Kecamatan: Randublatung

Sisakan Satu Pohon Saja

SELAMATKAN BUMI !

Itu seharusnya yang harus didengar dan kita lakukan, kerusakan alam yang telah terjadi di negeri ini bukanlah hal yang baru kita lihat. Penjarahan besar-besaran yang dimulai sejak dahulu, bahkan sebelum lengsernya Rezim Orde Baru dari kursi kekuasaannya. Hutan yang didominasi pohon jati itu itu dilalap habis oleh tangan-tangan serakah yang tidak bertanggung jawab. Adanya ‘kongkalikong’ kerjasama dengan orang dalam, membuat apa saja yang sulit menjadi mudah, mudah juga dalam  menebang pohon seenaknya.

Blora

Blora

Sisakan Satu Pohon Saja

[audio:https://akumassa.org/wp-content/uploads/2010/04/sisakan-satu-pohon-saja.mp3]

Sekarang yang terjadi adalah bencana di mana-mana, mulai dari longsor, banjir, gempa, dan sebagainya. Tak hanya kerusakan hutan saja yang menyebabkan terjadinya bencana alam di Indonesia, pertambangan alam  pun  juga ikut serta dalam kerusakan alam dan lingkungan, karena pertambangan adalah eksploitasi alam yang rakus akan lahan, air dan pencemaran udara yang sangat mengerikan. Lihat saja, kelalaian Lapindo Brantas, lumpur panas yang menyembur dari sumur gas menelan korban dan merusak sarana umum seperti sekolah rumah sakit, bahkan rumah warga sekitar juga ikut terkena semburan. Tak hanya itu, Suku Amungme juga menjadi korban pelanggaran HAM oleh PT. Freeport. Mereka membayar tentara setiap tahunnya, sehingga intimidasi, penindasan dan pembunuhan sering kali terjadi di sana.

Bukan mereka yang merasakan akibat dari kerusakan alam itu, tapi anak cucu merekalah yang merasakan. Mungkin dengan kalimat ‘SISAKAN SATU POHON SAJA’, kita bisa menyelamatkan hutan buat anak cucu kita. Mungkin dengan semua itu, aku ingin menyampaikan kepada semua, tidak dengan otot atau teriakan, tetapi melalui musik. Karena musik itu adalah media. Media untuk belajar dan juga media untuk melawan. Suatu ketika munculah sebuah ide dalam diriku untuk membuat lagu yang bertujuan untuk mengingatkan betapa pentingnya kepedulian kita bersama terhadap lingkungan sekitar. Mengapa harus lewat lagu untuk menyampaikan semua itu? Karena dari kecil aku suka banget dengan musik, mulai dari pop, rock, ska, dangdut, bahkan musik tradisional. Saat ini juga aku juga menjadi personil sebuah grup musik lokal di Randublatung. Dan aku ingin menyampaikan semua itu dengan menggunakan sebuah lagu.

Gembala sapi

Gembala sapi

‘SISAKAN SATU POHON SAJA’, sebuah judul lagu yang sebenarnya adalah sebuah kritik terhadap apa yang terjadi di Kota Blora, kurang lebih 80% hutan  jati dibabat habis oleh penghisap negeri sendiri. Blora yang dikenal dengan jatinya kini hanya tinggal cerita. Cerita dari kakek-nenek dan ibu kita tentang keadaan dahulu dan kini menjadi imajinasi tersendiri di otakku. Seperti cerita mistis karena lebatnya hutan jati di Blora. Kalau kita berbicara tentang lebatnya hutan, jelas semua itu sudah hilang. Yang ada hanyalah, bagaimana caranya agar semua manusia itu bisa menjaga hutan, bukan untuk merusaknya.

Hutan Jati, Blora

Hutan Jati, Blora

 

HILANG

Hilang sudah kicauan burung di pagi hari

Hilang sudah dedauan yang menari-nari

Yang tersisa hanyalah akar yang mengering

Yang ada hanyalah mayat yang terbaring

Suara golak yang tajam telah terdengar

Teriakan mesinmu tak engkau lewatkan

Engkau babat habis hutanmu sendiri

Engkaulah penghisap di Negri sendiri

Kini bumi sedang bersedih

Ibu pertiwi juga ikut menangis

Banyak bencana ada di mana-mana

Jutaan jiwa meninggalkan kita

————

SISAKAN SATU POHON SAJA

Mungkin ini ulah mereka

Kami tak tahu kemana arahnya

Banyak bencana ada di mana-mana

Mungkin ini akhir semuanya

Jutaan jiwa meninggalkan kita

Tanpa dosa dan penuh air mata

Sanak saudara turut berduka cita

Kami bersama tuk berdoa

Sisakan satu pohon saja

Untuk anak cucumu

Sisakan satu pohon saja

Untuk kita semua

Sisakan Satu Pohon Saja

[audio:https://akumassa.org/wp-content/uploads/2010/04/sisakan-satu-pohon-saja.mp3]

 

About the author

Avatar

Septian Triyoga

Dilahirkan di Blora pada tanggal 20 September 1990. Ia menyelesaikan pendidikannya di SMK Katolik ST. Louis, Randublatung. Sekarang ia sibuk dalam kegiatan di Komunitas Anak Seribu Pulau.

4 Comments

  • jika pohon terakhir telah dicabut
    jika sungai terakhir telah kering
    jika ikan terakhir telah mati
    manusia baru sadar uang tidak bisa dimakan

    saya menjadi saksi mata saat para penjarah membabat tanpa peduli dengan akibat yang ditimbulkan, motif uang mereka kedepankan, bukan musibah yang terbayang tapi tumpukan rupiah yang mereka harapkan

  • satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu pohon+satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu pohon + satu nurani = lezat tuh

  • seharusnya pohon-pohon penindasanlah yang harus tumbang, bukan pohon yg memberi kehidupan dan memberi nafas keadilan yang akan tumbang

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.