Beberapa waktu lalu, warga Jakarta, khususnya pecinta sepak bola, ramai meramalkan apa yang akan terjadi pada 25 Maret 2010. Pasalnya, dua kubu tim sepak bola yang terkenal sebagai musuh bebuyutan akan beradu di Gelora Bung Karno, Senayan. Mereka tak lain tak bukan adalah Persija-Jakarta dan Persib-Bandung. Keduanya bertanding dalam Indonesia Super League (ISL).
Sebenarnya, para pendukung kedua tim inilah yang lebih menjadi kekhawatiran massa ketika keduanya harus dipertemukan. The Jakmania (pendukung Persija) dan Viking (pendukung Persib) selama ini dikenal saling caci dan benci satu sama lain. Pertemuan kedua kubu tersebut biasanya berujung rusuh.
Aku pun tak ingin melewatkan momen besar ini. Rasa penasaran sekaligus takut bercampur dalam benakku. Penasaran, apakah pertandingan bola tersebut akan berakhir ricuh seperti yang banyak diramalkan warga dan media massa? Takut, membayangkan apa jadinya jika benar-benar rusuh dan aku berada di lokasi tersebut. Akhirnya, sore itu aku bersama temanku berangkat menuju Senayan diiringi dengan gerimis kecil di perjalanan.
Sesampainya di sana, lautan oranye manusia menghiasi pandangan mata. Mereka bergerak tak teratur namun beriringan, menuju pintu masuk. Mayoritas dari mereka adalah laki-laki, namun tak sulit juga menemukan kaum hawa di antara mereka. The Jakmania perempuan biasanya memakai celana pendek pas badan, kaos oranye berlambang Persija, serta syal yang berwarna sama. Sedangkan para laki-laki biasanya memakai pakaian dan atribut yang lebih heboh dan lengkap. Dari mulai celana street, kaos oranye, kaus kaki oranye, topi oranye, syal oranye, serta tas yang juga berwarna oranye khas Persija. Banyak pula di antara mereka yang mengenakan kaos bertuliskan cacian bagi Viking.
Di setiap pintu masuk sejumlah polisi berbaris dan melakukan tugasnya masing-masing. Ada yang memeriksa karcis, meraba kantong celana, memeriksa tas dan menyita benda-benda berbahaya seperti senjata tajam, botol minuman, petasan, dan sebagainya. Namun kali ini pemeriksaan tak begitu ketat bila dibandingkan dengan pengalamanku menonton bola sebelumnya. Tas yang kubawa hanya diraba bagian luarnya tanpa memeriksa barang yang ada di dalam, kemudian selesai sudah. Padahal aku mengira pemeriksaan kali ini akan jauh lebih ketat.
Di dalam stadion, puluhan ribu manusia menghampar lagi-lagi bagaikan lautan berwarna oranye. Aku mencari kumpulan manusia dengan kostum biru yang berarti pendukung Persib, sejak di arena luar stadion tidak kutemukan sama sekali. Tapi, ternyata di dalam stadion pun tak ada di antara mereka yang menggunakan atribut Persib. Kalau pun ada yang mengenakan kaos biru, tulisan punggungnya adalah ‘AREMA’. Kenapa Arema? Karena para Singo Edan (sebutan untuk pendukung Arema) dengan The Jakmania memiliki hubungan yang baik. Sungguh berbeda dengan The Jakmania dengan Persib atau Singo Edan-Bonek.
Karena tak ada satu pun pendukung Persib yang terlihat, maka aku pun yakin pertandingan ini tak akan se-seram apa yang kubayangkan. Kerusuhan antar supporter pun tak mungkin terjadi. Maka aku duduk tenang di Sektor 14, di tengah lautan The Jakmania. Hampir seluruh sektor dipenuhi para The Jak, kecuali sektor 17-22 yang terlihat lebih sepi.
Pukul 16.00 WIB para pemain memasuki lapangan. Semua anggota The Jakmania berdiri serentak sambil bersorak sorai hingga suaranya mengalahkan lagu yang sedang diputar. Di antara sorak sorai itu jelas terdengar olehku seruan-seruan cacian untuk Viking, “Viking anjing! Viking anjing!” dan botol-botol plastik bekas air mineral pun berterbangan ke lapangan. Sebenarnya aksi rusuh itu tak akan ada di dalam stadion jika benda-benda membahayakan seperti botol, petasan, korek dan benda tajam dirazia dengan baik oleh para panitia pelaksana dan aparat keamanan.
