Musik adalah bahasa universal yang bisa dinikmati oleh semua orang, dari yang muda hingga yang tua. Musik juga menjadi media pelepasan hasrat bagi yang dilanda kasmaran maupun yang sedang patah hati. Selain berfungsi sebagai penghibur orang yang sedang dirundung kesedihan. Musik juga bisa dijadikan media apresiasi, ekspresi, kreasi bahkan menjadi media dalam menjalin tali silaturrahim antar individu, kelompok dan masyarakat.
Menurut “Musik Dahaga Jiwa”nya Kahlil Gibran:
Alunan nada nada musik adalah senandung lembut yang kerap hadir di lemba- lembah imajinasi. Jika nad- nada itu d lantunkan dalam melodi kesedihan, maka ia menghadirkan kenangan silam disaat gundah dan putus asa. Tapi jika dilantunkan pada saat hati senang, maka musik menghadirkan kenangan silam d saat damai dan bahagia, dan seterusnya…
Tradisi Cina mengatakan bahwa musik adalah nenek moyang pengobatan. Tujuan utama musik dalam Tiongkok kuno adalah untuk menyembuhkan orang-orang dari penyakit. Di sisi yang lain ada juga yang menjadikan musik sebagai alat politik. Tapi buat saya bermain musik adalah media untuk memuaskan hawa nafsu, baik itu nafsu amarah maupun nafsu birahi. Saya tidak pernah bermimpi punya cita-cita menjadi pemusik apalagi menjadi seleberiti dadakan seperti yang bermunculan setiap pagi di stasiun tv. Disela-sela workshop akumassa di berbagai kota, ritual menyewa studio rental untuk sekedar relaksasi ditengah-tengah jadwal yang padat memang sangat menyenangkan. Ritual ini dilakukan malam hari, bahkan tengah malam. Sewaktu di Padangpanjang, saya dan partisipan workshop disana rela berjalan sekitar dua kilometer lebih ditengah malam melewati persawahan, sungai dan hutan bambu untuk menuju studio musik sewaan.
Ketika workshop akumassa di Randublatung, kami pun melakukannya. Kota ini mungkin kurang diperhitungkan dalam kancah industri musik nasional, namun beberapa grup musik dari sini juga cukup dilirik oleh komunitas underground, khususnya komunitas punk. Para partisipan disini mayoritas menggemari musik ‘cepat’ seperti yang diusung oleh Marjinal, Bunga Hitam, Keparat dari scene lokal dan The Exploited, The Sex Pistols, Rancid dari mancanegara.
Kebetulan saya juga menggandrungi jenis musik bertempo cepat ini. Semasa duduk dibangku sekolah menengah pertama, saya dan kawan-kawan berburu dan membajak kaset/cd punk. Hanya beberapa yang original, terutama album-album keluaran Epitaph Record seperti Bad Religion, selebihnya seperti Dead Kennedys, The Misfits, The Ramones dan sebagainya harus puas dengan versi bajakannya.
Di Randublatung saat ini hanya ada dua studio rental yaitu Pink Studio dan Illusion Studio. Sebelumnya ada empat, namun akibat perekonomian yang sangat lemah, yang dua lainnya terpaksa gulung tikar. Studio pertama yang beroperasi di Randublatung bernama Mahabharata, kemudian Studio Illusion yang terletak di Desa Pilang, sebelah timur Pasar Randublatung. Yang ketiga adalah Studio Revolt yang kini telah bangkrut bersamaan dengan Studio Mahabharata.
Sesuai dengan fungsi musik menurut definisi saya, malam itu saya ingin memuaskan nafsu saya. Lalu kami ramai-ramai berangkat menuju Pink’s Studio dengan mengendarai sepeda mini dan sepeda motor. Ketika masuk ruangan studio sederhana tersebut, saya langsung mengambil bass, alat musik yang tak begitu saya kuasai (kebetulan saya memang tidak menguasai jenis alat musik apapun) tapi minimal masih mengenal kunci C, G, A minor, F dan memainkannya dengan energi yang prima, maka itu sudah cukup untuk sebuah permainan “Rock n’ Roll”. Karena kesamaan selera, tembang-tembang lawas milik The Ramones pun dengan fasih kami mainkan. Single milik The Stone Roses juga sempat kami bawakan, namun band indie pop asal Manchester yang populer di akhir tahun 80’an ini kurang digemari disini. Kebetulan chord-nya mudah, dengan sekejap Yoga (gitar) dan Didien (drum) yang merupakan musisi asli Randublatung ini dengan mudah mencerna nada yang dikeluarkan oleh betotan bass saya, sedangkan Gelar seorang partisipan lain dari Jakarta asyik bergaya seperti Ian Brown.
