Aku adalah orang baru di Lenteng Agung, perantau dari Sukabumi, mencari ilmu dan melakukan sebuah pekerjaan di Lenteng Agung. Aku bergabung bersama kawan-kawan Forum Lenteng. Baru kali ini aku terpisah jauh dari sanak keluarga. Lenteng Agung berada di wilayah Kota Jakarta paling selatan, berbatasan langsung dengan Kota Administratif Depok, Jawa Barat. Di Lenteng Agung terdapat sebuah taman, yang bernama ‘Taman Lenteng Agung’. Aku amat sering melewati taman itu. Untuk berbagai keperluan, keseharianku dipenuhi dengan berjalan kaki. Dan Taman Lenteng Agung ini pasti aku lewati setiap harinya.
Siang itu, aku berjalan melewati taman bersama keponakanku, Galaxi, untuk membeli nasi Padang, pesanan kakakku yang sedang ngidam. Maklumlah, di rantauan ini aku tinggal bersama kakak. Kami patungan untuk mengontrak rumah bersama dengan beberapa teman lainnya. Konon, bila ibu ngidam mau sesuatu, harus terlaksana. Berjalanlah aku sambil menggendong Gara, panggilan untuk keponakanku yang masih balita itu. Suasana taman saat itu gerimis kecil. Aku berusaha menutupi kepala Gara dengan tanganku. Aku berlari kecil. Beban yang lumayan berat aku gendong itu malah tertawa melihat aku sibuk menutupi kepalanya. Saat itu taman dalam keadaan sepi, mungkin karena gerimis.
Tidak ada tempat berteduh selain sebuah bangunan yang mirip seperti gudang, di dalam area taman. Tapi walau terlihat seperti bangunan tak terpakai, kulihat lumayan banyak piala terpajang di sana, juga satu set komputer yang sepertinya sudah lama tidak digunakan. Di pinggir pelataran bangunan ini ada plang bertuliskan Pos Sispamdu (Sistim Pengamanan Terpadu). Mungkin seharusnya tempat ini adalah tempat bekerjanya aparatur Kelurahan Lenteng Agung. Tapi sepengamatanku, kantor itu selalu sepi dari aktifitas. Malahan aku sering melihat bangunan itu dijadikan tempat anak muda untuk nongkrong di malam hari. Bahkan banyak pasangan yang memanfaatkannya sebagai tempat untuk pacaran, karena tempat itu selalu gelap tak berlampu.
Malamnya aku kembali melewati taman itu. Betapa kagetnya aku, seketika taman itu ramai. Ternyata ada pasar kaget di sana, semacam pasar malam yang sekali-sekali atau mendadak. Sesuai dengan namanya, keberadaan pasar ini cukup mengagetkanku, karena baru saja siang tadi aku lewat, daerah ini begitu sepi. Sebagian besar malah pedagang memenuhi sepanjang jalan di sisi taman hingga wilayah untuk pejalan kaki tersebut penuh sesak oleh barang dagangan. Sebagian dari mereka malas berjualan di dalam taman dengan alasan becek oleh gerimis hari itu. Dan aku baru tahu, ternyata setiap minggu, tepatnya malam Jumat, pasti pasar itu ada. Padahal aku sudah tinggal di Lenteng Agung ini sekitar empat bulan. Tapi baru kali ini aku melihatnya.
Taman yang begitu sepinya tadi siang karena gerimis, menjadi sebuah pasar yang sangat ramai, walaupun gerimis belum berhenti. Pos Sispamdu yang saat aku berteduh siang tadi sepi, jadi ramai oleh orang-orang nongkrong. Tidak ada pedagang yang menggunakannya sebagai lapak berjualan. Tetap gelap seperti biasanya. Ada lapak pedagang sandal menggelar dagangannya di samping Pos Sispamdu, dengan penerangan dari lampu yang dia bawa sendiri. Sebenarnya Taman Lenteng Agung memiliki lampu-lampu besar. Tapi untuk sebuah pasar kaget, cahaya dari lampu-lampu itu masih kurang terang.
Aku tidak tahu dari mana para pedagang itu mendapatkan sumber daya listrik. Mungkin mereka membayar pada kelurahan setempat untuk itu, juga untuk mendapat ijin lokasi setiap minggunya. Yang pasti, aku lihat ada mesin generator berwarna merah milik penjaga wahana permainan kereta untuk anak. Aku tidak tahu berapa besar daya generator tersebut. Ukuran disain badan mesinnya mirip dengan yang ada di rumahku di Sukabumi, mesin genset 2-tak bertenaga bensin campur oli. Jadi aku memperkirakan, generator itu cukup untuk menyediakan tenaga listrik seluruh lampu-lampu neon yang ada di pasar kaget itu, termasuk daya listrik untuk kereta mainan yang pasti membutuhkan tenaga cukup besar. Jadi, bisa saja seluruh pedagang membayar pemilik wahana kereta mainan untuk mendapatkan tenaga listrik. Tapi menurut seorang temanku, dia pernah melihat para pedagang itu mengambil listrik dari Pos Sispamdu. Tapi temanku juga tidak merasa pasti akan hal itu. Dia juga pernah melihat ada mobil pick-up membawa mesin genset mangkal di dekat pasar kaget.
