Kecamatan: Randublatung

Langgar

Interior langgar yang terbuat dari kayu

Interior langgar terbuat dari kayu. Dibangun sekitar tahun 1980an oleh Mbah Ngali

Mbah Sukur merupakan seorang yang dituakan di sini, lahir sejak tahun 1926.  Di masa mudanya, sekitar tahun 1946, ia adalah seorang tentara yang tidak mendapatkan upah. Ia sempat bercerita kepadaku, setiap hari hanya makan seadanya. Ia berhenti menjadi tentara tahun 1950, karena keinginannya sendiri dengan alasan usia orang tuanya sudah tua.

Ayahnya bernama Ngali Mustakum dan ibunya bernama Sugami. Di samping rumahnya terdapat bangunan ayahnya yang berupa langgar (sejenis mushola yang terbuat dari kayu). “Ndek cilikku seng ngulang ngaji neng kene aku” (waktu kecil yang mengajar ngaji di sini aku), mbah Sukur pernah ngomong itu kepadaku.

Langgar itu dibangun kira-kira tahun 1980an. Sebelumnya, langgar yang dibangun oleh Mbah Ngali itu adalah bekas lumbung padi yang sudah tidak terpakai. Aktifitas Mbah Ngali setiap harinya adalah bertani, menanam padi di musim hujan dan jagung di musim kemarau.

Mbah Sukur mempunyai saudara laki-laki bernama Mbah Zaini, sebenarnya saudaranya banyak, tapi yang aku tahu cuma Mbah Zaini karena yang lainnya sudah meninggal dunia. Mbah Zaini inilah yang merubah ulang langgar dan merenovasinya setelah Mbah Ngali meninggal. Seingatku Mbah Zaini meninggal di waktu aku masih kecil, ia sosok seorang kakek yang setiap harinya selalu menggunakan baju dan celana di bawah dengkul berwarna hitam-hitam. 

Langgar

Kalau aku dengar dari cerita warga sekitar, dulunya langgar itu banyak ddigunakan untuk aktivitas keagamaan. Entah itu sholat berjamaah, mengaji, dan sebagainya. Banyak warga yang ikut belajar mengaji, ibuku pun dulu juga belajar mengaji di langgar itu. Namun di waktu aku duduk di bangku kelas satu SD, aku sholat di langgar itu hanya di bulan ramadhan saja. Dan aktivitas yang di lakukan orang-orang sebelum aku itu sudah tinggal .cerita saja. Sampai sekarang pun, langgar itu pintunya tertutup rapat dan terbuka kalau bulan Ramadhan telah datang, itu pun hanya di gunakan untuk sholat tarawih saja.

Lantai langgar yang sudah tua dan mulai keropos

Lantai langgar yang sudah tua dan mulai keropos

Kitab-kitab Al-Quran hanya ditumpuk di atas penyangga kayu dengan kondisi banyak debu di atasnya, sedangkan lantainya yang terbuat dari kayu itu sudah terlihat keropos dengan hiasan debu berceceran dan daun-daun kecil bergoyang-goyang saat  semilir angin masuk dari celah-celah dindingnya.

Sepertinya kebanyakan orang telah mangabaikan langgar itu dan tidak mempedulikannya. Mungkin ini semua ada hubungannya dengan banyaknya organisasi-organisasi Islam yang muncul. Mereka memilih berjamaah dengan kelompoknya sendiri daripada dengan warga sekitar. Menurutku, munculnya organisasi-organisasi baru hanya memecahbelahkan Islam saja, karena dengan munculnya itu semua, pasti perbedaan pendapat akan muncul dengan sendirinya sehingga mereka harus menjalankan sesuai dengan aturannya masing-masing.

Langgar

Langgar

Padahal tujuan mereka sama yaitu mencari jalan Tuhan, tapi mengapa harus dengan aturan yang berbeda? Faktor lainnya mungkin karena banyak masjid yang dibangun mewah dan kokoh, mungkin ini berpengaruh juga bagi mereka yang suka dengan kemewahan. Mereka memilih beribadah di tempat yang layak untuknya. Padahal masjid, mushola, bahkan, langgar itu sama saja. Semuanya sama-sama tempat ibadah bagi orang Islam.

Pernah juga aku mendengar cerita kakakku, waktu itu dia pernah sholat di suatu masjid di desa terpencil bersama temannya. Setelah sholat dan mereka keluar, ternyata lantai bekas kakakku dan temannya duduk itu di pel oleh seseorang jamaah yang ada di Masjid itu, Mungkin menurutnya aliran Islam yang dianut kakakku beserta temannya berbeda dengan yang dianutnya. Apa itu yang disebut Islam?

About the author

Avatar

Septian Triyoga

Dilahirkan di Blora pada tanggal 20 September 1990. Ia menyelesaikan pendidikannya di SMK Katolik ST. Louis, Randublatung. Sekarang ia sibuk dalam kegiatan di Komunitas Anak Seribu Pulau.

10 Comments

  • Bravo Yoga. Tulisan ini sangat baik. Ada banyak cerita langgar di berbagai tempat yang tidak pernah diungkap ceritanya. Padahal, langgar (mushola) adalah ruang publik yang paling dekat dengan masyarakat yang paling kecil.
    Salam Fiz

  • yoga,

    ini warna baru dalam tulisan2 yang ada di jurnal kita tercinta. kamu membuat peta yang lebih bervariasi dan mendalam yang bertolak dari lingkunganmu. lanjutkan menulis, menulis, menulis…daqn membaca tetu saja.

  • menarik yah keanekaragaman indonesia? sampai halhal “pribadi” agama (islam-pun) berbeda pengamalannya..hehehe..bersyukurlah dan jalani saja selama itu tidak mengusik kita harusnya menerima… baik sekali yoga anda memang pantas dapat bintang… masalah keyakinan(agama) tanya pada diri sendiri dan jalankan setulus hati.. baik sangat baik sekali dua jempol untuk anda da kekayaan masyarakat sekitar anda…

    pengalaman pribadi dengan jembatan yang sangat kaya(cerita), artefak,,dll… dibahasakan secara manis..

    biarkan mereka berkembang kita hanya meyakini apa yang kita yakin. dan jangan merusak hubungan dengan berbicara yang bukan urusan kita.. hehehee.. jempolan deh kamu..

  • Yupp. Tulisan Yoga asik banget dibaca. Mengalir tenang sampai tak terasa sudah sampai di ujung cerita. Aku baru baca satu ini. Segera meluncur cari kelanjutan cerita ini. Bravo yoga.

  • ……..tulisan yang bagus mas septian, mungkin seperasaan dengan aku jika kita melihat sebuah langgar yang tidak terawat pada sebuah keluarga rasanya begitu sedih……….seakan akan keluarga itu telah kehilangan masa-masa indahnya, meskipun disampingnya telah berdiri bangunan mewah dan mobil berjejer tapi seakan kebahagiaan telah hilang dari keluarga itu……….ajaran islam yang begitu sederhana seolah tergantikan kaligrafi rumit di masjid-masjid besar super mewah tapi kadang terkesan angkuh sombong entahlah………….sepertinya kita ingin sekali kembali ke kehangatan masa silam berkumpul bersama keluarga dan memahami kalimat-kalimat Allah dengan jiwa yang murni………………………

Tinggalkan Balasan ke hafiz X

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.