambatan, beda halnya saat merekam massa pemilihan, di sinilah masalah-masalah berdatangan, rupanya KPU sangat mewaspadai media intra maupun ekstra kampus yang meliput momen ini dengan dalil KPU secara khusus menyediakan web khusus PEMIRA (www.kpuuinjkt.org) bagi yang ingin mengakses berita seputar PEMIRA UIN.

Proses penghitungan suara

Proses penghitungan suara.

Aku yang merekam momen pemilihan di fakultas FIDKOM sempat dihampiri oleh seorang panitia yang meminta agar hasil liputanku tidak disebarluaskan sebelum pihak KPU melihatnya, rasa ingin tertawa mendengar ucapan panitia pelaksana itu tidak dapat kutahan, begitu takutnya mereka dengan pemberitaan media terhadap citra mereka yang sebenarnya memang mengusung arogansi terhadap kekuasaan. Pada saat pemilihan berlangsung terjadinya chaos (kekacauan) sudah diprediksi oleh Komunitas Djuanda melihat pengalaman PEMIRA sebelumnya. Aku bersama teman-teman Djuanda yang merekam masa pemilihan ini mendapatkan hujaman dan ancaman dari salah satu partai untuk tidak merekam kekacauan, kericuhan, dan sorak-sorai keributan antar partai.

Kerusuhan tak dapat dihindari lagi

Kerusuhan antarmassa pendukung partai.

Seperti yang sudah, bentrok antar partai terjadi di PEMIRA tahun ini. Keributan terbesar terjadi Sabtu. Jelang sore hari berdatanganlah massa dari PARMA yang menuntut penghitungan suara untuk Fakultas Ushuluddin ditunda karena sebelumnya KPU atas Surat Keputusa (SK) dari MPU mendiskualifikasi suara PARMA di dua Fakultas, Tarbiyah (Keguruan) Non Reguler dan Ushuluddin. Kemudian menjelang maghrib massa PARMA kembali lagi mendatangi tempat pemungutan suara di aula SC (Student Centre) menuntut hal yang sama, kali ini lebih mengancam KPU dan akhirnya penghitungan suara pun ditunda.

Bentrok antar massa

Bentrok antarmassa.

Pada malam hari penghitungan suara akan dilanjutkan, namun sebelum dilanjutkan tepat pada pukul 00.20 WIB massa PPM merapat dan membuat border (barisan pasukan) sambil meneriaki yel-yel dan mars partainya, keriuhan massa PPM mendapat balasan dari massa PARMA yang akhirnya dua partai besar ini saling berhadapan-hadapan dan saling meneriaki yel-yel sebagai simbol ketangguhan mereka, sebagian massa PPM selain meneriakan yel-yel mereka juga bershalawat. Entah karena faktor apa, kemungkinan emosi yang menggila pada KPU membuat massa PARMA berjalan ke pintu utara aula SC secara bergerombolan hingga akhirnya mereka berhasil menjebol pintu yang dijjaga oleh kemanan kampus. Beberapa kadernya langsung meluapkan kemarahannya kepada KPU, setelah itu massa PARMA mundur dari ruangan aula SC dan menunggu di luar sambil mengobarkan panji-panji partainya.

Karena sudah larut malam,  akhirnya pihak KPU menunda penghitungan suara sampai Selasa. Pada saat kami meliput, dini harinya kembali terjadi keributan-keributan, di mana PARMA masih pada tuntutan yang sama. Kira-kira pukul 04.00 WIB pihak KPU menunda kembali penghitungan suara karena massa sudah tak terkendali.

Salah satu kader partai meluapkan amarahnya kepada KPU

Salah satu kader partai meluapkan amarahnya kepada KPU.

Siang harinya aku mendapat kabar bahwa penghitungan suara BEMU dimenangkan oleh PPM. PPM sesegara mungkin melakukan konvoi sebagai luapan kemenangan mereka. Berakhir sudah PEMIRA tahun ini dengan kemenangan di tangan PPM.

Ternyata kabar itu masih simpang kebenarannya. Keesokan harinya salah seorang anggota Komunitas Djuanda, Rizky Muhammad Zein, mendapatkan kabar bahwa di kampus satu terjadi keributan lagi untuk yang kesekian kalinya. Kali ini PARMA mendaulat dirinya adalah pemenang PEMIRA tahun ini, seluruh mahasiswa UIN yang berada di kampus saat itu dibagikan selebaran kertas yang berisi hasil penghitungan suara dari KPU. PARMA seketika melakukan konvoi seperti yang dilakukan PPM sebelumnya. Hal ini membuat masyarakat kampus terheran-heran dengan pemberitan PARMA memenangkan PEMIRA, padahal sesuai pernyataan KPU, PPM lah yang memenangkan PEMIRA tahun ini.

Capres PPM yang memenangkan PEMIRA UIN tahun ini

Capres PPM yang memenangkan PEMIRA UIN tahun ini.

Dan ternyata keputusan KPU telah bulat, PPM memenangkan PEMIRA UIN Syarif Hidayatullah tahun ini.

Dwi Anggraini Puspa Ningrum

About the author

Avatar

Renal Rinoza

Renal Rinoza lahir di Jakarta, 8 Maret 1984. Tahun 2004 kuliah di Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, lulus tahun 2010 dan di tahun 2007 sempat kuliah Filsafat Barat pada Program E.C Ilmu Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Jakarta. Aktif di Komunitas Djuanda, sebuah kelompok studi sosial dan budaya berbasis media yang mengembangkan potensi media komunikasi seperti teks, video, fotografi dan material media komunikasi lainnya. Menulis kajian sinema, video dan kebudayaan visual di jurnalfootage.net. Bersama akumassa.org, menulis aneka tulisan feature berbasis jurnalisme warga dan bergiat sebagai Peneliti/Pemantau Program Pemantauan Media Akumassa di daerah Kota Tangerang Selatan.

About the author

Avatar

Dwi Anggraini Puspa Ningrum

Dwi Anggraini Puspa Ningrum (lahir 1990), lulusan UIN Syarif Hidayatullah, adalah seorang jurnalis yang bekerja di salah satu media massa nasional. Anggota Komunitas Djuanda, Tangerang Selatan, dan pernah menjadi salah satu partisipan dalam workshop AKUMASSA Ciputat, Tangerang Selatan.

6 Comments

  • Wah seru sekali pesta demokrasi UIN ini. Saya jadi iri. Di kampus saya di Lenteng Agung, setiap pemilihan ketua BEM tidak terlalu diapresiasikan oleh mahasiswanya.. Ngomong-ngomong biaya kampanye-nya dari mana ya?? Murni dana dari anggota partai atau lainnya?

  • woa… cerita pemiranya lebih komplit daripada cerita2 yg pernah awak tulis di blog awak soal pemira juga… yaa, beginilah kampus kita, kawan. sangat atraktif. 🙂

  • sama kayak Mira :), di kampusku mahasiswanya nggak begitu peduli yang pemilihan Presiden Mahasiswa. lihat partisipasi politik di UIN senang tapi miris juga, terutama merujuk ke PARMA. 😛

Tinggalkan Balasan ke rina X

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.