Pengalaman bermain band memang digandrungi oleh anak-anak muda dibelahan dunia manapun. Berikut adalah cerita pengalaman Yoga dari Randublatung yang juga gemar bermain musik bertempo cepat ini.
TERUS MAJU APA SELESAI SAMPAI DISINI?
Randublatung merupakan kecamatan yang terletak di Kabupaten Blora. Kota ini kaya akan hasil alamnya, terutama hutan dan minyak. Tapi kenapa sih, lapangan pekerjaan di kota ini susah sekali? Aku tidak tahu jawabannya. Mungkin ini disebabkan kebodohan dari rakyatnya atau mereka yang di ‘atas’ memang tidak memberikan kesempatan untuk rakyatnya.
Keadaan itu yang menyebabkan para pemuda biasa menghabiskan malam dengan menengggak minuman beralkohol. Teman-temanku tidak pernah melakukan tindakan kriminal karena mabuk, mereka menyalurkan energinya dengan belajar bermain musik. Mereka adalah Wilu, Didik, Edi Gadhul dan Temon yang bernama asli Momok yang sering mendatangi studio Illusion untuk bermain musik. Waktu itu di Randublatung hanya ada satu studio rental.
Mereka sepakat mendirikan sebuah band yang bernama “Maria Eva”. Nama ini diambil karena saat itu sedang marak beredarnya video mesum Maria Eva seorang penyanyi dangdut dan Yahya Zaini salah anggota FPG DPR RI. Seandainya aku jadi presiden, akan kutelanjangi mereka di depan gedung DPR. Seharusnya mereka jangan hanya berani telanjang di kamar, tapi juga harus berani tampil telanjang di depan gedung rakyat.
Kemudian nama “Maria Eva” berubah menjadi “MASBERTO” yang namanya diambil dari sebuah judul lagu Marjinal, grup musik punk dari ibukota yang juga terlibat aktif dalam gerakan perlawanan terhadap sistem yang menghegemoni. Teman-teman memberi nama itu karena simple dan mudah diingat. Karena setiap latihan selalu memainkan lagu-lagu dari Marjinal. Rumah Temon dan Gandhul kebetulan berdekatan dengan rumahku, kami sering nongkrong bareng mereka di warung kopi milik Kak Wanto. Tongkronganku bernama Sor Ringin, karena di depannya ada sebuah pohon beringin. Disana kami biasanya minum kopi dan bermain gitar. Saat sedang asyik bermain gitar, mereka mengajakku untuk melihat mereka latihan ke Illusion. Kami harus berjalan kurang lebih dua kilometer menuju studio.
Ketika latihan berikutnya, aku kembali diajak mereka. Tak diduga, ternyata aku diberi kesempatan untuk memegang ritem gitar. Dengan senang hati kujemput gitar itu dan kumainkan. Awalnya aku kurang menguasai lagu-lagu Marjinal, tapi karena aku ingin menjadi personil MASBERTO, dengan keterbatasanku bermain musik aku bisa mengimbanginya.
MASBERTO manggung pertama kali pada acara sedekah bumi yang diadakan Anak Seribu Pulau dan Pemuda Karanganyar di Desa Karanganyar. Sedekah Bumi adalah acara tahunan yang diadakan setelah panen padi di desa kami. Acara ini telah berlangsung turun temurun. Didalamnya terdapat ritual adat untuk memuja nenek moyang di sebuah tempat yang dikeramatkan. Ini adalah pertama kalinya acara sedekah bumi di Kecamatan Randublatung yang hiburannya adalah band. Biasanya sesi hiburan dimeriahkan oleh Tayuban yang merupakan seni tari masyarakat Jawa. Pada acara tersebut bukan hanya MASBERTO yang beraksi, band lain yang tampil diantaranya Marvin, Satrio Paningit, Recidivis, Secotlet, Kran yang juga mengusung jenis musik cepat yang berasal dari Randublatung.
