Lenteng Agung, Jakarta Selatan

Puskesmas Kita

dsc00305

 

Bacaan Saya

Sejarah perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak pemerintahan Belanda pada abad ke-16. Kesehatan masyarakat di Indonesia pada waktu itu dimulai dengan adanya upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu.

Kolera masuk di Indonesia tahun 1927 dan tahun 1937 terjadi wabah kolera eltor di Indonesia kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembang di Indonesia. Sehingga berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.

Namun demikian di bidang kesehatan masyarakat yang lain pada tahun 1807 pada waktu pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka penurunan angka kematian bayi yang tinggi pada waktu itu.

dsc00301

 

Akan tetapi upaya ini tidak berlangsung lama karena langkanya tenaga pelatih kebidanan kemudian pada tahun 1930 dimulai lagi dengan didaftarnya para dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan. Selanjutnya baru pada tahun 1952 pada zaman kemerdekaan pelatihan secara cermat dukun bayi tersebut dilaksanakan lagi.

Pada tahun 1851 sekolah dokter Jawa didirikan oleh dr. Bosch, kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer dan dr. Bleeker di Indonesia. Kemudian sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi, di Jakarta. Setelah itu pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di Surabaya dengan nama NIAS (Nederland Indische Arsten School).

Pada tahun 1927, STOVIA berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya Universitas Indonesia tahun 1947 berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kedua sekolah tersebut mempunyai andil yang sangat besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.

dsc00320

 

Tidak kalah pentingnya dalam mengembangkan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah berdirinya Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung pada tahun 1888. Kemudian pada tahun 1938, pusat laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman dan selanjutnya disusul didirikan laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar, Surabaya dan Yogyakarta.

Laboratorium-laboratorium ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar dan sebagainya bahkan untuk bidang kesehatan masyarakat yang lain seperti gizi dan sanitasi.

Pada tahun 1922 pes masuk Indonesia dan pada tahun 1933, 1934 dan 1935 terjadi epidemi di beberapa tempat, terutama di pulau Jawa. Kemudian mulai tahun 1935 dilakukan program pemberantasan pes ini dengan melakukan penyemprotan DDT terhadap rumah-rumah penduduk dan juga vaksinasi massal. Tercatat pada tahun 1941, 15.000.000 orang telah memperoleh suntikan vaksinasi.

Pada tahun 1925, Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda melakukan pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di Banyumas-Purwokerto pada waktu itu. Dari hasil pengamatan dan analisisnya tersebut ini menyimpulkan bahwa penyebab tingginya angka kematian dan kesakitan ini adalah karena jeleknya kondisi sanitasi lingkungan.

Masyarakat pada waktu itu membuang kotorannya di sembarang tempat, di kebun, selokan, kali bahkan di pinggir jalan padahal mereka mengambil air minum juga dari kali. Selanjutnya ia berkesimpulan bahwa kondisi sanitasi lingkungan ini disebabkan karena perilaku penduduk.

Oleh sebab itu, untuk memulai upaya kesehatan masyarakat, Hydrich mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan. Sampai sekarang usaha Hydrich ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia.

dsc00302

 

Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak penting perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah diperkenalkannya Konsep Bandung (Bandung Plan) pada tahun 1951 oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah, yang selanjutnya dikenal dengan Patah-Leimena.

Dalam konsep ini mulai diperkenalkan bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam mengembangkan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia kedua aspek ini tidak boleh dipisahkan, baik di rumah sakit maupun di puskesmas.

Selanjutnya pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan sebagai bagian dari upaya pengembangan kesehatan masyarakat. Pada tahun 1956 ini oleh dr. Y. Sulianti didirikan Proyek Bekasi (tepatnya Lemah Abang) sebagai proyek percontohan atau model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia dan sebagai pusat pelatihan tenaga kesehatan.

Proyek ini disamping sebagai model atau konsep keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis, juga menekankan pada pendekatan tim dalam pengelolaan program kesehatan.

dsc00315

Untuk melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini terpilih 8 desa wilayah pengembangan masyarakat yaitu Inderapura (Sumatera Utara), Lampung, Bojong Loa (Jawa Barat), Sleman (Jawa Tengah), Godean (Yogyakarta), Mojosari (Jawa Timur), Kesiman (Bali) dan Barabai (Kalimantan Selatan). Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem puskesmas sekarang ini.

