DKI Jakarta

‘Membeli’ Bangku di Kereta Ekonomi

Sore itu waktu telah menunjukkan pukul 4.30 WIB.  Aku dan temanku, Tohir, masih berada di rumah, karena Tohir sedang membuat berita untuk dikirimkan ke redaksi di tempatnya bekerja. Handphone kamipun selalu bunyi, tanda SMS masuk dari temanku, Jayu, yang menanyakan keberadaan kami berdua. Memang saat itu kami ingin melakukan perjalanan menggunakan kereta dan bertemu dengan Jayu di Stasiun Pasar Senen. Perjalanan ini telah direncanakan beberapa hari sebelumnya, untuk menghadiri acara pemutaran khusus video akumassa dalam acara FFD (Festival Film Dokumenter) di Yogyakarta. Namun, sebelumnya kami ingin mampir di rumahku Purworejo, Jawa Tengah.

Stasiun Pasar Senen

Stasiun Pasar Senen

Sekitar pukul 05.00 WIB, kami memutuskan berangkat dengan menggunakan Trans Jakarta. Hujan rintikpun menemani perjalanan kami menuju halte busway. Walaupun masih hujan kami tetap harus berangkat, karena jam 9 malam kereta berangkat dari Stasiun Pasar Senen dan kami belum membeli karcis.

Setelah satu jam di Trans Jakarta, kami berdua sampai di Stasiun Pasar Senen dan langsung menuju tempat pembelian karcis di loket lintas selatan jurusan Kutoarjo, Purworejo. Setelah menanyakan harga karcis kepada petugas loket, aku memastikan apakah masih ada bangku untuk kami bertiga, karena aku melihat tulisan “BANGKU TELAH HABIS” di papan yang ada di loket. Ternyata memang telah habis. Kami berdua sedikit kecewa karena tidak mendapatkan bangku. Namun, kami tetap berangkat menggunakan Kereta Progo jurusan Pasar Senen-Yogyakarta.

Kereta Ekonomi Progo

Kereta Ekonomi Progo

Sambil menunggu Jayu datang, kami berdua memutuskan untuk makan dan sholat terlebih dahulu. Setelah itu kami duduk di depan loket jalur selatan. Di tempat kami duduk, aku melihat kanan kiri sekitar stasiun, ada beberapa orang berpakaian seragam. Sepertinya mereka pekerja di stasiun tersebut, karena aku melihat salah satu dari mereka ada yang membersihkan lantai kotor.  Tak lama aku melihat salah satu orang beseragam yang berdiri di sebelahku sedang melakukan transaksi penjualan tiket berbangku dengan dua orang tua. Karena penasaran, diam-diam aku memperhatikan mereka sampai kedua orang tersebut pergi.

Lalu aku membuka obrolan kecil dengan Tohir soal hal ini dan banyak prasangka timbul tentang kejadian ini. Karena sebelumnya kami berdua membeli tiket dan ternyata bangku habis, tapi kini aku melihat transaksi jual-beli tiket berbangku oleh orang-orang berseragam petugas. Apa mungkin si penjual tiket selundupan ini memang bekerja sama dengan petugas? Atau mereka telah memborongnya terlebih dahulu, agar dijual kembali lebih mahal? Entahlah aku hanya mengira-ngira.

Tak lama Jayu datang dan kamipun memasuki ruang tunggu kereta di dalam stasiun, namun terlebih dahulu kami mengantar Jayu membeli makanan. Setelah menunggu sekitar setengah jam, kereta yang akan kami tumpangi datang. Lalu kami buru-buru naik dan mencari tempat duduk. Karena kami tidak dapat tempat duduk dan sebelumnya melihat kejadian transaksi tersebut, makanya kami berpikir masih banyak tempat duduk yang tersisa. Kamipun memutuskan duduk di bangku pojok supaya tidak terlalu dilihat oleh petugas.  Beberapa menit kemudian kereta jalan.

Belum lama kereta berjalan, aku melihat petugas sedang mencarikan tempat duduk untuk para penumpang dan sepertinya penumpang di samping kamipun juga tidak mendapatkan tempat duduk.  Tidak lama kemudian, aku melihat salah satu petugas menawarkan sesuatu kepada orang di sebelah kami. Sependengaranku petugas tersebut menawarkan makan dan bangku, karena penasaran aku terus melihat gerak-gerik mereka. Memang tidak lama kemudian mereka diantarkan makanan oleh petugas tersebut dan  ia pun mulai duduk dengan santai.

Pemandangan dari jendela kereta ekonomi

Pemandangan dari jendela kereta ekonomi

Kami bertigapun sedikit cemas, takut ditanyakan tiket  lalu disuruh pindah. Karena kami memang tidak mendapatkan bangku dan banyak petugas yang berjalan mondar-mandir. Tidak lama kemudian kecemasan kami terjadi, petugas menanyakan tiket dan nomor bangku kami, karena tempat yang kami duduki ternyata milik penumpang lain. Kami pun terpaksa pindah.  Namun, belum lama berdiri kami ditawari tempat duduk oleh petugas yang sebelumnya menawarkan makan dan tempat duduk untuk orang di samping kami. Akhirnya setelah merundingkannya bersama kedua temanku, kami memutuskan untuk membeli tiket yang ditawarkan petugas itu, dengan menawar harganya terlebih dahulu.

Harga yang ditawarkan oleh petugas tersebut ialah Rp.1.500 per orang dan Rp.25.000 + makan. Akhirnya kami memilih tawaran pertama, Rp.15.000 per orang. Dalam hati aku tak habis pikir ternyata bangku dijual dengan cara seperti ini. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang timbul. Apa mungkin ini terjadi di setiap kereta? Apa ini sindikat?

Aku memang baru kali pertama naik kereta ke Purworejo dan langsung mendapatkan pengalaman seperti ini. Ternyata di transportasi massa seperti ini ada hal-hal yang sangat merepotkan dan memberatkan penumpang. Petugas-petugas ini hanya memikirkan uang, bukan kenyamanan penumpang.

Tak lama kami duduk, petugas yang tadi menghampiriku kemudian meminta uang bangku kepada  seorang ibu berumur  sekitar 50 tahun yang duduk di samping kami dan sepertinya ia juga tak dapat bangku, padahal ia pergi bersama cucunya. Untung saja ada seorang bapak tua yang berbaik hati membayar uang kepada petugas agar si ibu dan cucunya dapat duduk. Sungguh peristiwa yang mengganggu pikiranku.

Stasiun Kutoarjo

Stasiun Kutoarjo

Sekitar sembilan jam kami berada di kereta dan akhirnya sampaidi Stasiun Kutoarjo, Purworejo. Kami lansung meneruskan perjalanan ke rumahku yang  jaraknya memakan waktu satu jam dengan menggunakan angkutan umum.

Foto dari berbagai sumber.

 

About the author

Avatar

Choiril Chodri

Pria kelahiran 1990 ini sedang menyelesaikan studinya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan aktif diberbagai komunitas, di antaranya Div. Produksi di Komunitas Djuanda, Div. Media di Masyarakat Peduli Karakter Bangsa dan Wakil Ketua di Ikatan Mahasiswa Purworejo Jakarta Raya (Imapurjaya). Selain di kampusnya, beberapa karyanya pernah dipamerkan di Jakarta 32 ruang rupa di Galeri Nasional Indonesia 2010 dan Pameran fotografi 484, Cikini dan pernah presentasi khusus video akumassa di Festival Film Dokumenter (FFD) Taman Budaya, Yogyakarta, 2010.

2 Comments

Tinggalkan Balasan ke Kun Mardiono X

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.