Pemenang - Lombok Utara, NTB

Diary-ku dari PAUD ke PAUD

Proses Workshop pasirputih di PAUD Permata.
Avatar
Written by Sri Fuji Hastuti

Sebelum terlalu jauh aku menulis tentang pengalaman mengajar di PAUD ini, aku sampaikan terimakasih kepada Komunitas pasirputih atas kunjungannya ke PAUD kami. Hal ini menjadi penting kami ungkapakan, karena tulisan ini pun tidak akan muncul kalau tidak ada diskusi dengan pasirputih. Dan sungguh apa yang sudah dilaksanakan pasirputih dalam workshop PAUD se-Kabupaten Lombok Utara dan salah satunya di PAUD Permata ini, dengan misalnya melihat bagaimana respon dari anak-anak, mengingatkanku kepada banyak hal terutama perjalanku dalam mengajar di PAUD. Aku sangat senang hingga akhirnya guru-guru di PAUD Permata bisa lebih aktif dan inovatif dalam proses mengajar di PAUD Permata. Hal ini terbukti dari proses pembuatan mural di akhir workshop yang melibatkan guru-guru dan juga pemilik PAUD dari Kecamatan Bayan, Lombok Utara.

Proses Workshop pasirputih di PAUD Permata.

Guru guru PAUD terlihat aktif dalam proses Workshop.

Guru guru PAUD sedang Belajar membuat Mural.

Aku mulai saja…

Banyak hal yang terjadi di sana. Berbagai tingkah laku dan perbuatan anak-anak yang menurut mereka dan sebagian kita wajar dan terlihat biasa saja, tetapi menurut padangan guru seperti saya semua terasa aneh (dipaksakan) dan lebih parah lagi menjurus kepada hal-hal yang bersifat negatif.

Saya akan menceritakan dua pengalaman menarik yang pernah saya alami ketika mengajar. Pertama di TK Hangtuah, tepatnya di Papua, Jayapura, lima tahun yang lalu.

Ada seorang anak bernama Andini. Dalam pandangan kami anak ini sangat pintar sekali dalam segala bidang pelajaran. Bahkan dia bisa membaca apapun buku pelajaran yang diberikan. Kalau ada acara-acara hari besar keagamaan, anak ini selalu jadi pembawa acaranya. Mungkin menurut orangtua murid yang lain hal itu sangat luar biasa, sampai-sampai ada yang bertanya, “Mengapa anak saya tidak seperti itu?”. Mau tidak mau, kami sebagai guru dituntut untuk mengajari mereka semua membaca.

Sampai akhirnya waktu itu, berdasarkan kesepakatan bersama, diadakanlah les setiap sore. Artinya, dalam sehari anak-anak masuk dua kali ke sekolah. Sebenarnya kami sangat sayangkan orang tua yang mempunyai pendapat seperti itu, bahkan kami salah besar selama ini mendidik mereka dengan cara dipaksa. Padahal setiap anak adalah unik yang harus dihargai dan dimengerti oleh semua pihak.

Cerita selanjutnya saat aku sekarang di PAUD Permata. Setiap hari aku habiskan waktu pagiku di sana. Pengalaman saya di PAUD tempat saya mengajar saat ini juga cukup menarik menjadi bahan pemikiran kita bersama. Salah satu murid kami, sebut saja namanya Alfito Tegar Perangga, biasa disapa Angga. Pelajaran yang kami berikan saat itu adalah membentuk sesuatu menggunakan plastisin. Kami meminta anak-anak membuat suatu bentuk seperti: bunga, sate, dan berbagai jenis binatang. Tetapi anehnya, Angga justru membuat sesuatu yang berbeda dari yang lain, yaitu maaf, dia membuat  alat kelamin laki-laki. Spontan saja Angga membuat guru-guru pada terperanjat dan tidak menyangka kalau Angga membentuk sesuatu yang tidak wajar bagi anak seusianya.

Suasana PAUD Permata.

