Lenteng Agung, Jakarta Selatan

Gado-Gado Pintar

Sebut  saja namanya Ibu Nani, karena biasanya orang setempat memanggilnya begitu. Ibu Nani tinggal dekat Taman Lenteng Agung, tepat di seberang Kampus IISIP Jakarta. Menurut pelanggannya yang tinggal di kawasan itu sejak 1992, gado-gado Ibu Nani cukup terkenal karena rasanya yang enak, begitu juga dengan karedok dan rujaknya. Si pelanggan itu bercerita, Ibu Nani sempat tidak berjualan bertahun-tahun karena sakit parah. Tahun 2002 dia melihat Ibu Nani mulai berjualan lagi.

Bu Nani

Bu Nani sedang mengulek bumbu kacang

Ibu Nani bercerita padaku kalau dia sudah ngulek bumbu kacang untuk gado-gado, karedok, dan rujak, sejak 1981. Bayangkan, berapa kali dia mengulek sejak saat itu? Berapa minyak goreng yang dia pakai untuk menggoreng kacang, kerupuk dan bawang goreng, dan berapa ton bumbu kacang yang sudah dia ulek. Hasilnya…sebuah hitungan perputaran ekonomi yang sangat signifikan.

Siang ini saya duduk di meja kantor untuk sebuah pertemuan kecil. Di sana ada Ugeng yang sedang menikmati makan siangnya. Gado-gado Ibu Nani. Namun tidak seperti biasanya, Ugeng pergi keluar dengan menyisakan makanan di meja tempat kami bercengkrama. Iseng-iseng saya mencicipi makanan sisa Ugeng. Terlalu manis. Saya malah lebih tertarik pada kertas pembungkus si gado-gado tersebut. Biasanya bungkus bagian luar gado-gado menggunakan koran bekas. Namun gado-gado yang ini tidak. Bungkus bagian dalamnya sih seperti biasanya, kertas warna coklat berlapis plastik yang umum dijumpai di warung-warung makan di mana saja. Gado-gado sisa makan siang Ugeng ini tidak dibungkus dengan kertas Koran. Itulah yang dengan tidak sengaja menarik perhatian saya untuk melihat lebih seksama. Selembar kertas berwarna putih, seperti halaman dalam buku, dengan sederet tulisan tercetak di situ. Saya membaca tulisan yang tertera di pembungkus gado-gado tersebut. Isinya ditulis dalam Bahasa Sunda. Semakin penasaran jadinya, akhirnya saya dan teman saya memutuskan untuk membacanya sambil tertawa-tawa karena tidak terbiasa dengan bahasa tersebut :

Gado-Gado Pintar

Gado-Gado Pintar

“ . . . eta dijalankeun ku sakumna umat Islam di Indonesia, moal rea kajadian nu matak jadi bancang pakewuh. Sanggeus solat Idul Fitri di KBRI, beurangna diteraskeun ku Halal Bihalal di Wisma Nusantara, padumukan resmi dubes RI, nepi ka burit. Dina panto ka rohang utama, Duber Natalegawa, istri katut kadua putrana, ngabageakeun nu sarumping kalayan darehdeh. Ngasongkeun panangan sasalaman bari ngawilujengkeun boboran siam ka masarakat Indonesia sareng urang Inggris nu kaleresan garwa atanapi carogena urang Indonesia. Gedung Wisma Nusantara, ka tukangna disambung ku 2 tenda gede, dina palataran nu lega. Di jerona ngajajar meja pinuh ku masakan Indonesia jeung katuangan sejena. Rohangan-rohangan dihias kuruntuyan kembang, janur, jste. Suasana teh kacida ramena, boh di jero boh di taman. Jalma-jalma pada bungah patepung lawung jeung kawawuhan ti mana-mana, kitu deui nu anyar wawanohan. Barudak sawareh arulin di taman, loba nu anteng laljo tv di rohangan nu geus disadiakeun, jadi teu keseleun nungguan kolotna ngobrol .Beda jeung urang dating ka nu hajat kawinan atawa kariaan di lembur, masarakat Indonesia nu daratang ka Wisma Nusantara dina acara Halal Bihalal sikepna mah seperti di imah sorangan bae. Pikeun masarakat Indonesia di Inggris, Halal Bi Halal di Wisma Nusantara teh kasempetan pikeun silahturami sareng tuang balakecrakan sawaregna. Sawareh nu balik pangpandeurina mah mani balakatiktrik balakacombrang, da lain panitia wungkul harideng mungkus sesa hajatan teh. Perayaan Idul Fitri oge dilaksanakeun di Trafalgar Square. Perenahna eta tempat teh di alun-alun, jajantung kota London. Muslim Council of Britain kalayan dirojong ku Mayor of London, Ken Livingstone, ngayakeun perayaan Idul Fitri. Ken Livingstone-Mayor of London-nyaritakeun cenah Idul Fitri teh poe dina kalender muslim nu dianti-anti ku umat Islam. Masarakat muslim di Inggris ti rupa-rupa bangsa, ti isuk-isuk keneh geus ngaleut ka Trafalgar Square nu perenahna teu jauh ti Istana Buckingham, panglinggihan resmi Ratu Inggris Elizabeth. Idul Fitri di Trafalgar Square teh lain nu pamungkas, komo mun nengetan rea nu datang mah. Trafalgar, lian ti sohor jadi objek wisata pikeun turis-turis mancanagara, oge jadi pusat kagiatan demokrasi nasional deuih.”

