Jurnal Kecamatan: Harjamukti Kota: Cirebon Provinsi: Jawa Barat

akumassa: Aku adalah Mata

Avatar
Written by Nico-Permadi

Aku: Orang pertama, tunggal
Massa: Komunitas manusia, masyarakat umum

Aku Massa. Aku dilihat atau aku sebagai massa di mana mata kita yang mewakili aku. Melihat Cirebon sebagai massa atau mungkin cara pandang aku terhadap Cirebon atau aku sebagai aku medium. Perdebatan panjang tentang proyek ‘Aku Massa’ menjadi obrolan hangat dan menarik. Kata ‘Aku Massa’ yang digagas oleh Forum Lenteng ini rupanya sempat bikin umat Gardu —Sanggar Gardu Unik, red— sedikit agak stuck, diam (entah berpikir atau bingung). Lalu, sedikit demi sedikit bergulirlah pertanyaan-pertanyaan yang kadang agak sulit dicerna, apalagi dijawab.

Hampir satu bulan lamanya, Forum Lenteng sebagai fasilitator mengirim Diki (Mahardika Yudha) dan Kiki (Riezky Andhika Pradana) sebagai tutor, ngendon di Cirebon, tepatnya di rumah Bayu (Bayu Alfian) di sekitar Jl. Cipto. Mereka bilang, di tengah kota lebih kena greget nya ketimbang di Gardu (padahal lokasi Gardu di kota juga) atau akal-akalan mereka buat menjerat ‘dede-dede’ (adik-adik, sebutan mereka terhadap gadis-gadis remaja). Katanya, kalo masih muda ruang-ruang dalam otaknya masih kosong dan fresh. Atau baru dipake 5 persen dari jutaan sel otak yang tersedia. Otak mereka pasti gampang nerima dan cantik-cantik (lho…).

Sebagai komunitas yang hidup di ‘kampung’, Gardu Unik merasa proyek ini sebagai kepercayaan yang tidak boleh disia-siakan. Ini bisa menambah pengetahuan atau minimal bisa menambah komputer di sanggar..hee.hee.. Setelah diskusi, kami baru sadar kalau capacity building itu perlu. Karena pekerjaan macam development project begini membutuhkan otak yang agak encer untuk memikirkan bagaimana jaringan itu dibangun. Wajarlah kalo beberapa teman Gardu Unik pulang dengan kepala diikat dengan kain. Aku pikir kepala mereka pecah setelah diskusi. Kiki ‘Barokah’ sempat dicium Chikungunya —Chikungunya adalah sejenis demam virus yang disebabkan alphavirus yang disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti, red— dan dirawat di UGD beberapa hari yang lalu. Untung Diki sebagai sahabat selalu stand by menemani Kiki ‘Barokah’. Bahkan, ketika Diki datang membawa obat, Kiki merasa ganjil. “Kok lo yang bawa obat, bukan disuapin suster cantik” sambil melotot dengan gaya Rock n’ Roll. “Lo kan kelas Tiga…. jadi bisa minum sendiri. Ga usah disuapin” (kelas tiga di Rumah Sakit, sama saja kelas ekonomi di kereta Tegal Arum).

Sambil misuh-misuh melirik ‘Pak Bakar’ pasien sebelah kamar yang luka bakar akibat tidak bisa berenang. Bapak yang masih muda itu rela kulitnya melepuh, Padahal beliau itu nelayan…. aneh. Lalu di sebelah tempat tidur Kiki ‘Barokah’, ada seorang pensiunan Angkatan Darat yang sudah beranjak senja kami menyebutnya teman sekelas Kiki, dari pengalaman itu Kiki punya ide untuk menjadi ‘medium’ untuk proyek ini.

Kiki mondar-mandir dengan handycam di tangan kanan dan infus di tangan kiri. Jalannya sedikit aneh karena nyamuk itu, menyebarkan virus yang bisa bikin persendian kaki ngilu. Bukan kepalang, perjuangan luar biasa buat menggarap sebuah proyek riset. Proyek itu, akhirnya masuk ke minggu-minggu terakhir. Saat eksekusi tiba, sedikit gugup dan terbata-bata ketika mereka berhadapan dengan Ugeng dan Hafiz. Ah… wajar, memang kita harus pintar buat maju.

Dari acara mondar-mandir di rumah sakit kelas tiga sampai VIP B banyak sudah poin-poin yang bisa di susun untuk jadi salah satu judul proyek ini, mulai dari piring seng untuk kelas tiga dan piring fiber dengan menu daging ayam untuk VIP B. Atau kamar mandi bau amis dicampur bau karbol dengan kamar mandi layaknya rumah mewah.

