Jurnal Kecamatan: Kasemen Kota: Serang Provinsi: Banten

Menapaki Jejak Masa Kecil di Vihara Avalokitesvara

Ketika aku memasuki pintu Vihara Avalokitesvara, yang merupakan klenteng tertua di Banten, saat itu  sedang ada Perayaan Hari Mencapai Kesempurnaan Dewi Kwan Im. Hal ini mengingatkanku  pada masa kecilku yang sering datang ke vihara tersebut. Kebetulan aku lahir dari keluarga yang memiliki keturunan Tionghoa. Saat almarhumah nenekku masih hidup aku sering kali diajak ke sana untuk beribadah. Apalagi saat perayaan-perayaan besar, seperti Imlek atau yang biasa aku disebut dengan Sinchia,  saat Perayaan Cap Go Meh, saat Hari Ulang Tahun Dewi Kwan Im, Ce It, Cap Go, serta perayaan besar lainnya.

Vihara Avalokitesvara

Vihara Avalokitesvara saat Perayaan Hari Mencapai Kesempurnaan Dewi Kwan Im

Setelah sekian lama aku tak pernah singgah ke sana. Akhirnya, untuk keperluan riset akumassa pada malam Jum’at yang lalu aku ke sana bersama dengan teman-teman ku di Komunitas Sebumi. Ternyata saat aku ke sana klenteng itu sedang dalam pemugaran.  Pemugaran sebelumnya pernah dilakukan pada tahun 1932. Setelah aku cari tahu, ternyata pemugaran kali ini dilakukan untuk memperbaiki kerusakan karena bencana kebakaran di altar utama (Altar Dewi Kwan Se Im Po Sat) yang terjadi pada tahun lalu. Selain itu aku juga mendapatkan informasi tentang klenteng tersebut yang ternyata telah dibangun pada tahun 1542. Klenteng ini dibangun untuk memenuhi keperluan masyarakat Tionghoa yang tinggal di Banten saat itu.

Vihara Avalokitesvara awalnya dibangun di Desa Dermayon. Kemudian dipindahkan pada 1774 ke lokasi klenteng yang saat ini berada di sebuah desa yang memiliki dua penyebutan, yakni Desa Pamarican atau bisa juga disebut sebagai Desa Pabean. Lokasi klenteng dipindahkan karena dirasa kurang luas.

Ada cerita menarik saat Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883, sekitar 30.000 orang meninggal dunia saat itu, ajaibnya klenteng tersebut tidak hancur diterjang tsunami yang terjadi akibat letusan tersebut. Ratusan orang yang berlindung di Klenteng Avalokitesvara pun selamat dari musibah tsunami. Konon tsunami yang terjadi saat itu setinggi Pohon Kelapa.

Vihara Avalokitesvara memiliki jadwal-jadwal peribadatan di mana pada hari tersebut klenteng ramai dikunjungi oleh para Umat Buddha dari seluruh penjuru Indonesia. Klenteng ini biasanya sangat ramai pada bulan dua, enam, dan sembilan setiap tanggal 19 pada penanggalan Cina atau yang biasa disebut sebagai Lunar Kalender. Pada bulan-bulan tersebut dirayakan Hari Ulang tahun Dewi Kwan Se Im Po Sat, Hari Mencapai Kesempurnaan Dewi Kwan Se Im po Sat dan memperingati meninggalnya Dewi Kwan Se Im Po Sat. Di ke tiga hari besar tersebut, klenteng tidak hanya ramai oleh umat Buddha yang beribadah tapi juga banyak pedagang  dari luar kota maupun warga sekitar yang mengais rejeki dari acara peribadatan tersebut. Tidak hanya itu saja, selain ke tiga tanggal terebut vihara ini juga biasa ramai dikunjungi saat perayaan Tahun Baru Cina dan Cap Go Meh.

Para pedagang di sekitar area klenteng

Para pedagang di sekitar area klenteng

Dulu aku pernah merasakan pengalaman merayakan Tahun Baru Cina (Imlek) di vihara ini. Setelah usai beribadah dan waktu sudah semakin malam, pertunjukkan Barongsai dan Liang Liong (Tari Naga) pun dimulai di Vihara Avalokitesvara. Liang Liong biasanya dimainkan oleh lebih dari sepuluh orang. Pertunjukan ini selalu menyertai perayaan Imlek, dengan maksud mengusir hal-hal buruk agar tidak terjadi pada tahun yang akan datang.

Selain itu yang unik di klenteng ini juga ada ramalan yang disebut dengan Ciamsi. Banyak orang yang datang ke klenteng ini tidak hanya untuk beribadah tapi juga untuk meramal peruntungan dan nasib mereka. Orang-orang yang ingin diramal bisa datang ke Altar Dewi Kwan Se Im Po Sat (Dewi Kwan Im) dan berdoa sambil memegang bambu berlubang yang berisi potongan kayu yang memiliki nomor. Setelah berdoa kita bisa langsung mengoyang-goyangkan bambu itu hingga ada salah satu potongan kayu terjatuh. Dan setelah itu kita berdoa lagi kepada Dewi Kwan Im apakah jawaban yang diberikan benar atau tidak. Kita bisa membuktikan bahwa Dewi Kwan Im memberikan jawaban yang benar saat kita menjatuhkan dua belah kayu yang diberikan penjaga klenteng dan posisi belahan kayu tersebut tidak sama. Baru kita bisa mengambil lembaran kertas yang memang sudah menjadi jawaban dari apa yang kita minta.

Namun, apabila saat mengoyang-goyangkan bambu ada dua atau lebih potongan kayu yang terjatuh,  kita harus mengulangi kembali hingga satu saja potongan kayu yang terjatuh. Dan jika satu potongan kayu jatuh tapi saat bertanya kembali belahan kayu itu tidak dalam posisi yang berbeda, maka kita pun harus mengulangi sampai mendapatkan jawaban yang benar. Ini menjadi pengalaman yang sangat menarik bagiku berkunjung Vihara Avalokitesvara.

Tidak hanya ada Altar dan Ciamsi, tapi klenteng ini pun memiliki perpustakaan yang buku-bukunya bisa dibawa pulang secara gratis. Biasanya buku-buku tersebut adalah pemberian dari donatur yang merupakan umat vihara tersebut.

Salah satu

Salah satu buku sumbangan donatur di Vihara Avalokitesvara

Itulah sekelumit ingatan masa kecilku yang terngiang kembali setelah aku mengunjungi Vihara Avalokitesvara. Konon, vihara ini merupakan yang tertua di Indonesia. *

About the author

Avatar

Helena-Aprillia-Hadiningrum

Dilahirkan di Serang pada tanggal 24 April 1990. Ia telah menempuh pendidikan terakhirnya di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Perempuan ini juga aktif di komunitas Lokas Serang, Komunits Sebumi.

5 Comments

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.