Jurnal Kecamatan: Pancoran Mas Kota: Depok Provinsi: Jawa Barat

Terminal, Rumah Baca dan Panter

Beberapa penghuni terminal sedang santai di depan Kantor Panter
Avatar
Written by Lulus Gita Samudra

LANGIT TAMPAK MENDUNG pada Jum’at siang hari itu. Rintik hujan sesekali datang seolah menyambut kehadiran Bulan Desember 2011. Cuaca yang tidak bersahabat itu membuat aku harus menepi di Terminal Depok untuk singgah sementara.

Pintu masuk Terminal Depok untuk kendaraan umum.

Seperti terminal pada umumnya, lalu-lalang orang-orang, bus kota, angkutan umum atau angkot menjadi pemandangan yang khas. Ramainya aktivitas perdagangan juga terlihat di sini. Mulai dari pedagang asongan, penjaja lapak dan sederet kios-kios warung makan. Biasanya warung-warung itu dikunjungi para supir dan kondektur yang sedang beristirahat sambil mengisi perut ataupun hanya sekedar ngobrol-ngobrol dengan teman seprofesinya. Menariknya di antara kios-kios itu terdapat sebuah rumah baca, sehingga aku pun memilih tempat tersebut sebagai persinggahanku.

Di antara kios-kios terdapat sebuah rumah baca.

Ruangan itu tidak besar, luasnya hanya sekitar 10 meter persegi, namun buku-buku yang tersedia cukup banyak. Menurut informasi yang aku terima, di rumah baca ini terdapat sekitar 200 buku bahkan lebih yang terdiri dari komik, majalah dan buku pelajaran.

Selain sederet buku-buku, di ruangan ini aku melihat seperangkat komputer, Peta Depok, piagam dan beberapa foto pengurus rumah baca. Di antara foto-foto tersebut terdapat foto seseorang yang sedang berjabat tangan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Aku menjadi ingin tahu lebih jauh tentang rumah baca di Terminal Depok dan tentang orang yang ada dalam foto tersebut.

Foto Abah Agus bersalaman dengan SBY.

Akupun bertanya pada seseorang yang ada di ruangan rumah baca, “Maaf pak, itu siapa ya yang foto sama SBY?”

“Oh itu foto saya Mas.” Jawab orang itu dengan logat Sunda.

Aku kaget, karena sebelumnya aku tidak mengira bahwa orang yang di dalam foto sudah ada di sampingku sejak awal aku datang. Jika diperhatikan dengan jelas, gambar di dalam foto memang tampak lebih muda.

“Ini kapan fotonya Pak?” tanya ku.

“Hmmmm…. Kira-kira tahun 2007_an.” Jawab orang tersebut.

Setelah berkenalan, aku ketahui namanya Agus Kurnia yang akrab disapa Abah Agus atau Haji Agus. Di rumah baca Terminal Depok ia menjabat sebagai ketua kepengurusan rumah baca. Abah Agus mengatakan keberadaan rumah baca ini merupakan hal baru di Terminal Depok.

Abah Agus (kiri) sedang santai di dalam rumah baca bersama temannya.

“Rumah baca nya baru berdiri dua minggu, Mas.” Kata Abah.

Abah menjelaskan rumah baca ini merupakan gagasan para anggota Paguyuban Terminal (Panter) yang juga diketuai oleh Abah Agus sendiri. Para anggota merasa penting untuk menghadirkan rumah baca agar para penghuni Terminal Depok terbiasa membaca buku dan bisa menambah wawasan.

Ide Rumah Baca

Abah Agus meninggalkan rumahnya di Garut, Jawa barat dan hidup mandiri sejak umur enam tahun. Pendapatnya, penyebab ia pergi dari rumah karena kenakalan masa kecil yang ingin hidup bebas ditambah ia tidak bisa sekolah karena keluarganya tidak mampu membiayai. Sehingga ia sudah memutuskan untuk merantau sejak usia yang terlalu dini itu.

Petualangannya di lalui dari terminal ke terminal. Mulai dari Terminal Pulo Gadung, Kampung Rambutan hingga akhirnya berlabuh di Terminal Depok pada tahun 1992. Ia sempat menjadi anak jalanan, kondektur, supir dan seperti sekarang ini yaitu, pengayom penghuni Terminal Depok. Ia bercerita petualangannya merupakan pelajaran tersendiri bagi dirinya. Bahkan Abah Agus mengaku mulai merasa penting untuk belajar membaca sejak hidup di jalanan.