Setelah diterjemahkan oleh seorang teman yang bisa Bahasa Sunda, isi cerita di atas saya simpulkan kurang lebih adalah tentang perhelatan Hari Raya Idul Fitri di Wisma Nusantara di Kota London yang diadakan oleh Kedubes RI. Dubes RI saat acara itu berlangsung adalah Marty Natalegawa, yang sekarang menjadi Menteri Luar Negeri Kabinet Indonesia Bersatu. Dan cerita tersebut adalah berita yang dikutip dari majalah berbahasa Sunda Cupumanik, edisi no: 41. Hal ini yang membuat saya kaget. Ternyata kertas itu adalah dari buku pelajaran Bahasa Sunda kelas XI (setara dengan kelas 2 SMU). Wah, apakah buku pelajaran itu sudah demikian tidak bergunanya sehingga dijadikan kertas pembungkus gado-gado?

Kertas pembungkus gado-gado yang berasal dari Buku Pelajaran Bahasa Sunda

Kertas pembungkus gado-gado yang berasal dari Buku Pelajaran Bahasa Sunda

Kertas pembungkus gado-gado yang berasal dari Buku Pelajaran Bahasa Sunda

Kertas pembungkus gado-gado yang berasal dari Buku Pelajaran Bahasa Sunda

Saya jadi mulai mencoba merunutnya berdasarkan pengetahuan singkat saya. Lokasi Ibu Nani berjualan adalah di Lenteng Agung. Masih kawasan Jakarta Selatan. Tidak ada kurikulum pelajaran Bahasa Sunda di propinsi DKI Jakarta. Berarti kertas ini tidak berasal dari sekolah-sekolah yang ada di sekitar sini. Memang Lenteng Agung adalah kawasan paling selatan Jakarta yang berbatasan langsung dengan Kota Administratif  Depok, Jawa Barat. Dan memang di Depok, seperti juga seluruh wilayah Propinsi Jawa Barat, memiliki  kurikulum Pelajaran Bahasa Sunda di sekolah-sekolah. Barangkali dari Depoklah asal kertas ini. Tapi, bagaimana caranya benda itu bisa sampai ke meja kerja Ibu Nani, ya?

Di daerah Lenteng Agung ada beberapa tempat pemulung yang mengumpulkan barang-barang bekas  termasuk buku, majalah, dan koran. Tempat pemulungan tersebut mengumpulkan barang bekas dari daerah Lenteng Agung, Depok dan sekitarnya. Bisa saja Ibu Nani mendapatkan kertas itu dari para pemulung di daerah Lenteng Agung. Saya pikir itu hanya satu dari sekian banyak kemungkinan yang ada.

Gado-Gado Pintar

Gado-Gado Pintar

Yang saya sayangkan adalah bagaimana sampai sebuah buku pelajaran sekolah dibuang begitu saja, sampai menjadi kertas pembungkus gado-gado. Sedangkan kertas Koran yang terbitnya harian saja, seharusnya bisa menjadi dokumen penting. Apalagi lembaran  dalam buku pelajaran yang terkurikulumkan di Departemen Pendidikan. Bahan pintarnya  anak-anak sekolah. Dan kalau ditilik sebagai informasi yang dikutip sebagai materi tersebut, kurikulum itu terbilang baru. Karena Marty Natalegawa menjadi Dubes RI untuk Kerajaan Inggris sejak 11 November 2005 sampai 5 September 2007. Baru dua tahun lalu masa jabatannya berakhir terhitung dari saya membaca sobekan halaman buku pelajaran Bahasa Sunda yang menjadi bungkus gado-gado makan siang teman saya ini. Sudah pasti buku pelajaran Bahasa Sunda ini merupakan kurikulum baru yang masih dipakai sekolah-sekolah di Propinsi jawa Barat.

Warung gado-gado Bu Nani

Warung gado-gado Bu Nani

Di lain sisi, saya jadi tahu secara tidak sengaja tentang bebarapa hal baru melalui bungkus gado-gado. Saya bisa tahu kejadian di luar Indonesia, tokoh-tokoh  dan sedikit belajar Bahasa Sunda. Sempat terlintas di pikiran, jangan-jangan Ibu Nani penjual gado-gado adalah seorang ‘agen pendidikan’ rahasia seperti yang biasa ada di film-film, yang bertugas menyisipkan data atau informasi untuk mencerdaskan anak-bangsa melalui cara yang tidak terpikirkan sebelumnya. Aaahh… mungkin itu karena saya terlalu banyak nonton film Hollywood. Dan ternyata benar kata orang tua, kalau mau pintar banyak makan sayur. Terima kasih, Ibu Nani.

Foto: Sysca Flaviana Devita


About the author

Avatar

Eko Yulianto

Dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Juli 1983. Ia telah menyelesaikan studinya di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta. Sekarang ia bekerja sebagai producer di aliftv.

2 Comments

  • wuaaaaaa .. miris bgt bacanya !!
    sayang bgt yah buku pelajaran di pake bwt pembungkus gado2 pdhl kl di ksh sm junior2nya di skolah khan akan jauh lbh bmanfaat ataw ga di jual aj deh ke tukang buku bekas ..
    ckckckck ..

    buku pelajaran khan salah satu faktor yang menyebabkan biaya sekolah di Indonesia mahal selain iuran dan seragam sekolah ..

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.