Pada bulan November 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia. Pada waktu itu dibahas konsep puskesmas yang dibawakan oleh dr. Achmad Dipodilogo yang mengacu kepada konsep Bandung dan Proyek Bekasi. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem puskesmas yang terdiri dari tipe A, B, dan C.

Dengan menggunakan hasil-hasil seminar tersebut, Departemen Kesehatan menyiapkan rencana induk pelayanan kesehatan terpadu di Indonesia. Akhirnya pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).

Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan, di kotamadya atau kabupaten.

Kegiatan pokok puskesmas mencakup :

1. Kesehatan ibu dan anak

2. Keluarga berencana

3. Gizi

4. Kesehatan lingkungan

5. Pencegahan penyakit menular

6. Penyuluhan kesehatan masyarakat

7. Pengobatan

8. Perawatan kesehatan masyarakat

9. Usaha kesehatan gizi

10. Usaha kesehatan sekolah

11. Usaha kesehatan jiwa

12. Laboratorium

13. Pencatatan dan pelaporan

Pada tahun 1969, sistem puskesmas hanya disepakati 2 saja, yakni tipe A dan B dimana tipe A dikelola oleh dokter sedangkan tipe B hanya dikelola oleh paramedis. Dengan adanya perkembangan tenaga medis maka akhirnya pada tahun 1979 tidak diadakan perbedaan puskesmas tipe A atau tipe B, hanya ada satu tipe puskesmas yang dikepalai oleh seorang dokter.

Pada tahun 1979 juga dikembangkan 1 piranti manajerial guna penilaian puskesmas yakni stratifikasi puskesmas sehingga dibedakan adanya :

1. Strata 1 : puskesmas dengan prestasi sangat baik

2. Strata 2 : puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar

3. Strata 3 : puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata

Selanjutnya puskesmas juga dilengkapi dengan 2 piranti manajerial yang lain, yakni micro planning untuk perencanaan dan lokakarya mini (Lokmin) untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim. Akhirnya pada tahun 1984 tanggung jawab puskesmas ditingkatkan lagi dengan berkembangnya program paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana (Posyandu).

Program ini mencakup :

1. Kesehatan ibu dan anak

2. Keluarga berencana

3. Gizi

4. Penanggulangan penyakit diare

5. Imunisasi

Puskesmas mempunyai tanggung jawab dalam pembinaan dan pengembangan Posyandu di wilayah kerjanya masing-masing.

Sumber :

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.

PUSKESMAS LENTENG AGUNG JL. LENTENG AGUNG

RT.08/RW.03 TELP : (021) 7875322

Setelah melihat sejarah tersebut, mari kita buka ingatan sedikit kita tentang “PUSKESMAS”. Mendengar kata itu, mungkin kita langsung teringat sebuah tempat berobat untuk “si sakit” yang berasal dari tingkat ekonomi menengah kebawah yang disediakan oleh pemerintah. Mungkin sama atau tidak pengertian tentang PUSKESMAS itu dalam memori kita. Apa yang menyebabkan kita (khususnya saya sendiri) mempunyai pengertian yang cukup “cemen” tentang PUSKESMAS ? Mungkin karena murahnya biaya pengobatan, orang orang yang berobat kesana, fasilitas pengobatan yang seadanya ditambah lamban kinerja/tidak professional layanan yang diberikan?Mungkin.

dsc003032Saya pun pernah mengunjungi PUSKESMAS, tetapi saat saya masih kecil, ibu sering membawa saya ke puskesmas untuk imunisasi dan cabut gigi. Namun pengalaman terbaru saya terhadap PUSKESMAS kemarin saat saya mengantar dua teman saya berobat, namun menurut saya pengalaman kemarin sugguh “tidak enak”.Kami berangkat kira-kira pukul 07.45 wib pagi dengan harapan kami dapat daftar dan dilayani sebagai orang yang pertama, kami berangkat bertiga menunggangi satu sepeda motor “bebek” plat merah.

dsc00296

 