“Susah, Mbak, buat nggak rusuh. Sebenarnya kita tahu ini nggak boleh, tapi susah… jadi, teriakan-teriakan Viking anjing tetap ada,” jelas Taufik, salah satu pendukung Arema yang juga pendukung Persija yang ada di sebelahku.
Seperti sebuah jaringan telekomunikasi yang paralel, yell-yell dukungan untuk Persija sahut menyahut dinyanyikan. Sektor 10 menjadi komando bagi sektor-sektor lain dalam menyuarakan yell, begitu pula menyuarakan ejekan untuk Viking.
Dalam keadaan berdiri dan sesak seperti ini aku merasa seperti berada dalam bis kota. Bau keringat dari tangan-tangan para supporter yang mengibar-ngibarakan syal Persija mereka terasa begitu menyengat. Belum lagi cuaca gerimis kini sudah reda dan diganti terik matahari sore yang membuat gerah. Untung saja tak lama kemudian beberapa orang di belakangku berseru, “Jak, duduk, Jak…!” Seruan itu ditujukan bagi para The Jakmania yang berada di depan untuk duduk sejenak, agar penonton di belakangnya dapat ikut melihat pertandingan sambil duduk. Seruan itu kemudian dipatuhi atas rasa solidaritas sesama The Jak, dan kakiku pun terasa nyaman kembali.
Di menit ke-59 Persib berhasil mencetak sebuah gol. Skor pun berubah menjadi 1-0 untuk Persib. Para The Jakmania semakin heboh meneriakkan yell-yell untuk menyemangati kesebelasan kesayangan mereka. “Macan, bangun! Macan, bangun!”
Usaha itu membuahkan hasil, karena Persija yang dijuluki ‘Macan Kemayoran’, tampaknya benar-benar bangun. Sebuah gol berhasil lewat umpan dari Emalue Sergae yang diteruskan dengan sundulan Aliyudin, skor pun kini menjadi imbang, 1-1.
Petasan-petasan pun ditembakkan ke langit dan menghadirkan kembang api yang menyeruak di langit stadion. Sekali lagi, bukti tak baiknya sisitim pemeriksaan di pintu masuk terlihat. Seharusnya petasan maupun kembang api tak diijinkan dibawa ke dalam stadion untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Selain kembang api di langit, asap oranye pun menghiasi beberapa titik sektor. Tarian-tarian tangan plus yell-yell pun dilakukan oleh para The Jak sebagai tanda keberhasilan Persija.
Sambil menonton pertandingan antara kedua tim yang cukup menegangkan, aku menyadari suatu hal yang sedari tadi terdengar di telingaku. Yell-yell para The Jakmania ternyata berasal dari nada-nada yang amat kukenal. Mereka pandai juga menggubah lagu. Di antaranya Lagu ‘Cucakrowo’ yang liriknya diganti tentang Persija, Lagu ‘Helly Anjing Kecil’ diganti liriknya menjadi penghinaan terhadap Viking, dan sebagainya.
Beberapa waktu kemudian aksi rusuh terjadi di Sektor 16. Para supporter berkostum oranye naik ke pagar pembatas antara bangku penonton dengan lapangan. Beberapa di antaranya juga melakukan aksi bakar. Sebagian kecil pagar pembatas di Sektor 16 menjadi tempat berkobarnya api. Banyak di antara The Jakmania lainnya yang menyayangkan terjadinya aksi itu. Beberapa di antaranya berteriak “Woy kampungan woy….! Norak!” kepada para The Jak yang melakukan aksi rusuh tersebut. ada pula yang menduga bahwa para supporter berkostum oranye itu adalah oknum dari Viking. Pihak kepolisian yang tadinya berbaris rapi di sekeliling lapangan mulai siaga ke Sektor 16. Perhatian penonton pun tak lagi kepada jalannya pertandingan, melainkan ke tempat kerusuhan terjadi.
Menurut Nugroho Agung, salah satu pengelola web jakmania.org, sebagian aksi rusuh tersebut sebenarnya bukan dilakukan oleh The Jakmania, melainkan oknum. “Kemarin kita sempat nangkep beberapa orang yang rusuh itu dan mereka akhirnya mengaku bukan berasal dari The Jakmania,” ungkap Agung.
Selain membakar sedikit bagian pagar pembatas, asap oranye serta lemparan botol dan kertas pun terus terjadi. Apalagi ketika Atep, seorang pemain Persib yang sebelumnya mengabdikan diri sebagai pemain Persija, melakukan corner kick (tendangan pojok).