 “Waktu itu Abah mau baca koran, tapi gak bisa. Ya udah Abah suruh aja temen yang bisa baca ngebantuin ngeja tulisan. Lama-lama bisa sendiri tuh.”

Teringat pada peristiwa itu Abah pun berhasrat untuk membuat sebuah rumah baca di Terminal Depok. Tujuannya agar pengamen-pengamen kecil di lingkungan terminal mau belajar membaca dan yang dewasa juga bisa memperoleh wawasan baru. Akhirnya gagasan ini ia paparkan pada rapat Panter tahun 2006, yang disambut hangat oleh para anggota lainnya.

“Kebetulan temen-temen di Panter pada perihatin juga sih sama pengamen-pengamen cilik yang belom bisa baca, karena banyak banget yang belom bisa baca.” Ujar Abah.

Ririn (tengah) sedang mengenalkan bentuk angka kepada Paul (kiri; salah satu anak jalanan di Terminal Depok) dan Rahmat (kanan; salah satu anggota Panter) sedang membaca salah satu buku yang ada di rumah baca.

Gagasan yang sudah dibicarakan sejak tahun 2006 ini memang baru dapat terealisasikan cukup lama, yaitu tahun 2011. Keterbatasan dana menjadi penyebab utamanya. Tapi bagi Abah dan anggota Panter lainnya keterbatasan tidak menjadi halangan untuk membuat Rumah Baca meskipun butuh waktu yang panjang.

“Untungnya temen-temen optimis, terus kebetulan ada beberapa mahasiswa yang peduli menggalang pengumpulan buku dan dana di kampusnya masing-masing.”

Bagiku ini merupakan sebuah kolaborasi yang menarik. Perpaduan antara semangat penghuni terminal dan kepedulian mahasiswa berhasil membangun sebuah rumah baca. Meskipun pada saat itu aku merasa sedikit malu, karena setetes keringat pun tidak aku kucurkan di sini.

Paguyuban Terminal

Rumah Baca Terminal Depok tidak mungkin terbentuk tanpa adanya Panter itu sendiri. Abah mengungkapkan rasa kesatuan sebagai penghuni terminal menjadi modal utama terbentuknya Panter. Sebelum terbentuk Panter, di dalam terminal terdapat beberapa paguyuban, di antaranya; Paguyuban Minang, Paguyuban Batak, Paguyuban Pasundan, dan Paguyuban Jawa. Pada saat itu hubungan para penghuni terminal seakan-akan dibatasi oleh kesukuan.

“Dulu orang-orang terminal cuma mau bantu-membantu dengan orang yang sesama daerah, Mas.” Terang Abah sambil menyeruput segelas kopi susu.

Untuk membuat hubungan yang harmonis di antara sesama penghuni terminal, maka Abah dan beberapa orang waktu itu mengusulkan untuk menyatukan paguyuban-paguyuban tersebut. Akhirnya terbentuklah Panter yang berfungsi untuk membuat kerjasama yang baik di antara para penghuni terminal. Jika ada konflik yang melibat kan kesukuan, maka Panter akan menjembatani dialog damai di antara pihak terkait.

“Semenjak ada Panter hubungan antar penghuni terminal keliatan harmonis, Mas. Itu berkat semangat pluralisme.”

Hujan masih rintik-rintik, cerita pun terus berlanjut. Rasa ingin tahuku tentang Panter semakin bertambah.

Aku pun bertanya, “Selain Rumah baca, apalagi kegiatan Panter, Bah?”

“Sebelum rumah baca, kita udah buat Tameng Kebersihan Terminal Depok (TKTD).” Kata pria berumur 50 tahun itu.

Menurut penjelasan Abah Agus, TKTD adalah kelompok tukang sapu terminal dan tukang cuci mobil. Anggota TKTD awalnya adalah beberapa pelaku pencopetan dan beberapa pelacur yang biasa mangkal di Terminal Depok. Kemudian Panter mencoba mengumpulkan mereka dan membuat suatu program agar para pelaku kemaksiatan itu bisa beralih profesi dalam mencari rezeki juga supaya lingkungan terminal jadi tentram.