Sampai di PUSKESMAS kira -kira pukul 07.55 wib, kondisi puskesmas sangat sepi dengan pintu utama dibuka sebelah, kesan pertama saya PUSKESMAS sangat terawat dan lumayan bersih, kami tanpa basa-basi segera masuk kedalam untuk mendaftarkan diri, namun tidak ada siapapun yang meresponnya. Tiba-tiba seorang ibu bereriak, “ntar mas bukanya jam setengah sembilan, orangnya belom pada datang !!” kami pun membalas “kalo daftar ??” lalu ibu itu menegaskan dengan nada suara dan muka yang tidak enak“iya nanti jam setengah sembilan”. Kami pun duduk diluar dan merokok. Fuad teman kami yang menderita sakit gigi, yang pertama mengeluarkan sebungkus rorok kretek. Buzz…asap pertama dihembuskan, saya pun menyusul, buzz…asap pertama saya dari rokok kretek pertama hari ini di depan puskesmas, nikmat. Disusul dengan Dani, yang membuat saya dan Fuad heran karena ikut merokok padahal dia sedang meriang dan pusing, tanpa kata-kata langsung juga buzz…asap pertama Dani mengepul. Lalu saya meminta Fuad unuk memesan kopi dan Fuad pun langsung menanyakan pada ibu di depan tadi “Bu ada kopi?” sekaligus bertanya, “masih lama ya Bu bukanya?” ibu itu langsung menjawab sinis “di sini ngga jual kopi di sini jualnya jajanan anak sekolah, dibilangin nanti setengah sembilan.” Saya yang mendengar itu kesal dan langsung masuk kedalam ruang tunggu PUSKESMAS sembari membuang asap rokok keruangan itu, tiba-tiba “Mas, ngerokonya jangan di dalam, keluar” teriak ibu yang diluar tadi, saya pun semakin menjadi dengan meludahi PUSKESMAS itu di setiap pintunya dan keluar untuk menghabiskan rokok tadi.

dsc00304

Sebatang tuntas hisapan rokok kami, PUSKESMAS pun belum ada tanda-tanda kehidupan, hanya pintu yang terbuka sebagian. Pukul 08.45 wib saya lihat di telepon genggam belum juga dimulai aktivitas pengobatan masyarakat itu.

dsc00313 Lima menit kemudian ada seorang ibu masuk bersama anaknya, kemudian si ibu yang duduk di depan tadi masuk dan mengambil posisi sebagai juru daftar. Kami diam dan langsung berkata “ kenapa ngga dari tadi Bu?” si ibu bilang, “tadi orangnya belom dateng ini saya ngengantiin dia ajah kepaksa”, “sial” kata saya, dan kami segera mendaftar dengan perasaan sedikit kecewa dan masuk di urutan ke dua dan ke tiga sebagai orang yang pertama hadir (hanya bisa terjadi di Indonesia).

dsc00299

Saat daftar teman saya ditanya nama dan alamat lengkap. Tapi mereka hanya menjawab nama tanpa alamat lengkap, “lupa alamatnya” jawab mereka. Si Ibu menyahut, “emangnya di sini tinggal di mana? Kost? Dasar tidak jelas”. “Berapa, ini berdua uang pendaftarannya?” tanya saya, “empat ribu” jawab ibu. Saya mengeluarkan uang lima puluh ribu rupiah dan menyodorkannya, Si Ibu: “Belum ada kembalinya, tukerin dulu sana”. Fuad pun keluar untuk mencoba menukar uang ke warung-warung yang ada di depan, dan sulit sekali menukar uang di Jakarta jika tidak membeli. Lalu sampai di warung terakhir dan membeli sebuah pulpen ‘pilot’ dan cokelat, kembalian pun didapat.

dsc00314

Lagi-lagi menunggu, sangat membosankan. Sekitar pukul 10 lewat, dokter mulai berdatangan dan saya pun keluar melintasi Si Ibu juru daftar yang sedang sibuk menyalakan televisi 21’’ yang ada di ruang tunggu utama dengan menaiki kursi dan memencet tombol on pada televisi, sesekali ia menggerutu “remotnya rusak lagi padahal kemarin baru diservis”. Lalu saya duduk sebentar di ruang tunggu utama sambil merencanakan pembunuhan kepada Si Ibu tadi dan menghujaminya dengan makian karena dia sudah membuat kami menunggu dan merasa dibodohi, ternyata dia adalah juru daftar di PUSKESMAS ini, “semoga anda masuk surga”. Saya keluar menunggu teman saya yang sedang memeriksakan dirinya ke dokter, akhirnya…

