DKI Jakarta

Pestanya Kelas Pekerja

Pestanya Kelas Pekerja
Avatar
Written by Lulus Gita Samudra

Barisan buruh FSBI mengatur barisan

Jalan-jalan di Jakarta

Puluhan ribu massa berkumpul pada siang hari itu di sekitar Monumen Nasional, Jakarta. Beraneka ragam warnanya, ada kelompok berbaju hitam, putih, biru, merah dan oranye. Setiap kelompok dipandu koordinator lapangannya. Meskipun begitu, mereka satu tujuan. Merayakan Hari Buruh Dunia tahun 2012 dengan mengadakan pesta di jalan berupa aksi long march, pembacaan manifesto buruh Indonesia, dan hiburan panggung musik yang akan diisi oleh musisi ibu kota.

Barikade keamanaan negara sudah membuat kolom barisan. Dengan tameng, pelindung kepala dan mobil-mobil baja, artinya mereka sudah siap menjaga keamanan kota dari kemungkinan terjadinya kerusuhan. Tiba-tiba, dari arah timur datang lagi sebuah rombongan sambil bernyanyi beberapa lagu perjuangan, termasuk Hymne Buruh. Rombongan berjumlah ratusan pekerja itu, datang dari Cikarang, Jawa Barat. Mereka di bawah naungan Federasi Serikat Buruh Indonesia (FSBI). Dengan mantap, rombongan itu melebur dengan serikat buruh yang lainnya.

Barikade polisi siap mengamankan Jakarta dari kemungkinan rusuh

Untuk sementara, komando seluruh buruh sepertinya diambil oleh Federasi Serikat Pekerja Otomotif Indonesia (FSPOL). Mereka menjadi garda terdepan untuk menggiring para buruh hijrah dari Monas ke Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta Selatan. Untuk memperkuat barisan, koordinator lapangan (korlap) FSPOL berorasi di depan para demonstran. Dengan satu tujuan, ia meneriakan enam tuntutan pekerja Indonesia.

Pertama, jalankan jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat per 1 Januari 2014, hal ini termasuk untuk para guru bantu, honorer dan kontrak. Biaya jaminan kesehatan itu bisa disalurkan melalui penerima bantuan iuran. Kedua, jalankan jaminan pensiun wajib untuk buruh per 1 Juli 2015. Ketiga, tolak kebijakan upah murah dengan merievisi Permakertrans No 17 tahun 2005 tentang kebutuhan hidup layak, termasuk untuk guru bantu, honorer dan guru kontrak. Dananya bisa diambil dari APBN atau APBD. Ke empat, hapuskan sistem outsourcing tenaga kerja yang bersifat eksploitatif. Ke lima, berikan subsidi buruh dan keluarga melalui APBN atau APBD. Dan terakhir, jadikan 1 Mei sebagai hari buruh dan libur nasional.

Para buruh konvoi dari Monas ke GBK

FSPOL menjadi barisan terdepan konvoi buruh dari Monas ke GBK

Terik matahari semakin menjadi, panasnya bukan main. Satu per satu buruh meninggalkan barisan untuk berteduh di bawah rindangnya pohon-pohon Jakarta. Untuk korlap, tentu hal ini mengkhawatirkan. Kehilangan semangat dalam berjuang merupakan masalah yang paling fatal. Untuk menyatukannya kembali, korlap memandu para buruh untuk tetap berdiri dalam barisan.

“Kawan-kawan harus tetap semangat. Segera kembali menuju barisan. Delapan jam kerja yang kita nikmati hari ini adalah hasil semangat pejuang buruh terdahulu,” tegas korlap menggunakan alat pengeras suara. Akhrinya satu per satu buruh kembali masuk dalam barisan. Lalu mereka menyanyikan lagu Buruh Tani bersama-sama dan melanjutkan perjalanan menuju Stadion GBK. Iring-iringan sepeda motor melaju paling depan yang diikuti rombongan bus dan mobil pribadi lainnya.

Setiap bus terisi penuh oleh massa, bahkan bisa dibilang sesak. Termasuk bus pariwisata Hiba Utama yang ditumpangi para pekerja dari kawasan industri Ejip, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Umumnya yang ada di dalam bus itu para pekerja di PT Crestec Indonesia. Sebuah perusahaan yang memproduksi komponen-komponen dasar untuk membuat barang-barang elektronik.