“Anggota TKTD siapa yang gaji, Bah?” tanyaku.

Abah menjawab, “Urunan seikhlasnya dari para pemilik warung dan kios di lingkungan terminal, Mas. Seharinya Panter membayar mereka Rp. 20.000. Tapi kalo cuci mobil beda lagi, ada tarifnya antara Rp.15.000 hingga Rp.30.000.”

“Setelah TKTD terbentuk, syukurnya kondisi lingkungan terminal udah aman, Mas. Tapi masih ada sih beberapa PSK yang belum mau tobat.” Jelas Abah.

“Terus PSK yang masih mangkal ditindak apa, Bah?” tanyaku lagi.

Abah mengatakan, “Yah, syukur-syukur masih ada yang mau tobat terus ikut TKTD. Kita kan udah coba menghimbau dan memberi jalan. Kalo yang gak mau ya kita biarin aja, emang orangnya bandel kali.” Ucap Abah sambil tertawa kecil.

Pria beranak empat ini juga menjelaskan, setelah program TKTD itu berjalan, Pemda Depok mulai memberikan apresiasi kepada Panter. Kemudian di Terminal Depok, Dinas Perhubungan (Dishub) memberikan ruangan untuk Panter sebagai kantor kegiatan mereka. Pada tahun 2006, Panter mendapat kejelasan secara hukum. Sehingga kini Panter pun sudah memiliki akta notaris sebagai Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) di Terminal Depok.

Beberapa penghuni terminal sedang santai di depan Kantor Panter.

Hari sudah mulai sore, rintik hujan pun sudah tak terlihat lagi. Sehingga aku menyudahi cerita Abah Agus tentang Terminal Depok. Menurutku cerita yang disampaikan Abah tentang rasa kesatuan dari keberagaman masyarakat Terminal Depok sehingga terbentuk rumah baca dan Panter merupakan suatu kisah yang menarik untuk disimak. Sebelum aku betul-betul beranjak pulang, Abah memberi aku sedikit nasihat.

“Kalo kita berangkat dari hati dan keyakinan untuk berbuat baik, biar susah ngejalaninnya nya, tetep bakal ngerasa puas dan bangga walaupun ala kadarnya.”

About the author

Avatar

Lulus Gita Samudra

Lulus Gita Samudra telah menyelesaikan studi Strata Satu-nya di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta. Pria kelahiran Jakarta tahun 1989 ini, juga turut aktif di Forum Lenteng sebagai Sekretaris Redaksi akumassa.org. Sebelumnya ia pernah mengikuti workshop akumassa Depok pada tahun 2011. Kini ia sedang membangun sebuah komunitas berbasis massa di Depok, bernama Suburbia.

5 Comments

  • rumah baca diterminal keren euy..
    wah salut ddeh sama si Abah dan juga rekan2 panter..!! teruskan pejuangan mu abah…

    kapan2 kalau ke depok mapir ke tempat abah deh..

  • Yang begini musti dijaga terus. Jangan sampe nasibnya sama aja kaya fasilitas-fasilitas lain di Indonesia. Awalnya doang ‘wah’, kalo udah lama dibuang. Tapi lumayan lah buat memacu jiwa berbagi sesama. Semoga bisa jadi inspirasi buat kita-kita yang masih muda 🙂

  • Sebuah inisiatif yang hebat ketika warga lokal (warga terminal) memiliki kesadaran untuk bergerak melakukan gerakan pencerdasan bagi masyarakatnya sendiri. Terlebih lagi, paguyuban panter dan rumah baca ini tidak bergantung pada institusi, korporasi atau lembaga dari pemerintahan.
    Terus hidupkan gerakan dari masyarakat kita.

  • Dear Abah Agus.. nama saya dengan Yanti, dan Alm.Ayah saya adalah Guru Kimia.
    Apakah pihak Rumah Baca dan Panter berminat dengan peninggalan buku2nya ??
    Kalau berminat.. silahkan email saya di : ra.yanti@yahoo.com / hp# 0812.10.16978
    Lokasi saya di Depok 2, jg bisa saya langsung antarkan kalo berminat.
    Terima kasih y Abah.. 🙂

Tinggalkan Balasan ke agung X

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.