dsc00309

Suasana di luar PUSKESMAS sangat ramai, banyak pasien yang datang hari ini. Selain itu karena berdekatan dengan sekolah dasar, ada banyak pedagang makanan di luarnya.Lokasi PUSKESMAS ini menurut saya baik (strategis), dekat pemukiman, sekolah, dan tempatnya pun lumayan bagus, ditambah biaya berobat yang sangat terjangkau. Namun profesionalismenya saja yang masih harus dipertanyakan dan dibenahi. Apakah semua lembaga pelayanan negeri (milik pemerintah) harus dilakukan dengan seadanya padahal biaya kesehatan masuk dalam anggaran daerah masing-masing, bahkan negara sekalipun, yaitu sebesar 2,8 persen dari APBN 2009?


KOMPAS- Anggaran kesehatan Indonesia yang baru 2,8 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2009 masih jauh dari standar Organisasi Kesehatan Dunia sebesar 15 persen. Hal ini perlu disiasati dengan maksimalisasi potensi masyarakat dan dukungan Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah.


”Jadi memang baru itu kemampuan APBN 2009 yang totalnya lebih dari Rp 1.000 triliun. Tentunya pelayanan kesehatan masyarakat masih jauh dari standar,” ungkap Ketua DPR Agung Laksono saat meresmikan Rumah Sakit Umum dan Holistik Sejahtera Bhakti di Kota Salatiga, Jawa Tengah, Senin (5/1).

Sumber :

(http://beritapendidikan.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=16&artid=10)

dsc00317

Mungkin pengalaman saya juga anda alami, seperti tagline iklan biskuit “sudah tradisi??”

Gelar Agryano Soemantri

About the author

Avatar

Gelar Agryano Soemantri

Gelar Agryano Soemantri, panggil saja Gelar. Pria ini telah menyelesaikan pendidikannya di Institut Ilmu Sosial dan Imu Politik (IISIP) Jakarta. Aktif sebagai anggota Forum Lenteng. AKtif juga dalam membuat video.

8 Comments

  • Ya..memang ini adalah salah satu potret nyata PUSKESMAS kita, sebagai tenaga kesehatan (Gizi) saya juga turut prihatin, terima kasih atas perhatian dan kritikannya..sumbang saran sangat diperlukan ..sebagai warga masyarakatnya ada baiknya menyampaikan langsung kepada pihak PUSKESMAS ybs..supaya terketuk hatinya seorang kepala Puskesmas supaya menegakkan disiplin.. demi masyarakat…karena mereka sebenarnya kami adalah pengabdi masyarakat

  • udah PUSKESMASnya begono, eeh..pasien2nya begono juga, jadinya emgang bener2 udah tradisi,heehee.. makanya nanti pada jadi presiden tuh 2014! abis itu lo hukum mati deh orang2 yang bunyinya ngabdi pada masyarakat gak profesional!!!

  • Mantep boi! Kritik terus sesuai realitas tempat pelayanan masyarakat yang dikelola negara dari A-Z Semuanya bisa dikritisi!

  • jangan dulu jadi presiden benahin ajah dulu pribadi masing masing masa urusan cemen ajah harus presiden,di lembaga/yayasan/paguyuban terkecil yang ada ajah masih berantakan koq. intinya harus bisa menerima kritikan !!! dan bisa memporsikan diri pada tugas masing2… berusaha adil dan terbuka ajah..orang mereka ada juga karena kita.. mari sama-sama dewasa.. kesehatan itu penting buat kita dan bangsa ini… MARI HANCURKAN !!!

  • hmm bener tuh karena bangsa kta bangsa yang kerdil.. hehehe… makanya setiap apapun harus di publikasikan dengan baik.. hehehe !!! selamat aku massa..good refrence for life society

  • kualitas dokter umum d puskesmas lenteng agung perlu dperhatikan,.hanya bs menghujat tanpa periksa sedikitpun,.dan menyinggung pasien karna pasien mgnkan cara tradisional,.langsung mengatakan lulusan mana masih pcaya kerokan.tolong kualitas dokternya lbh dperhatikan&hrus punya etika agar pasien tidak tersinggung

Tinggalkan Balasan ke junaedi X

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.