Jurnal Kota: Tangerang Selatan Provinsi: Banten

Mengelola Wilayah Tangsel

Diambil dari Harian Kompas, Rabu, 16 Desember 2009

Tak terasa setahun sudah usia Kota Tangerang Selatan. Tepatnya 26 November, saat disahkannya UU Nomor 51 Tahun 2008 soal Pembentukan Kota Tangerang Selatan. Di usianya yang muda ini, Tangsel sudah dihadapkan pada masalah yang tak kecil. Mulai dari sarana dan prasarana hingga persiapan struktur dan organisasi kepemerintahan.

suasana jalan di wilayah Gintung, Tangerang, Banten.

Suasana jalan di wilayah Gintung, Tangerang, Banten.

Tangerang Selatan (Tangsel) begitu lahir langsung menghadapi tragedi Situ Gintung yang terjadi pada bulan Maret 2009. Hingga kini masalahnya belum tuntas sepenuhnya. Selain Situ Gintung, masih ada beberapa situ lain yang seharusnya menjadi daerah resapan dan tendon air, tetapi sudah beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman penduduk dan usaha. Terakhir, Situ Antap terancam hilang karena sudah diuruk dan akan dijadikan kompleks perumahan oleh pengembang.

Ancaman di depan mata adalah pengelolaan sampah. Pasalnya, awal Januari 2010, Kabupaten Tangerang, sebagai induk Tangsel, mulai menghentikan layanan sampah di wilayah Tangsel. Selain menarik semua armada truk pengangkut sampah yang berjumlah 39, Tangsel juga tidak lagi diizinkan membuang sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Jatiwaringin, Kabupaten Tangerang.

Implikasinya bisa sangat serius apabila Pemerintah Kota Tangsel tidak punya kesiapan. Bayangkan, produksi sampah warga Tangsel mencapai 500-600 kubik per hari. Jumlah ini hamper 50 persen total sampah Kabupaten Tangerang.

Di tengah persoalan sampah, layanan kesehatan juga menjadi catatan penting. Saat ini di Kota Tangsel hanya ada 10 pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Tentu fasilitas kesehatan ini tidak mampu melayani penduduk Tangsel yang jumlahnya mencapai 1.154.000 jiwa. Karena itulah pemkot berencana menambah 25 puskesma, 10 ambulan, dan akan membangun rumah sakit umum daerah di Pondok Cabe, di atas lahan seluas 1,8 hektar.

Pemkot Tangsel boleh sedikit lega. Pasalnya, lembaga swadaya ,masyarakat Accord dari Swiss akan menghibahkan fasilitas dan peralatan kesehatan senilai Rp. 2,5 triliun untuk operasional rumah sakit dan puskesmas.

Jalan
Kondisi sebagian besar lahan di Tangsel masih memprihatinkan. Memang, jalan di sejumlah titik sudah di betonisasi. Sayangnya, pembangunannya tidak dilakukan menyeluruh, seperti di Jalan Veteran, sebagian Cipadu, dan Jurang Mangu. “Tahun 2010, kami bertekad tidak ada jalan berlubang di Tangsel,” kata Pejabat Wali Kota Tangsel M. shaleh.

Sementara itu langkah pembenahan sistem dan administrasi kependudukan dilakukan dengan menerapkan karu tanda penduduk (KTP) dengan sistem online tahun 2011. Langkah Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tangsel ini diharapkan bisa menghilangkan KTP ganda. Berdasarkan data Juni lalu, terdapat 4.100 warga Tangsel yang memiliki KTP ganda.

Semua langkah ini membutuhkan anggaran besar yang bersumber dari pajak dan retribusi wilayah daerah. Dari pemekaran wilayah ini, Tangsel mendapatkan, antara lain, kawasan perumahan skala besar dan terpadu, yang potensial menjadi sumber pendapatan daerah, seperti kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), Bintaro, dan Alam Sutera.

Pada masa transisi ini, Pemkot Tangsel berencana mengelola perizinan di wilayahnya yang sebelumnya ditangani pemerintah Kabupaten Tangerang. Perizinan ini menjadi sumber pendapatan asli daerah. Pasalnya, Pemkot Tangsel akan memungut pajak, retribusi, dan perizinan daerah dengan mengacu Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang dan Peraturan Bupati Kabupaten Tangerang. Ini hanya sementara, sampai ada peraturan daerah yang dibuat DPRD dan Pemkot Tangsel.

Masalahnya, apabila Tangsel mengelola perizinan di wilayahnya, Kabupaten Tangerang terancam kehilangan pendapatan asli daerah sekitar 50 persen. Inilah sumber konflik belakangan. Ketika Tangsel mulai menarik retribusi di daerah pemekaran itu. Menurut KH Zaisuni, anggota DPR Komisi II, seharusnya pendapatan berupa pajak dan retribusi adalah mili sendiri dan dikelola oleh Tangsel. “Saya prihatin dengan perebutan retribusi dan pajak yang terjadi belakangan ini,” ujar Zaisuni.
Inilah yang menjadi tantangan berat bagi M Shaleh pada awal tahun 2010 dan ditangan mereka pula lah masa depan Kota Tangsel.

Pingkan Elita Dundu

About the author

Avatar

akumassa

Program Pendidikan dan Pemberdayaan Media Berbasis Komunitas, atau biasa disebut AKUMASSA, adalah sebuah program pemberdayaan media yang digagas oleh Forum Lenteng sejak tahun 2008, berkolaborasi dengan komunitas-komunitas lokal di beberapa daerah di Indonesia untuk melaksanakan lokakarya dan memproduksi beragam bentuk media komunikasi (tulisan, gambar/foto, audio, dan video).

2 Comments

Tinggalkan Balasan ke layy X

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.