Jurnal Kecamatan: Ciputat Kota: Tangerang Selatan Provinsi: Banten

Niagara Theatre

Avatar
Written by Taufiq Bernadi
Niagara Theatre  adalah sebuah bioskop yang berada di wilayah Ciputat, Tangerang Selatan. Bioskop ini berdiri pada tahun 1984, dengan pemiliknya keturunan Cina yang bertempat tinggal di daerah Kota. Awalnya tanah yang dipakai oleh Bioskop Niagara adalah sebuah empang. Pada tahun 1984 lahan itu dibeli oleh seorang keturunan Cina (pemilik Niagara).

1

Kondisi Niagara Theatre saat ini.

Pemilik bioskop ini sendiri mempunyai tiga bioskop, yaitu di daerah Viktor (Tangerang Selatan), Moris (Tangerang Kota)  dan (Ciputat Tangerang Selatan). Awalnya pemilik Niagara ini hanyalah seorang pelukis banner untuk bioskop. Setelah itu ia sukses dan akhirnya memutuskan membeli tanah di belakang Pasar Ciputat yang kala itu harganya masih murah, begitu penuturan dari Ibu dan Pak Majid, pasangan suami istri yang membuka warung di kawasan halaman bioskop, dengan senyuman khasnya. Pak Majid dulunya adalah manajer Niagara Theatre pada masa bioskop itu berjaya. Sekarang dia hanya dipercayakan memegang kunci gedung oleh pemiliknya, sampai kelak ada yang mau membeli gedung itu. Dan ketika itu kami memilih Bioskop Niagara, Ciputat, untuk dikunjungi karena letaknya yang dekat dengan kami serta menyimpan sejarah yang besar dalam perkembangan bioskop di Ciputat.

Begitu banyak informasi yang bisa didapatkan tentang Niagara Theatre. Saya mencoba masuk ke dalam bioskop, ditemani oleh Ibu Majid. Ternyata ruang dalam bioskop cukup luas dan terdapat dua theatre utama. Setiap theatre mampu menampung hingga 600 pengunjung. Namun sekarang hanya tinggal bangku rusak yang tidak tertata dengan baik di dalamnya, serta tembok bioskop yang sangat kotor. Namun Pak Majid tidak tinggal diam dengan kondisi bioskop seperti itu. Ia akhirnya mencari akal agar tempat tersebut tidak mati. Ia mengalihkan bioskop tersebut menjadi taman jajanan, dan menyewakan kepada para pedagang. Kurang lebih ada 6 pedagang di sana dan mereka membayar Rp. 550.000 per-kapling setiap bulannya. Rencananya gedung bioskop ini akan disewakan, terutama bagi yang berniat untuk membuat lapangan futsal.

3

2

“Saya udah ikut pemilik bioskop ini sejak saya remaja,” tutur Pak Majid.

“Terus Bapak ikut dari kapan, Pak?” Tanyaku pada Pak Majid.

“Dari dia masih susah, hahaha… (tertawa sangat riang). Dia mah pertamanya cuma bikin lukisan banner buat bioskop. Terus dia kan nge-kost, dapet dah sama anak bapak kost-nya terus jadi kaya mendadak. Saya mah ikut aja sama dia”. Jelas Pak Majid kepadaku.

“Bapak dulu kerjanya ngapain pertama kali waktu bioskop ini beroperasi?” tanyaku lagi pada Pak Majid.

“Ya, pertama kali sih saya belajar sama teknisi. Kalo nggak salah sih orang Bandung tuh. Pertamanya saya diajarin cuma ngegulung roll filem. Terus lama kelamaan naik, naik terus jadi bagian teknis dah.”

“Nge-roll manual apa pakai mesin, Pak ?” tanyaku penasaran.

“Pakai tangan lah, Dek. Kalo filem Indonesia tuh cuma 5 roll. Tapi kalo udah filem India atau filem barat tuh baru ada 12 gulungan. Saya juga pernah kena generator meleduk, bukan maen, Dek. Mata saya sepet seminggu, perih… udah aja saya obatin sendiri.”

Waktu sudah mulai menunjukan pukul tujuh malam tapi obrolan kami makin hangat saja. Kami berempat, ditambah dengan Bang Iwan, dulunya salah satu pegawai di Bioskop Niagara. Ditemani secangkir kopi, rokok dan kue cubit, ditambah suasana malam yang ramai. Menurutnya bioskop semacam ini dulunya sangat menjamur di kawasan Ciputat, kira-kira terdapat 6 bioskop semacam ini, tutur Bang Iwan.

4

Dulu, waktu pertama kali bioskop ini buka, harga tiket masuknya hanya 500 rupiah. Lalu terus naik dan naik sampai akhirnya berhenti di harga 2000 rupiah. Bioskop ini pun memiliki acara khusus bagi anak-anak, dengan memutar filem anak-anak pada Sabtu pagi dengan harga masuk cuma 500 rupiah. Pada malam Minggu bioskop ini penuh sekali. Banyak muda-mudi yang membawa pasangannya sembari bermalam-mingguan.

“Malam Minggu biasa penuh tuh. Kan tiap ruangan muatnya enam ratus orang, jadi nggak muat tuh sampai ada yang duduk di bawah. Apalagi kalo lagi filem India, banyak, Dek.” Ujar Pak Majid.

“Pernah ada yang berantem nggak, Pak, kalau lagi penuh begitu?” tanyaku pada Pak Majid

“Ya, namanya anak muda, lagi galak-galaknya, ya? Kalau pacarnya kesikut sedikit, yaa.. berantem tapi nggak pernah sampai berantem yang gimana-gimana kok. Kan kita juga punya satpam. Terus kadang-kadang ada orang dari Polsek yang jaga.”

Di tahun 90-an bioskop ini sangat berkembang dan sangat diminati warga sekitar sampai terkadang dari daerah Pamulang dan sekitarnya datang ke sini. Mungkin karena keberadaan wilayah Ciputat yang dinilai menguntungkan menyebabkan banyaknya bioskop yang berdiri di wilayah ini. Tetapi semenjak kemunculan VCD, kondisi bioskop-bioskop itu sangat memperihatinkan, dikarenakan masyarakat mulai menonton hiburan di rumah masing-masing. Semenjak itu, Bioskop Niagara mengalami kemunduran dan resmi ditutup tahun 2007. Setelah itu saya berbincang-bincang lagi dengan pedagang yang berjualan di sana.

Ternyata saya mendapat informasi menarik lagi, bahwa dia pernah melihat mahluk halus di dalam Bioskop Niagara pada malam hari. Wujudnya perempuan berambut pendek dan wajahnya menyeramkan. Menurutnya, Bioskop Niagara kemudian juga berubah fungsi, yang dulunya sebagai tempat menonton filem, menjadi tempat pembuangan mahluk halus. Juga ada cerita dari seorang pedagang poster yang sering melihat kejadian aneh disana, karena dia berjualan dan tinggal di dalam bioskop tersebut. Namun, akhirnya kejadian itu sudah menjadi tidak aneh lagi karena bukan hanya pedagang poster itu saja yang melihat, namun juga para tetangga di sekitar bioskop sering melihat makhluk halus di sana.

About the author

Avatar

Taufiq Bernadi

Ia kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Konsentrasi Ilmu Jurnalistik angkatan 2007. Ia juga aktif di Komunitas Djuanda.

3 Comments

Tinggalkan Balasan ke anak albatros X

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.