Ia memegang kaca pembesar dan sebuah foto di tangan kirinya, serta sebuah kuas bergagang hitam di tangan kanannya yang menunggu disapukan. Sambil sedikit mengernyitkan dahi, ia melirik ke sebuah foto yang sedang ia buat lukisannya tersebut. Aku merasa tak perlu menebak umurnya, karena dari raut wajahnya aku sudah dapat melihat garis-garis keriput, tanda usianya tak muda lagi.
Namanya Hadi Aryono, seorang pelukis dari sekian banyak pelukis yang berjejer di pinggiran kios tak berpenghuni di Jalan Pintu Besar Selatan, Jakarta Barat. Sudah 10 tahun ia menjajakan jasa lukis di sana
Harga jasa melukis satu buah kanvas ukuran besar ia bandrol Rp.500.000,- dan yang ukuran sedang sekitar Rp.300.000,-. Cukup mahal bagiku yang merupakan orang awam dalam hal seni lukis. Tapi seperti katanya kepadaku, “Kalau dilihat dari harganya saja memang terasa mahal, tapi bandingkan dengan kepuasan setelah melihat hasilnya nanti, pasti tidak kecewa membayar segitu,” jelasnya kepadaku.
Dari kecil Pak Hadi, sapaan akrabnya, sudah mengikuti les lukis. Ia merasa darah seninya mengalir dari sang ayah yang juga hobi melukis. Sejak kecil ia sudah kenal dekat dengan cat air, akrilik dan alat pewarna lainnya yang biasa digunakan ayahnya untuk melukis. Entah saking cintanya terhadap melukis, atau hal lainnya, Pak Hadi tak pernah mencoba bekerja di kantor. “Kayaknya saya nggak ada wibawa untuk jadi orang kantoran,” tuturnya.
Sejak hijrah dari kota asalnya, Bandung, ke Jakarta, ia langsung menjajakan jasa lukisnya di pinggir jalan tersebut. Bangunan kios yang menjadi tempatnya sehari-hari itu merupakan kios-kios bekas Pujasera, Bar, tempat bermain billiard, dan sebagainya. Kios-kios tersebut mati suri sejak menjadi korban kerusuhan jaman orde lama atau masa kepemimpinan Almarhum Presiden Soeharto. Kios-kios tersebut tidak dibangun kembali. Bukan karena tidak ada modal, namun karena kios-kios itu berada di atas tanah sengketa. Surat-surat bangunan tidak jelas pemiliknya. Sehingga menimbulkan masalah kepemilikan saat akan dibangun kembali dan akhirnya terbengkalai begitu saja.
Pak Hadi mengaku tak pernah bosan berada di sana setiap hari dari pukul 10.00 WIB hingga 17.00 WIB. Hampir setiap hari ada saja orang yang memesan lukisan kepadanya. Uangnya pun diakui cukup untuk membiayai anak istrinya.
Dahulu ia dan beberapa pelukis lainnya pernah mencoba bekerjasama dengan pengurus mall di Jakarta untuk menggelar pameran lukis, tapi hasilnya tidak memuaskan. Tak ada satupun pengunjung mall yang tertarik membeli lukisannya, padahal ia sudah mengeluarkan biaya lumayan besar untuk mengadakan pameran tersebut. Akhirnya, ia kembali lagi ke pinggir jalan, ditemani bising kendaraan bermotor yang lalu-lalang, pemandangan kemacetan ibu kota, serta polusi yang mengudara di sekitarnya. “Tidak terganggu, Pak, melukis di pinggir jalan seperti ini?” Tanyaku. “Saya sudah biasa seperti ini, sejak 10 tahun lalu. Di sini saya seperti mengadakan pameran setiap hari,” tuturnya kepadaku disertai senyuman kecil.
Pameran setiap hari. Benar juga istilahnya, pikirku. Setiap hari berpuluh, beratus, bahkan beribu orang melewati jalan itu, bisa dipastikan mereka melirik lukisan-lukisan Pak Hadi. Apalagi di saat keadaan jalan macet. Walaupun tidak terkenal seperti pelukis-pelukis besar lainnya, Hadi Aryono boleh berbangga, karena bisa menggelar pameran lukisnya setiap hari.
mantep
asalamualikum,om swastiastu,salam sejahtera,aku salut pada engkau biarpun tergeser zaman tapi engkau tetap exsis berkarya dan berkaraya,,,,,,,,,,salam kenal dari samin art randublatung…..wassalam,om santi santi om,salm sejahtera
terus berkarya dan tak kenal lelah..biarlah orang suka atau tidak suka hsil karya kta..tidak menghitung untung atau rugi..tak ada cat gunakanlah pena, tak ada pena gunakanlah pensil,tak ada pensil ambillah arang..karna arang ada di mana2…jdilah seniman yang merdeka semerdaka-dekanya…..
Lukisan adalah ekspresi jiwa. Teruslah melukis, guna mengekpresikan apa saja, di sekitarmu, dan dalam kehidupanmu. Trims infonya, selamat dan sukses selalu untuk kalian semua.
Salam kompak:
Obyektif Cyber Magazine
(obyektif.com)
Baru tau nih artikelnya. Terima kasih ya… ^_^