Kemudian aku bertanya pada teman-temanku di Komunitas Kinetik tentang tempat sol sepatu yang berkualitas. Salah seorang temanku menjawab kalau di depan markas Kinetik ada tukang sol sepatu keliling, yang lewat setiap pagi hari.
Keesokan harinya tukang sol sepatu itu pun lewat. Tanpa tunggu lama langsung saja aku hentikan tukang sol sepatu dengan sepeda motor dan kotak perkakas berwarna biru bertuliskan “Joko Tangkir”. Ia pun berhenti dan terjadi tawar menawar harga yang cukup lama di antara kami. Akhirnya aku mendapat harga Rp.25000. Ternyata aku memang tak pandai menawar. Alasan ia menaruh harga yang cukup tinggi itu adalah karena sol sepatuku cukup tebal dan pengerjaannya pun menjadi lebih sulit.
Ia pun mulai mengeluarkan alat-alatnya untuk keperluan menjahit sol. Ada sebuah alat yang asing buatku. Aku pun sedikit bertanya kepadanya. Ternyata alat itu bernama Sotok. Alat ini berguna untuk membuat lajur jahitan di bagian bawah sol agar saat menjahit nanti ia tak kebingungan dalam menjahit, hanya perlu mengikuti jalan yang dibuatnya di awal tadi. Sotok dibuat dari kerangka payung yang dipotong, setelah itu dilancipkan dan diasah agar bagian atasnya dapat mengeruk atau mengelupas sol yang akan dijahit. Dengan terampil dan mudahnya tukang sol sepatu menggunakan Sotok.
Sambil bekerja, tukang sol yang bernama Pak Sumantri ini bercerita kepadaku tentang profesinya sebagai tukang sol sepatu. Ternyata Pak Sumantri sudah menekuni pekerjaan ini selama 17 tahun, tepatnya sejak ia menginjak bangku SMP (Sekolah Menengah Pertama). Pak Sumantri harus putus sekolah dan tak dapat menamatkan pendidikannya di SMP karena keterbatasan biaya. Ia pun memilih pekerjaan menjadi tukang sol sepatu dengan belajar secara otodidak.
Di awal bekerja sebagai tukang sol sepatu, Pak Sumantri sempat pergi ke Timor Timur, dengan tanpa bekal, hanya karena banyak temannya yang juga pergi ke sana. Menurutnya, di Timor Timur penghasilan di sana lebih besar dibandingkan di sini. Alasannya karena kebanyakan orang menganut agama Nasrani, maka sepatu menjadi atribut wajib mereka saat akan pergi ke gereja. Hal itu membuat semakin banyaknya sepatu yang rusak karena sering dipakai. Aku cukup terkejut mendengar ceritanya, di tahun 1994 Pak Sumantri sudah bisa menghasilkan Rp.50.000 hingga Rp.70.000 per hari tanpa harus berkeliling. Selain itu, menurutnya, masyarakat Timor Timur jarang ada yang melakukan tawar menawar. Meskipun diberi harga tinggi mereka menerima saja daripada harus membeli sepatu baru. Namun, kesulitan Pak Sumantri di sana adalah jalannya yang cukup terjal. Jadi, sekali berangkat saja Pak Sumantri sudah merasa sangat kelelahan.
Pak Sumantri bekerja di sana selama 7 tahun, setelah itu ia kembali ke Surabaya. Ia mengaku lebih suka bekerja di sini, karena meskipun penghasilannya saat di Timor Timur cukup besar, namun udara disana sangat panas dan banyak anjing berkeliaran yang sering membuatnya takut. Alasan lainnya adalah karena Timor Timur tidak lagi menjadi bagian dari Indonesia.
Meskipun di Surabaya penghasilanya tak sebanyak dahulu dan terkadang justru kurang dari cukup, tapi ia lebih suka di sini karena lebih dekat jika pulang kampung ke Lamongan.
Saat aku bertanya jumlah penghasilannya per hari di sini ia tak mau bilang. Ia hanya menjawab, “Pokoknya bisa kasih makan istri dan menyekolahkan anak saya, Mas.”
Pak Sumantri mengaku kadang dalam sehari ia tak mendapat satu orang pun yang ingin menggunakan jasanya untuk memperbaiki sepatu, namun ia tetap sabar dan berusaha.
“Asalkan mau sabar dan terus nyoba keliling pasti ada, Mas. Meskipun kadang sehari tak ada satu pun yang mau sol sepatu, tapi besoknya pasti ada,” ujarnya kepadaku.
Karena cerita yang cukup asyik, tak terasa sepatuku telah selesai di sol oleh Pak Sumantri. Hasil jahitannya cukup rapi dan terlihat berpengalaman.
“Kalau nanti rusak lagi, bilang aja, Mas. Gratis gak usah bayar!” Begitulah ia meyakinkan aku bahwa sol-nya terjamin kuat.
Sepatuku pun bisa dipakai kembali dan Pak Sumantri bergegas pulang untuk menjemput anaknya saat pulang sekolah.
cakep nih. pak sumantrinya nasionalis.
iya cakep.
spatuku di kinetik juga rusak ni,kayaknya saya butuh bapak ini buat membantuku untuk betulin juga.
saya tunggu ya pak.
hehe