Apabila melihat kalender, tanggal 26 Februari tahun ini berwarna merah, dengan keterangan tertulis di bawahnya “Maulid Nabi Muhammad SAW”. Yaitu hari kelahiran sosok suri tauladan bagi Umat Islam, Nabi Muhammad SAW, sang adi manusia yang paling sempurna. Menurut penanggalan Tahun Hijriyah, maka hari itu tepat pada tanggal 12 Rabiul Awal, atau apabila memakai penanggalan Jawa, jatuh pada tanggal 12 bulan Mulud.
Pada hari itu, atau beberapa hari sebelum atau sesudahnya, biasanya banyak diadakan pengajian untuk memperingatinya. Seperti yang diadakan oleh masyarakat Desa Dengkeng, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten. Rabu malam (24/2) masyarakat Desa Dengkeng mengadakan pengajian untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, bertempat di Mushola Al-Mubarok. Tempatnya sangat sederhana, memakai kursi terbuat dari atom yang ditata rapi di halaman mushola sebagai tempat duduk, serta beratapkan kain sebagai tenda di atasnya.
Pengajian dimulai pukul 20.30 WIB, dengan acara pertama pembacaan ayat suci Al-Qur’an yang dibawakan oleh Ibu Sudiyem, kemudian dilanjutkan dengan acara sambutan oleh Bapak Hako selaku ketua panitia. Dalam sambutannya, dijelaskan bahwa persiapan pengajian ini sangatlah mendadak. Malam Senin kepanitiaan baru dibentuk, maka yang terucap pertamakali olehnya adalah permohonan maaf dengan segenap hati apabila banyak kekurangan dalam pengajian ini. Permohonan maaf yang kedua, yaitu permohonan atas tidak hadirnya Bapak Haryanto, yang dijadwalkan akan memberikan tausiyah, sehingga digantikan oleh Bapak Sutanto.
Mengingat waktu yang sudah semakin larut malam, setelah sambutan selesai, maka langsung masuk pada acara inti yaitu tausiyah. Dengan gagahnya, Bapak Sutanto langsung naik ke mimbar yang terletak di serambi mushola, kemudian memberikan salam kepada semua hadirin. “Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”, dengan suara besar salam itu terucap. Mendengar salam itu, para hadirin kemudian menjawabnya dengan sangat kompak.
Walau Bapak Sutanto sudah mulai masuk usia tua, namun suaranya masih bertenaga, dan tidak jarang mengeluarkan guyonan-guyonan lucu di sela-sela materi tausiyahnya. “Pak, Bu’.. janjane Pak Haryanto digantos Pak Sutanto niku rasane gelo opo gresulo?” (Pak, Bu’..sebenarnya Pak Haryanto diganti Pak Sutanto itu perasaannya kecewa atau tidak terima?), Pak Sutanto mengeluarkan guyonannya. Sebuah guyonan berupa pertanyaan yang semua pilihannya tidak baik. Para hadirin tidak langsung menjawab, sebagian dari mereka diam sejenak, ada pula sebagian yang langsung tertawa, mungkin bagi yang diam bingung mau menjawab pilihan yang mana. “Ora loro-loro ne..” (tidak dua-dua nya..), salah satu hadirin menjawab dengan sedikit tertawa. Seperti itulah guyonannya, dan masih banyak guyonan yang lainnya.
Ketertarikan masyarakat pada pengajian ini sangatlah baik, terlihat dari 150 kursi yang disediakan panitia semuanya terisi, bahkan ada yang duduk di teras rumah warga yang berada di dekat mushola dan ada juga yang duduk di pinggir jalan. Bagai setetes air di Gurun Sahara, begitu aku menyebut pengajian ini. Karena pengajian seperti ini sangatlah jarang di desaku, belum tentu setahun sekali diadakan. Jadi ketika masyarakat sudah mulai haus dengan siraman rohani, dengan diadakannya pengajian ini rasa haus itu terobati.
Para hadirin yang datang mewakili semua kategori usia, namun masih banyak didominasi oleh bapak-bapak dan ibu-ibu, sedangkan yang paling sedikit adalah usia remaja. Para remaja nampaknya sudah tidak butuh lagi dengan acara seperti itu, mereka lebih senang berhura-hura ria. Jadi, nampaknya hedonisme memang sudah mulai merambah ke desa.
Sangat beruntung cuaca baik malam itu, langit cerah, tidak ada sedikit pun tanda-tanda akan turun hujan. Tidak terbayang apabila hujan, berapa banyak warga yang mau datang. Sungguh, malam yang bersahabat.
Kurang lebih satu jam sudah Bapak Sutanto memberikan tausiyah-nya, guyonan demi guyonan telah dikeluarkan, hingga sampai pada akhir tausiyah dia memberikan pesan penutup. “..Njalani urip niki kito kedah sabar, ampun cepet putus asa, terus usaha lan njagi sifat tawakal” (menjalani hidup ini kita harus sabar, jangan cepat putus asa, terus berusaha dan menjaga sifat tawakal), pesan Pak Sutanto.
Malam sudah mendekati pertengahan, oleh karena itu ketika acara tausiyah telah selesai, maka langsung menuju acara penutup. “..Acoro demi acoro sampun kito lampahi, lan acoro ingkah terakhir inggih puniko panuput, sumonggo kito tutup sareng-sareng kanti maos hamdalah sesarengan” (..acara demi acara telah kita lalui, dan acara yang terakhir adalah penutupan, mari kita tutup acara bersama-sama dengan mengucap hamdallah bersama), suara pembawa acara membawakan acara yang terakhir.
Kata Alhamdulillah telah terucap, para hadirin kemudian saling bersalaman sambil berjalan keluar. Dengan bergabung bersama teman masing-masing mereka pulang berjalan kaki, karena memang hampir semua hadirin datang dengan berjalan kaki. Kegembiraan terlihat begitu jelas di wajah para panitia atas keberhasilannya menyelenggarakan pengajian tersebut.