Salah satu penumpangnya bernama Agus. Laki-laki berumur 34 tahun ini mengaku sudah mengabdi pada perusahaan sejak tahun 1996. Tugasnya di pabrik mengatur operasional mesin-mesin. Dengan bajunya yang berwarna biru bertuliskan FSBI, ia menjelaskan tentang nasib buruh di Indonesia yang masih terabaikan dan harus diperjuangkan.

Agus, buruh pabrik dari kawasan Ejip, Cikarang, Bekasi

Misalnya tentang sistem outsourching. Menurutnya sistem itu tidak berperikemanusiaan, karena seseorang harus bekerja tanpa tunjangan apapun. Mereka hanya bekerja sesuai masa kontrak yang terpaksa disepakati lantaran tidak mau nganggur. Ketika masa kontrak sudah habis, maka akan sengsara lagi mencari kontrak-kontrak baru yang belum tentu segera kunjung datang. “Udah gitu, gajinya pasti dipotong setiap bulan sama yayasan yang menyalurkannya,” ujar Agus.

Sebetulnya persoalan buruh tetap juga masih menjadi masalah kemanusiaan. Ia menjelaskan, selama 16 tahun pengabdian pada perusahaan saja, gajinya masih Rp 2,3 juta. Namun beruntung, istrinya dapat membantu dengan menjadi guru kontrak (guru yang dibayar sesuai masa kontrak yang disepakati) di Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Cibitung. Penghasilannya dapat membantu kelangsungan hidup rumah tangga mereka yang hingga saat ini belum dikaruniai anak.

Ia juga mengungkapkan kebingungannya terhadap pekerja di kantoran yang tidak mau turun ke jalan setiap tanggal 1 Mei. Padahal tuntutan para buruh jika direalisasikan pemerintah, mereka juga yang akan menikmatinya. “Gaji mereka juga diatur UMR atau UMK. Jika pemerintah menaikan angka minimumnya, tentu mereka juga yang merasakan,” jelas Agus.

Untuk tuntutan dijadikannya hari libur nasional setiap tanggal 1 Mei termasuk hal yang perlu direalisasikan juga menurutnya. Ia memaparkan, setiap tanggal 1 Mei, umumnya setiap buruh pasti bolos kerja untuk turun kejalan, karena ini salah satu hari raya para pekerja. Seharusnya tidak ada yang namanya bolos bersama setiap tanggal 1 Mei jika dijadikan hari libur nasional.

Kalo di tempat saya, supaya gak kena sanksi bolos, para pekerja bikin kesepakatan sama manajemen pabrik. Sabtu dan Minggu kan libur,tuh. Jadi untuk demo hari Selasa ini, para pekerja akan tetap masuk di hari Sabtu untuk gantiin yang hari ini,” jelas Agus.

 

Stadion Gelora Bung Karno

Matahari sudah tidak segagah siang tadi. Sore itu ratusan ribu buruh sudah berkumpul di Stadion Gelora Bung Karno (GBK). Para buruh itu akan mendengarkan Manifesto Buruh Indonesia dan peresmian Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) yang digagas oleh tiga federasi besar, di antaranya, KSPI, KSBI dan KSPI. Ketiga federasi itu didukung oleh federasi-federasi kecil lainnya seperti, FSP TSK, FSBI, GSPMII, FSP LEM, FSP FARKES, FS Pewarta dan SPIN.

Suasana di Stadion Gelora Bung Karno

Acara dibuka dengan ucapan selamat datang  oleh ketiga pemimpin federasi besar, Andi Gani Nena Wea Presiden KSPSI, Mudhofir Presiden KSBSI dan Muhammad Rusdi, Sekjen KSPI mewakili  Said Iqbal, Presiden KSPI, yang tidak bisa hadir karena istrinya mengidap lupus dan sedang dirawat di rumah sakit. Lalu seluruh buruh berdoa secara bersama untuk kesehatan istri Iqbal.

Selanjutnya para pemimpin itu secara resmi mendeklarasikan hari jadi Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI). Presiden KSPI, Andi Gani Nena menjelaskan di hadapan para buruh, dengan diadakannya peresmian MPBI di GBK ini, diharap para buruh dapat terapresiasikan permasalahannya melalui cabang-cabang kecil di wilayah kerjanya. “Peresmian MPBI ini telah membuang biaya yang mahal, tapi semoga kita semua dapat berbahagia. Panitia mendapat dana dari iuran yang kawan-kawan buruh berikan di setiap federasi. Alhamdulillah, tidak ada sepeserpun uang dari penguasa dan pengusaha.” Serempak ratusan ribu buruh itu tepuk tangan.