Dengan sigap Ibu Guru Soleha menyuruhnya membentuk yang lain. Dia mulai membentuk sesuatu, dan kali ini tambah membuat kami semakin terperanjat, heran sekaligus penasaran. Angga menyodorkan karyanya. Ternyata ia membuat BH (baju dalam wanita). Sungguh, kami semua sangat heran dan bertanya-tanya mengapa anak tersebut mempunyai pikiran atau imajinasi yang tidak wajar. Terlepas dari semua itu, bagi Angga dan bagi anak-anak yang lain mungkin ini menjadi ruang yang asyik dan menarik untuk mengaktualisasikan apa yang sering mereka alami.

Siswa PAUD Permata tanpa seragam.

“Kita punya PR besar,” tuturku kepada rekan-rekan guru yang lain. Yang terlintas dalam benakku bahwa anak tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau mungkin saja anak tersebut seringkali memperhatikan sesuatu yang terlalu dini untuk dia lihat. Pelajaran besar yang kami dapatkan bahwa anak memiliki daya rekam dan daya ingat yang luar biasa besar. Salah dalam mengarahkan anak justru akan menjadi bumerang bagi diri sang anak sendiri. Keberadaan PAUD begitu sangat penting bagi pengetahuan dan tumbuhkembang anak.

Berpose dengan Kokumitas pasirputih setelah menyelesaikan mural.

Demikian pengalaman yang selama ini saya rasakan. Tentu tulisan singkat ini tidak bisa menjelaskannya satu persatu persoalan. Saya berharap semoga bemanfaat bagi kita semua terutama bagi diri saya pribadi dan menjadi pelajaran yang berharga bagi kami, guru ataupun orang tua yang harus memperhatikan tumbuhkembang anak, baik dirumah maupun di lingkungan tempat anak bermain.

About the author

Avatar

Sri Fuji Hastuti

Ibu satu anak ini lahir di Jayapura, 19 AGustus 1983, namun sekarang berdomisili di Dusun Akar-Akar Selatan, Desa Akar-Akar, Kecamatan Bayan, Lombok Utara. Pernah mengabdi di salah satu PAUD di daerahnya, hal itu membuat ia rindu dengan dunia anak-anak, hingga akhirnya ia memutuskan kembali mengabdi di PAUD PERMATA, Dusun Batu Keruk, Desa Akar-Akar, Kecamatan Bayan, Lombok Utara. Hal ini membuat dia merasa dekat dengan daerah asalnya.

6 Comments

  • Dunia anak memang memiliki rahasia yang besar, menggali kembali masa kanak-kanak, maka akan kita temukan kejujuran kita….

  • Duh, kok udah abis aja tulisannya. Saya lagi asik baca tentang Angga, apa mungkin dia berimajinasi karena terpengaruh lingkungan. Jika benar, lingkungan keluargakah? Lingkungan dia tinggal? atau karena sesuatu hal lain ..
    Apa tindakan guru-guru PAUD dalam menangani kasus seperti Angga?
    Bagaimana respon orang tua Angga saat mengetahui hal ini?
    Saya jadi menebak-nebak sendiri apa yang menyebabkan seorang Angga memiliki sebuah imajinasi seperti itu dan bagaimana penyelesaian terbaik untuk kasus seperti ini.
    Hehe, nice blog!

  • Sebelum tulisan ini dikirim, sempat jga cerita yang sama diceritakan kepada kami oleh guru-guru PAUD tersebut. Mereka mengaku memiliki kekhawatiran yang sama. dan akhirnya menyelidiki penyebab seorang Angga seperti itu. Meski belum mendapatkan bukti yang cukup authentic, bisa disimpulkan hal itu disebabkan oleh keluarga… Dan rasanya sangat memungkinkan, apalagi keluarga adalah awal pendidikan bagi seorang anak.

  • Satu hal lagi, yang menjadi temuan penting ketika pasirputih mengadakan workshop untuk PAUD se-Kabupaten Lombok Utara tersebut, Ibu selalu mengekang kreatifitas anak. anak menjadi kaku dan takut jika ingin menggambar sesuatu. sebab didekatnya sanga ibu mengawasi dengan mata yang tajam. ketika anak disuruh menggambar bebas, interfensi orang tua sangat besar. sehingga, anak menggambar keinginan orang tuanya bukan keinginannya sendiri.

Tinggalkan Balasan ke artipijar X

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.