Seperti biasa layaknya sebuah pasar malam, semua dijual di sana. Mulai dari pakaian, alas kaki, VCD dan DVD bajakan, bunga plastik, mainan untuk anak-anak, dan ikan cupang. Ada juga pedagang keong-keong unik, yang diberi pewarna pada cangkangnya. Aku jadi teringat seseorang setelah melihat keong itu. Dia memanggil hampir semua temannya dengan sebutan ‘keong’.
Semua pedagang itu berasal dari satu lokasi. Pindah bersama-sama dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Dan di Taman Lenteng Agung ini mereka buka setiap malam Jumat. Setelah masuk lebih dalam ke taman itu, bertambah kagetlah aku, ternyata ada pedagang sayur dan buah-buahan juga di sana. Baru kali ini aku lihat ada pedagang sayur dan buah di pasar malam. Apa pedagang sayur dan buah ini ikut pedagang-pedagang lainnya berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi lain, atau dia hanya mengambil kesempatan karena suasana saat itu ramai?
Banyak warga sekitar yang mengunjungi pasar malam itu. Terutama anak-anak kecil, yang lebih tertarik pada segala permainan. Seperti kereta dan kolam renang plastik yang dijadikan wahana pemancingan ikan. Untuk lapak permainan anak, pemilik lapak memilih lokasi di dalam taman. Anak-anak warga sekitar senang dengan keberadaan pasar itu karena ada tempat bermain yang berbeda dari keseharian mereka. Walaupun kolam ikan plastik itu juga hadir setiap hari di Taman Lenteng Agung. Ada juga anak-anak yang tidak bermain di lapak-lapak dadakan itu. Mereka adalah anak-anak yang ibunya juga pedagang di pasar kaget. Mereka meminta uang pada ibunya untuk bisa bermain kereta-keretaan atau mancing ikan. Tapi ibunya tidak mau memberi uang, hanya menyuruh mereka bermain di arena bermain yang sudah tersedia permanen di Taman Lenteng Agung, seperti kerangka monkey bar, bermain bola di lapangan voli atau perosotan.
Minggu depannya aku kembali melewati taman itu pada sore hari. Memang benar, di sana semua pedagang mulai membangun kerangka-kerangka lapak mereka. Dan aku tak mau melewatkan momen itu. Aku segera pulang dan mengambil kamera digital untuk merekamnya.
Ada pedagang yang tidak mau aku potret. Dia adalah pedagang yang berjualan alat-alat elektronik pendukung, seperti remote control, batu baterai, antena tivi dan sebagainya. Tak tahulah mengapa dia menolak untuk dipotret. Mungkin karena barang dagangannya itu merupakan barang bajakan dari merek-merek tertentu. Tapi anehnya, tukang VCD dan DVD bajakan malah meminta aku untuk memotret mereka. Pertamanya aku ragu-ragu untuk memotret lapak VCD dan DVD bajakan itu, karena jenis barang dagangan mereka itulah yang paling sering dirazia. Aku sering melihat beritanya di tivi.
Hampir semua pedagang minta untuk aku potret, seperti pedagang arumanis, kereta mainan, sandal dan lainnya. Banyak dari mereka yang menanyakan untuk keperluan apa aku memotret. Mereka mengira aku seorang wartawan foto. Kujawab saja, baru kali ini aku melihat ada pasar malam di sini. Aku ceritakan kekagetanku pada mereka. Dari merekalah aku tahu bahwa pasar kaget ini hadir tiap minggunya di Taman Lenteng Agung sejak sekitar dua tahun yang lalu. Dan setelah berminggu-minggu, memang benar pasar itu ada setiap malam Jumatnya.
Foto : Agung Nathanael
salam kenal dari orang sukabumi…
baru tahu di Taman Lenteng Agung “mendadak masar” setiap malam jum’at. bukan karena menjelang maulid ya?
foto-fotonya keren . . .
penuh warna, oh . . . taman lentengku . . . memang filmis
geunk…
gw suka foto yg pertama sama yang kedua…
refleksi dan dinamis..bgt..
i like it…
Wah Abe pa kabar rupanya lu menyapa melalui tulisan dan foto lu yang sumpah bening banget…
hahai…
Gw di foto jga ,,, jadi’a Masuk Internett…….
salam kenal dari anak taman lenteng agung
By:M.Furqon
🙂 (smile..)
salam kenal juga untuk anak2 taman lenteng