Jurnal Kecamatan: Rangkasbitung Kota/Kabupaten: Lebak Provinsi: Banten

Kalimati

Avatar
Written by Helmi Darwan

Di tempat ini sebagian besar masa kecilku dihabiskan, daerah angker dengan mitos – mitos nya yang membuat bulu kuduk setiap orang yang mendengarkannya merinding.

Kalimati orang memanggilnya, karena daerahnya berupa rawa–rawa yang terkonsentrasi di timur dan utara  membentuk blok–blok rawa dengan selokan–selokan yang menghubungkan satu rawa dengan rawa yang lainnya. Panjang selokan yang mengitari daerah tersebut memiliki lebar sekitar enam meter dan arusnya cenderung tenang. Arus Kalimati bermuara di sungai  Ciberang. Namun air itu seperti tidak ada habisnya mendiami rawa–rawa Kalimati. Di daerah barat dan selatan membentuk daratan yang dilewati oleh selokan–selokan air yang berasal dari rawa–rawa sekitar. Dahulu daerah ini terdapat pemukiman yang terpisah-pisah didiami kurang lebih sepuluh keluarga. Ada banyak perkebunan penduduk yang dimiliki sebagian besar orang-orang Kampung Muara, Kebon Kelapa, Lebak Saninten, Kampung Kaum, dan masyarakat Kalimati sendiri.

Kali Mati

Ketika kemarin aku, Paul, dan Suhada menyusuri  perkebunan, perkampungan dan rawa–rawa. Kaget mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan keherananku. Dulu disini banyak pohon Kedondong, Mangga, Kecapi, Buni dengan batang besar, tinggi, rindang, namun sekarang sudah tidak ada. Dulu biasanya di bantaran sungai Ciberang terdapat tempat babacakan (masak ramai-ramai) dengan teman–teman, papadangan (makan bareng), dan bermain bola. Sekarang tempat itu berubah, hilang diganti dengan pemukiman baru, mulai dari pinggiran Muara dan Kebon Kelapa sedikit–sedikit mulai merambah pemukiman baru hingga Kalimati. Dulu juga tidak terpikirkan daerah ini akan jadi hunian penduduk karena datarannya sangat rendah dan mudah terkena banjir yang setiap waktu bisa saja menyerangnya. Bahkan menurut pengakuan bapak Supa’at (seorang warga Kalimati),  Kalimati dulunya merupakan bendungan dan disinilah tempat bertemunya arus Ciujung dan Ciberang.

Kembali ke persoalan rawa, ada sebuah cerita bahwa rawa ini pernah dijadikan tempat penimbunan harta rampasan perang Jepang yang sengaja mereka simpan untuk menghilangkan jejak. Jumlahnya kalau di uangkan dalam rupiah mungkin bisa bernilai ratusan triliun, penimbunan ini terjadi ketika mereka kalah perang dari sekutu. Tetapi sampai sekarang harta itu masih tersimpan katanya. Rawa ini juga menurut orang-orang sekitar, terdapat banyak penghuni lainnya seperti makhluk halus. Menurut cerita setempat makhluk-makhluk ini sering menampakkan wujudnya. Terkadang hanya suara tangisan atau tertawa terdengar pelan yang kemudian tiba-tiba keras. Hal ini bukan karena tanpa sebab, karena pada masa perjuangan tempat ini dijadikan tempat pembuangan mayat, dan sekitar 80an, pernah ditemukan mayat akibat bunuh diri karena beban hidup yang tidak bisa di pikulnya. Lagi-lagi persoalan uang, terlalu banyak hutang hingga kemudian ia bunuh diri. Sampai sekarang mitos itu masih membekas pada sebagian penduduk.

Sekarang rawa ini dijadikan tempat pembuangan segala kotoran, baik berupa sampah rumah tangga atau industri sekitar rawa. Untunglah rawa-rawa ini masih banyak ikannya, mulai dari ikan Mujair, Lele, Betik, Tawes, Gabus, Udang dan lain–lain. Banyak penduduk menangkap ikan disini, namun bayangkan kalau bermacam–macam kotoran ditumpahkan dalam rawa. Kotorannya mengendap, sementara di dalamnya terdapat ikan–ikan hidup, yang kemudian ditangkap warga untuk dimakan.

Saat ini Kalimati diganti namanya menjadi Pulosari setelah kelurahan Muara Ciujung Barat dimekarkan menjadi dua kelurahan, pecahannya itu adalah kelurahan Cikatapis dimana Kalimati masuk didalamnya. Tetapi walaupun begitu masyarakat tetap menamainya Kalimati karena nama ini sudah melekat dalam pikiran masing–masing penduduk.

About the author

Avatar

Helmi Darwan

Dilahirkan di Lebak, Banten pada tanggal 9 Juni 1976. Pria yang berwirausaha ini termasuk salah satu pendiri Saidjah Forum dan Perpustakaan Ramandha. Pria yang akrab disapa Mamz ini juga aktif dalam mengembangkan kegiatan sosial dan budaya masyarakat muda di Rangkasbitung.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.