Menjadi sesuatu yang membingungkan ketika kuncen Makam Sunan Kalijaga ditanya berapa jumlah monyet yang sekarang mendiami situs tersebut. Sejak abad ke 13 jumlah satwa yang katanya penjelmaan dari pengikut sang wali itu tidak pernah akurat dan juga tidak pernah bertambah, padahal ketika beberapa teman meneliti perkembangbiakan satwa tersebut terlihat normal karena tidak ada pemangsa alami di sekitar situs. Hampir setiap saat ada monyet yang sedang menggendong bayi atau sedang hamil tua.
Menurut mitos yang berkembang, jumlah satwa penduduk situs tidak pernah bertambah dikarenakan setiap terjadi kelahiran, ada yang harus keluar dari habitatnya. hal ini sering dialami ketika ibu-ibu di sekitar Perumnas Kalijaga berteriak-teriak melihat monyet besar yang sedang mencuri bumbu dapur, atau sedang nongkrong di ujung genteng.
Monyet nyasar itu konon monyet yang dideportasi dari komunitasnya. Bisa jadi monyet-monyet di sana benci melihat ibu monyet yang sedang hamil mengingat ‘KTP’-nya harus bergantian.
Kompleks hutan Kalijaga yang tersisa kurang lebih satu hektar itu semakin menyusut, sebagian sudah dibuat kompleks perumahan dan sebagian lagi dipakai untuk membuang sampah. Masjid kramat yang berdiri di tengah-tengah hutan Kalijaga itu masih terlihat bagus dan terawat. di sebelahnya adalah tempat makam Sang Wali. Menurut penuturan kuncen, tempat itu hanya tempat singgah Sunan Kalijaga dan kemudian dibuat sebagai makam para kerabat Sang Wali.
Mengapa satwa yang menyerupai manusia itu betah berpuluh tahun ngendon di sekitar situs? kalau dilihat dari kerapatan pohon besar memang hanya di sekitar situs tersebut yang masih tampak alami dan menyerupai hutan kecil. selebihnya adalah kompleks perumahan bisa jadi hal itulah yang membuat para monyet itu enggan pergi ke kota.
Cerita mistiknya (lagi-lagi), saat Sang Wali ingin pulang kampung ke Jawa. Para monyet pengikut setianya ingin selalu ikut hingga Sang Wali merasa risih. Akhirnya dengan berbagai alasan Sang Wali masuk ke dalam gua dan menyuruh para pengikutnya untuk menunggu di luar. Dari dalam gua itulah beliau melanjutkan perjalanannya ke Tuban. Alhasil monyet-monyet itu harus menunggu hingga puluhan tahun dan beranak pinak. Mungkin baru kali ini ada monyet rame-rame kena tipu.
Seperti di India, monyet di sini pun dikeramatkan. Bahkan, pernah ada kejadian ketika salah satu dari mereka terjatuh atau tertabrak mobil, masyarakat sekitar beramai-ramai mengkafani (membalut dengan kain kafan) lalu menguburnya layaknya manusia. Bahkan, ada dua komunitas monyet yang saling bermusuhan. Satu komunitas monyet dari dalam situs (kita sebut monyet bangsawan) dan satu lagi komunitas monyet di luar situs (kita sebut monyet brandal).
Ketika pagi menjelang antara pukul 05.30 sampai pukul 07.00 sering terjadi perkelahian antara dua kubu tersebut. Kubu bangsawan selalu berkelompok dari yang usia dini hingga yang senior berterik-teriak di sekitar saung tempat kami tinggal, tepatnya di Kampung Hijau, hingga kami harus bangun dan mengusir mereka. Mungkin anda tidak percaya,mereka melakukan penyerangan atau mempertahankan daerah tersebut dengan cara membagi tiga kelompok.
Kelompok pertama menyisir di pucuk tertinggi pohon. Kelompok kedua menyisir di tanah, kebanyakan mereka adalah yang sedang hamil. Dan kelompok ketiga adalah mereka yang menyusuri pinggir sungai tempuran (titik pertemuan dua aliran sungai) yang merupakan tempat dulu Sunan Kalijaga bertapa. Monyet berandal biasanya hanya satu atau dua ekor saja yang terlihat melawan dan akhirnya lari terbirit-birit. Bisa jadi monyet berandal itu mantan saudaranya yang terusir. Layaknya manusia, monyet berandal selalu mengintimidasi monyet bangsawan dengan cara diam-diam masuk wilayah situs dan mencuri makanan yang diberikan oleh para pengunjung. Bahkan pernah terjadi si berandal merebut anak monyet yang sedang digendong oleh sang ibu dari pihak monyet bangsawan. Kurang jelas apakah si anak akan dididik menjadi ‘teroris’ atau mau diperlakukan kasar seperti Manohara. atau mungkin mereka diam-diam sedang menyusun kekuatan untuk membuat kudet. Kejadian ini mirip sekali dengan komunitas monyet putih Hanoman di India yang selalu berebut kekuasaan.
Footnote
1. | ⇑ | Catatan Editor: Yang dimaksud oleh penulis di sini ialah situs Petilasan Sunan Kalijaga, Cirebon, bukan Makam Sunan Kalijaga, Kadilangu, Demak. Terdapat perdebatan mengenai lokasi makan Sunan Kalijaga. Beberapa orang meyakini bahwa situs petilasan di Cirebon merupakan makam Sunan Kalijaga itu sendiri. |
Mantab mas! Saya pro monyet brandal,karena sama sama terusir dari “kebangsawanan” mungkin mirip dengan pandawa ya terusir dari Astinapura karena Sang Yudisthira kalah “mokay”. Lanjutkanlah pengamatan investigatif dengan para monyet disana! Mungkin kompilasi dr tulisan2 ttg monyet di akumassa bisa dijadikan sebuah buku tersendiri!
Lanjutkan! (saya bukan pro status quo lho! Haha!)
foto bareng udah ki?
-andangkelana-
Sering bos! Setiap ada situs monyet, pasti poto bareng! Monyet Kalijaga, monyet Ngarai Bktinggi, yg palis sering ya sama Monyet2 Lenteng!
tujuh belasan lo pada dateng ya..ada monyet panjat pinang…
waaah,,,,banyak paul….
eh salah2…banyak P’A….
broer, hadiahnya masa pisang melulu. lo jadi donatur dong. biar hadiah panjat pinang monyet ada perkembangan. jangan lupa, daftarin malik . . .
Wah.. Banyak Malik n Komeng saingan
mau tanya tau knl sma raden maman??
apung atau bi uta alm