Perasaan khawatir mulai menghantuiku lagi. Namun, tak ingin pergi ke luar stadion lebih dahulu karena pertandingan semakin seru. Para pemain Persija terus menyerang gawang lawan, begitu pun sebaliknya. Sebuah kesempatan tendangan Penalti didapat oleh Persib karena terjadi hands ball oleh pemain Persija. Tendangan yang diluncurkan oleh Christian Gonzales itu pun membuahkan sebuah gol dan merubah kedudukan menjadi 2-1 untuk Persib.
Suasana stadion makin heboh. Aku pun ikut melontarkan beberapa seruan spontan seperti “Ayo!”, “Yak!”, “Aduuhh…”, karena gemas memperhatikan pertandingan. Dan sebuah gol akhirnya tercipta oleh Abanda Herman dan membuat Persija cukup lega dengan skor imbang, 2-2.
Tak terasa ternyata gol itu menutup pertandingan imbang antara Persija melawan Persib. Rencana awal untuk ke luar stadion 5 menit lebih awal dari usainya pertandingan tampaknya tak lagi dapat dilakukan. Kerumunan massa terlanjur membanjiri jalan ke luar. Dan entah apa sebabnya tiba-tiba para The Jak di dekatku menjadi liar dan terlibat adu mulut dengan seorang polisi. “Mati aja, Pak ngelawan kita sebanyak ini!” seru seorang The Jakmania kepada seorang Polisi. Aku pun melompati bangku-bangku penonton untuk menghindari adu mulut yang berubah rusuh tersebut. Namun, kakiku terlanjur tertimpa seorang pria berbadan besar. Sementara itu temanku terus menarik tanganku tanpa melihat keadaanku yang tak dapat bergerak. Keadaan rusuh per sekian detik itu cukup membuatku panik sekaligus merasa seru. Untungnya aku dapat ke luar dengan selamat dan tertawa terbahak-bahak mengingat apa yang baru saja terjadi.
Tak terbayang jika para Viking diijinkan hadir menonton pertandingan di kandang Persija itu. Mungkin keadaannya akan jauh lebih rusuh lagi.
Di luar stadion, lautan oranye para The Jakmania kembali beriringan tak teratur. Wajah-wajah mereka tampak tak begitu puas akan skor yang tercipta. Namun, euphoria menonton pertandingan sepak bola tampaknya lebih penting bagi mereka. Dan pesta arak-arakan ala The Jakmania tetap berlangsung suka ria menghiasi malam di jalanan Ibu Kota.
Foto: Dendi Afriyan
besok kita ke bandung yuk… nonton Persib n bikin tulisan yang apik!!
Diakui atau tidak, dibandingkan Supporter Bola di Indonesia yang lain, Persija dan The Jakmania bagaikan selebritis yang menarik untuk dijadikan obyek foto ataupun diceritakan di Media.
Mungkin karena berbagai etnis bisa bersatu dibawah naungan JakMania. Atau mungkin karena club bola Ibu Kota Metropolitan?
Entahlah, yg jelas kalau di club lain kami kadang tidak mengerti bahasa mereka seperti ini:
“Aing viking,aing budak na bonek..Keur kota aing di tincak2 ku bonek aing teu wani ngalawan soalna aing sieun ka bonek teh. Kajeun aing jadi budakna bonek aing pasrah…Nu penting viking bonek satu hati lah “
wew sama gua juga waktu nonton persija vs persib di sektor 14.. sempet rusuh juga sih pas akhir akhir..
tgl 30 oktober akan bertanding kembali di gbk.
ayo kembali rasakan euphoria bersama The Jakmania.
Persija
pride of Jakarta
artikel yang mantab…ditambah foto-foto yg puateenn…!!
Salam satu jiwa..
bAGEN KULA WoNK KAMPUNG TAPI BLI KAMPUNGAN
KAYA BOCAH THE JAK LAN PERSIJA
WARGA CHERBON !!!!!!!!!!!!!!!!!!
kadang media lebih menyukai liputan keributan yang dilakukan antar supporter, sehingga membuat orang-orang awam segan untuk langsung datang ke stadion.
Tidak semua supporter itu rusuh, kampungan atau apalah sebagainya.
The Jakmania, Persija, dan Jakarta!!
support your local football, FORZAPERSIJA!!
sesama the jak ajja rusuh…..udah biasa ya….kalo adem ayem baru luar biasa…saling bunuh antar the jak skalian biar jadi lebih ngtren di tv…good artikel..