 

Iring-iringan gabungan buruh dari berbagai federasi sambil membawa bendera

Begitu juga dengan Manifesto Buruh Indonesia, para pemimpin federasi itu membacakan secara bersama. Isinya tentang tekad para buruh untuk mewujudkan tiga istilah, Pangan (pemerataan pendapatan dan penghidupan yang layak), Kemerdekaan (penguatan demokrasi politik, demokrasi ekonomi dan ketahanan sosial budaya) dan Perlindungan (keadilan sosial untuk seluruh rakyat dan perlindungan sosial).

Pangan itu sendiri diartikan sebagai dorongan kepada buruh untuk melawan kebijakan upah murah termasuk untuk guru honorer, guru kontrak, guru bantu, pekerja rumah tangga (PRT), pekerja migran dan pekerja sosial. Hal ini juga menuntut peningkatan daya beli rakyat, menjaga kestabilan harga, serta menuntut pemerintah untuk mengikutsertakan serikat buruh dalam membuat kebijakan ekonomi negara.

Kemerdekaan sendiri merupakan ajakan kepada seluruh masyarakat Indonesia, baik yang buruh maupun bukan untuk bersatu memberikan ruang kebebasan berserikat. Kemerdakaan juga mengajak masyarakat untuk menuntut penghapusan sistem outsorcing, menolak diskriminasi dan memastikan hak berpolitik bagi kaum pekerja.

Sedangkan Perlindungan adalah gerakan untuk mewujudkan kehidupan buruh yan lebih sejahtera, adil dan manusiawi. Tuntutannya berupa diadakannya jaminan kematian, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan pensiun. Serta tak luput untuk urusan pendidikan, mereka menuntut disediakannya subsidi untuk anak-anak buruh memiliki kesempatan bersekolah hingga perguruan tinggi.

Sekali lagi, para buruh itu tepuk tangan dan bersorak sorai mendukung isi dari Manifesto Buruh Indonesia yang tadi dibacakan. Sehingga hari itu, GBK tidak lagi tampak seperti tempat perhelatan pertandingan sepak bola. Tapi betul-betul berubah menjadi suasana politis dan pesta hari raya para kelas pekerja. Rasa senang jelas terlihat dari wajah-wajah para buruh yang hadir di sana, seakan mereka melihat harapan baru dari para petinggi federasi. Belum lagi ditambah hiburan musik yang membuat kulit dahi lebih renggang dari sebelumnya.

Ramainya antusias para buruh di dalam stadion GBK

Salah satunya, lagu Kebyar-Kebyar ciptaan Gombloh yang dinyanyikan Edo Kondologit. Penyanyi Jazz asal Papua itu mampu membuat para buruh berdiri tegak dan mengibarkan bendera negara. Bersama-sama mereka menyanyikan lagu tentang perpaduan warna merah dan putih yang bersatu dalam semangat rakyat Indonesia.

Selanjutnya, kehadiran band Slank juga tak kalah serunya. Seraknya suara Kaka Slank dalam menyanyikan lagu Garuda Pancasila ciptaan Sudharnoto membuat suasana kebangsaan para buruh semakin terlihat. Semua berdiri sambil mengangkat tangan kiri dan bernyanyi seakan mereka siap untuk mendukung keutuhan Pancasila sebagai dasar negara.

Penampilan Edo Kondologit di Stadion GBK untuk menghibur para buruh

Slank, menyanyikan lagu Garuda Pancasila yang disambut meriah oleh para buruh

Ternyata, betapa meriahnya peringatan Hari Buruh Dunia. Seperti hari raya lainnya, mereka membuat pesta besar-besaran. Tapi sudah tentu, pesta kali ini sarat nuansa politis, bukan hanya seremonial yang humbar-humbar uang belaka. Karena ratusan ribu buruh itu sadar, uang yang mereka buang hari itu adalah hasil perasan keringat dan tidak boleh terbuang sia-sia. Sehingga mereka luapkan dengan berkumpul pada tanggal yang sama, berserikat dan membuat manifesto sebagai pegangan kekuatan.

 

Foto oleh Dian Komala

About the author

Avatar

Lulus Gita Samudra

Lulus Gita Samudra telah menyelesaikan studi Strata Satu-nya di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta. Pria kelahiran Jakarta tahun 1989 ini, juga turut aktif di Forum Lenteng sebagai Sekretaris Redaksi akumassa.org. Sebelumnya ia pernah mengikuti workshop akumassa Depok pada tahun 2011. Kini ia sedang membangun sebuah komunitas berbasis massa di Depok, bernama Suburbia.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.