Jurnal Kecamatan: Rangkasbitung Kota/Kabupaten: Lebak Provinsi: Banten

Malam Minggu di Balong

Avatar
Written by Badrul Munir
Di Rangkasbitung, sedikit sekali tempat bagi para anak muda  untuk bersantai sore, atau untuk menghabiskan malam minggu bersama kekasih. Oleh karena itu, Balong, yang merupakan daerah pinggir sungai, menjadi alternatif ruang kumpul muda-mudi di kota ini. Bunyi genangan air yang beriak kecil diterpa angin sepoi menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung.

Para anak muda menghabsikan waktu di Balong

Para anak muda menghabsikan waktu di Balong

Dalam arti sebenarnya, Balong merupakan sebutan untuk danau buatan. Sementara itu yang dijadikan tempat nongkrong adalah daerah pinggir danau buatan ini yang sengaja difasilitasi oleh pemerintah kota. Selain keindahan pemandangan di Balong, pedagang kaki lima yang menawarkan berbagai macam makanan pun menjadi pelengkap untuk menghabiskan waktu senggang para muda-mudi di Rangkasbitung.

Para pedagang kaki lima di sekitar Balong

Para pedagang kaki lima di sekitar Balong

Di sebelah barat Balong, berdiri sebuah perpustakaan umum Saidja & Adinda yang tampak tidak terurus dan sering tutup karena kurangnya dana pemeliharaan dan biaya-biaya lainnya. Di pinggir selatan Balong, berjejer kios-kios bunga dan tanaman yang juga menyuguhkan tempat lesehan untuk para pasangan muda agar lebih bisa menikmati pemandangan Balong dan sekitarnya sambil menikmati minuman ringan yang dijajakan oleh pedagang bunga tersebut. Tepat di depan Balong, terdapat jalan utama menuju kampung sentral dan Rangkasbitung. Pedagang kaki lima berjejer menjajakan makanan dan minuman yang murah meriah. Sedangkan di arah timur tampak sebuah kampung berbukit yang di sebelah baratnya terdapat makam pahlawan. Lokasi itu tak kalah ramainya dengan suasana di Balong apabila malam minggu tiba. Para pemuda biasanya datang dengan deretan motor yang sudah dimodifikasi.

Perpustakaan Saidja Adinda

Perpustakaan Saidja & Adinda

Bukan hanya anak muda yang menghabiskan waktu di Balong, banyak juga para pemancing yang memancing di Balong tersebut, bahkan dari luar kota Rangkasbitung pun ada yang datang untuk memancing di Balong. Mungkin, karena gratis, jadi cukup banyak orang yang memancing di sana, baik pagi maupun sore hari.

Memancing di Balong

Memancing di Balong

Aku lebih senang menyaksikan orang-orang di sekitar Balong dari sekitar tempat duduk yang sengaja dibangun oleh pemerintah daerah. Tujuannya agar masyarakat bisa menikmati pemandangan danau buatan tanpa harus berada terlalu dekat dari danau tersebut. Karena apabila basah, permukaan semen pinggiran Balong akan menjadi licin, dan ditakutkan akan memakan korban.

Seiring malam minggu menjelang, iring-iringan motor berderung mengeluarkan suara bising menyekak telinga. Nyanyian para anak muda berlantun riuh renyah seperti paduan suara di gereja diiringi gitar bolong yang sudah tidak terdengar lagi dentumannya karena tergilas suara knalpot. Nyanyian mereka seakan mengekspresikan kepenatan hidup yang semakin sulit dan tak jelas arahnya. Aku di seberang jalan memperhatikan dan mengamati secara diam-diam, mencoba mengabadikan kejadian tersebut dengan kamera digital di tangan. Suasana malam minggu itu di sekitar Balong sangatlah ramai karena malam cerah tanpa hujan. Walau dengan penerangan seadanya, aku tetap menjepret momen-momen yang ada di sekitar Balong pada malam minggu itu.

Sepuluh tahun yang lalu, Balong ini hanyalah kumpulan semak-semak dan air sisa buangan dari jalan raya dan rumah sekitar, walau para pemancing banyak yang berkunjung untuk membagi peruntungannya mendapatkan ikan dari Balong yang tak terurus. Tapi sekarang sangatlah berbeda, Balong menjadi tempat favorit untuk berkumpulnya anak muda serta untuk mencari nafkah para pedagang kaki lima dan tukang bunga. Balong juga menjadi ajang pamer motor modifikasi dengan knalpot yang mengeluarkan suara-suara bising.

Aku hanya berkeliling memperhatikan suasana pada malam minggu itu dengan mengendarai motorku yang tana modifikasi seperti para anak muda itu. Sesekali aku berhenti untuk mengabadikan suasana dan turun dari motorku beberapa saat untuk melihat secara langsung suasana di pinggir Balong. Terlihat olehku para anak muda yang berpacaran, dan kadang ada juga yang berkerumun dengan masing-masing orang memegang telepon genggam dan terlihat tidak ada percakapan di antaranya.

Suasan Balong di sore hari

Suasan Balong di sore hari

Suasana malam mulai terasa dingin karena jam di telepon genggamku menunjukan pukul 10:13 WIB. Aku putuskan untuk mampir di tukang Surabi di samping alun-alun kota Rangkasbitung, tepat di pinggir gerbang kantor kejaksaan negeri dan meninggalkan suasana Balong yang masih ramai entah sampai jam berapa. Aku pun rehat sejenak sambil menikmati segelas sudrek dan sepotong kue serabi yang dicampur coklat di atasnya. Aku berbincang sejenak dengan Komenk, pedagang serabi, tentang suasana Balong yang berubah menjadi tempat nongkrong anak muda. 15 menit sudah aku berbincang sambil dibarengi dengan hangatnya segelas Sudrek (susu campur bandrek), kemudian aku pamit untuk pulang sambil menanti pertandingan bola tim favoritku yang akan berlaga di salah satu tv swasta.

About the author

Avatar

Badrul Munir

Dilahirkan pada 16 April 1978. Menyelesaikan studi Hubungan Masyarakat di LP3I tahun 2000 dan studi Ilmu Dakwah di STITDA – Lebak tahun 2008-2009. Pengajar ilmu Bahasa Inggris di STKIP Banten & STIB Pandeglang. Pernah mengikuti workshop akumassa dan terlibat dalam produksi filem dokumenter Dongeng Rangkas.

3 Comments

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.