Kontribusi Sukabumi, Jawa Barat

Hujan di Depan Pabrik

Avatar
Written by Dian Komala

Tanah masih basah

selepas hujan sore hari

Bujang-bujang pedagang

ngaso di warung kopi

mendengarkan dendangan lagu cinta

dari MP3 perangkat mobile 

“Hai, lihat! Betapa manisnya, dia?!”

“Dia manis! Tidak dengan kau!”

“Jam berapa, sekarang?”

“Pukul empat lewat sedikit…”

“Ya, elah… udah gak sabar menyambut pujaan hati muncul dari balik pagar biru?”

“Aku tidak seperti kau, yang masih aja godain cewek!”

“Gadisku orang yang tangguh! Bekerja seharian melawan Oni yang keras kepala!”

“Sore masih panjang, kawan!”

“Lagu ini mencurahkan isi hatiku.”

“Lagu apa? Lagu cengeng dari band kondang Wali?”

“Dasar bujang malang! Kau tak akan dilirik gadis-gadis pabrik.”

“Mengapa tidak?”

“Waktu mereka sudah habis untuk melayani Oni.”

“Ada banyak ekspor!”

“Alah, paling-paling nanti kita mengimpor barang lagi. Lalu, pacar-pacar kita merengek-rengek minta dibeliin. Uang penghasilan ngojek seharian mana cukup?!”

“Beli pulsa saja tidak cukup.”

“Makanya, mendingan dengerin lagu, yak?!”

“Kau saja! Aku tidak suka. Kalau lagu Iwan Fals, aku suka.”

“Masa kekasihku bekerja untuk menghasilkan barang-barang yang nantinya kembali diimpor?”

“Bukannya diekspor?”

“Ya, tapi nanti diimpor lagi…!”

“Ah, sore masih panjang!”

“Hujannya seperti ilalang yang hidup segan mati tak mau…”

“Gimana dagangan hari ini?”

“Lumayan, tapi tidak seperti tanggal lima.”

“Alah, tanggal lima juga gak ada yang beli gorengan.”

“Seringnya kutang ama celana dalem.”

“Hahaha!”

“Supaya bisa tampil keren pas malam minggu. Tanggal tujuh, kan Hari Minggu!”

“Iya, yak?! Yah, aku harus mengajak si Eneng nonton konser Wali!”

“Sedang baca apa kamu, A?”

“Saya sedang baca tentang Don Corleone yang hidup di Amerka.”

“Dia pengusaha?”

“Begitulah, tetapi sedikit berbeda. Lebih banyak tentang perdagangan gelap.”

“Lah, di sini juga perdagangan gelap.”

“Seperti di film-film, jualannya pake kode.”

“Narkotik?”

“Apaan? Jualan cireng! Hahaha!”

“Kenapa harus diam-diam?”

“Gak boleh sama Oni-nya.”

“Ini, juga, kita dagang cuma boleh masuk pas jam istirahat.”

“Somay-nya masih ada, A?”

“Udah habis. Ini lagi nunggu hujan reda, baru pulang.”

“Iya, dari tadi hujan, reda, hujan, reda. Udah senja gini, padahal…”

“Oh, sore sudah larut!”

“Lembur euy…!”

“Gila, yak! Dari pagi sampai malam begini…”

“Mereka tidak pernah mau rugi.”

“Hari libur saja tetep gak mau rugi.”

“Orang-orang diatur dengan upah per jam. Gimana bisa nabung biar kaya?!”

“Lah, itu pedagang-pedagang bisa kaya, kok!”

“Iya, penghasilannya saja sehari bisa ratusan ribu…”

“Tapi tidak seberapa dengan yang ngangkut-ngangkut barang.”

“Iya, belum lagi cara berpakaian juga dilarang-larang.”

“Yang sakit, mau pulang, juga dilarang.”

“Mau gimana lagi? Yang penting Oni-nya senang.”

Parungkuda, 26 Maret 2013.

Tulisan pernah dimuat di www.dariwarga.wordpress.com 

About the author

Avatar

Dian Komala

Dian Komala, akrab disapa Ageung, tinggal di Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Sehari-harinya ia bekerja sebagai buruh pabrik wig di Parungkuda. Ageung turut aktif di Forum Lenteng dalam Program akumassa, untuk lokasi dampingan Lenteng Agung (Jakarta Selatan) dan Depok. Selain menjadi salah satu penulis aktif di jurnal online www.akumassa.org hingga sekarang, Ageung juga mengelola blog pribadi, bernama www.dariwarga.wordpress.com, yang mengangkat narasi-narasi warga Parungkuda, khususnya warga masyarakat yang tinggal di sekitar rumahnya.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.