Terbersit kata-kata, kenapa harus rumah sakit. Bukan rumah sehat?….. Kata Mario Teguh sang motivator, jangan menganggap diri kita lemah…. Nanti kita benar-benar akan lemah. Nah lho… Apa bedanya dengan ‘Rumah Sehat’?, pasti penghuninya akan sehat. Kata ‘Aku’ dalam ‘Aku Massa’, pikiran saya adalah mata dimana setiap mata adalah aku, setiap aku adalah mata. Mata kita terbelenggu dalam tubuh dan ruh kita. Mata mewakili jiwa. Seandainya mata saya berada di Bosnia atau di tengah konflik antara Israel dengan Palestina, pasti saya dapat momen-momen yang menarik menurut sebagian orang atau mungkin banyak orang yang tidak mau melihat apa yang mata saya rekam. Mata sebagai ‘kamera’ manusia yang merekam setiap kegiatan dengan sejujurnya tanpa dibuat-buat.

Pernahkah kita merasakan bahwa seperti kita tidak ada?. Karena seumur hidup, kita tidak pernah melihat wajah kita secara langsung tanpa cermin. Seandainya mata kita seperti kamera, ada yang bisa dipinjamkan dari satu kepala ke kepala yang lain. Ada pemikiran, bagaimana kalau mata saya dipinjam oleh teman yang punya istri cantik?, pasti ada adegan-adegan syur yang saya lihat. Mata kita bisa memilih apa yang ingin kita lihat tanpa bisa direkam dalam bentuk visual dan di edit dengan menggunakan komputer maha canggih sekalipun. Mata kamera kita tidak bisa menuntun penonton atau kamera lain untuk mengikutinya. Setiap mata yang merekam akan diproses oleh otak. Lalu, dicerna dan disimpulkan berbeda dari setiap mata. Bagi saya, proyek ‘Aku Massa’ adalah proyek yang tidak aneh. Karena aku sebagai mata sudah kita rasakan semenjak kita menghirup udara dunia.

Lalu kenapa kita harus bingung dengan ‘Aku Massa’?. Yang bikin bingung itu, kenapa kok ada orang yang memikirkan atau menemukan ‘Aku Massa’ ini. Tentunya, jadi bahan kajian bagi kita. Betapa si makhluk yang punya ide ini memiliki intelejensia yang tinggi dan riset yang luar biasa atau bahkan mungkin ini kerjaan biar dibilang pinter.

Membaca tulisan UTM (itu mungkin ‘UTAMI’, nama asli Ugeng) —Tulisan Ugeng T. Moetidjo dalam pembahasan Aku Massa tahun 2008 berjudul “Arkeografi Aku”, red—. Saya bingung dengan posisi-posisi foto si A berada di sebelah kiri, si B yang menurut dia mungkin kakak ipar dari si C yang berpose duduk dengan gaun tua mengapit si D yang mungkin (lagi-lagi) Paman si A. Karena dilihat dari raut wajah dan bla…bla…bla. Bagi matanya, bisa dicerna dan diurai karena melihat langsung di dalam foto. Tetapi, bagi si pembaca, mungkin butuh imajinasi yang luar biasa untuk bisa menggambarkan atau mencerna tulisannya. Sekali lagi, mata penulis itu beda dengan mata kita. Setiap aku pasti berbeda pandang dengan aku-aku yang lain ketika memandang massa….

About the author

Avatar

Nico-Permadi

Pernah aktif di Komunitas Gardu Unik dan pernah mengikuti workshop akumassa.

5 Comments

  • Pengalaman aku, ini adalah tulisan yang aku tertawa saat mengetiknya…
    Tulisan yang kartun banget buat aku…haahaaa…’sing penting tertib ojo jotos-jotosan yoo’..

  • saya pikir kawan2 Cirebon tidak “cekot-cekot” mengikuti workshop ini. semua tampak senang, terutama dedek-dedek yang sangat antusias menonton.

    terima kasih Mas Broer telah mengorbitkan sebuah nama band rock terkenal di kota Cirebon yang berdiri kurang lebuh 13 tahun yang lalu, yang latihan hanya setahun sekali dan tidak pernah tampil diatas pentas. Ya Kamilah “Ba Rock Ah”.

    Gardu Rock on!
    Engklek Shoot on!
    Nico Mor on!!!

    hahaha…..
    salam Ba rock ah!!

  • foto halamannya makin keren aje….
    apa kabar semua orang dimanapun kau bertengger…haaa
    kikie eksis terus lo…haa…
    kapan ke Cirebon lagi, sudah ditunggu dengan eheeemmmmmm

Tinggalkan Balasan ke votrev X

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.