Ternyata idealisme itu tidak selamanya berjalan sesuai yang diimpikan, banyak musisi yang lebih mementingkan masa depan dengan mencari pekerjaan formal. Hal ini juga dialami Gandhul sang gitaris, dia berusaha untuk mencari pekerjaan. Sebenarnya dia ingin MASBERTO selalu eksis, tapi harus bagaimana lagi? Sekarang Gandhul sudah bekerja disebuah mini market yang ada di Rembang. Terpaksa kami berjalan dengan empat personil yang tersisa, walau terkadang Gandhul sesekali pulang ke Randublatung untuk bermain musik. Sejak itu aku mengisi posisi dengan bermain lead gitar, sedangkan Wilu bernyanyi sambil memainkan ritem gitar.
Setahun kemudian Temon harus pergi ke Ibukota untuk bekerja, kini ia bekerja di sebuah toko cat mobil di Jakarta. Pemilik toko cat mobil tersebut bernama Supriyanto, dia asli Randublatung namun sudah lama bekerja di Jakarta. Dengan ketekunannya, dia berhasil berwiraswasta dengan membuka sebuah toko cat mobil di Jakarta. Aku lalu berpikir, bagaimana nasib MASBERTO selanjutnya? Terus maju apakah sampai disini saja? Sejak kepergian Temon, MASBERTO vakum, namun setelah setahun bekerja, Temon merasa tidak kerasan di Ibukota. Pada Hari Raya Idul Fitri 2008 lalu, Temon kembali ke Randublatung dan MASBERTO mulai aktif latihan lagi.
Sekarang kami sudah jarang nongkrong bareng, tapi kita tetap latihan ketika ada acara pertunjukan musik. Semuanya sudah tidak seperti dulu lagi, banyaknya tempat nongkrong membuat kami semakin berjauhan. Sejak Didik mempunyai istri dan satu anak, dia tidak bebas lagi untuk nongkrong seperti biasa. Kini ia harus bertanggung jawab menjadi seorang ayah dan berjuang untuk menafkahi istri dan anaknya. Didik membuka sebuah toko di rumahnya, dia berjualan pulsa, alat-alat listrik, mainan anak, sandal, minuman ringan dan aneka snack.
Terkadang aku menyempatkan diri main kerumah Didik, Wilu juga sering ngopi disana, bahkan setiap malam. Momok lebih sering nongkrong di tempat Masto, sebuah warung yang jaraknya kira-kira 100 meter dari tempat Didik. Sebenarnya tidak sulit menginformasikan jika kami mau latihan, tapi rasanya sudah segan. Sepertinya rasa kebersamaan sudah berkurang. Aku sendiri lebih sering nongkrong di Sor Ringin.
Aku selalu berharap, MASBERTO bisa seperti dulu lagi. Setiap malam nongkrong bareng dan mengutamakan kebersamaan yang ada dalam hidup. Sebenarnya kami mempunyai suatu impian untuk bisa membawakan lagu-lagu karya sendiri. Kami juga ingin mengisi acara musik di Randublatung bahkan di luar kota.
Ketika saat saya mampir di Randublatung…suasana “musik” tidaklah terasa. Malah musik lebih berbicara dari pohon-pohon jati-nya dan buah mangga yang bergelantungan di sana. Mungkin ini terlalu romantis untuk kawan2 Punk. Tapi tunggu dulu…”Summer in Siam”nya The Poegues adalah cara lain anak-anak Punk berbicara tentang cinta dan perubahan. Menurut saya ada banyak yang salah pengertian tentang musik “keras” atau musik cepat yang kita relasikan dengan punk. “Keras” adalah punk…ini tidak juga benar. “Keras” dalam punk adalah di dalam “ide” yang tidak hanya melulu verbal. Orang-orang anarchist adalah orang-orang yang kalem…yang hanya menganggap persoalan sosial itulah yang membuat mereka ekstase…bukan minuman yang memabukan. Minuman yang memabukan bagi orang-orang anarchist adalah ‘hamba-hamba” kapitalis yang membuat masyarakat diam. Jadi, bagi saya antara pilihan musik, idealisme maupun gaya hidup sering tidak beriring. Kawan-kawan Randublatung bisa menjadi seorng yang sangat “punk” bukan hanya di level “musik cepat”…
salam
Hafiz
crita yang indah
saat semua idealis hrs beganti mnjdi materi dan semua terlupakan oleh kesibukan
p’a gw mo nanya dunks??? klo di blora pogo-nya kaki mana yg terlebih dulu diangkat??? hehehe
Saya tidak banyak tau tentang musik. Tetapi satu hal saja yang saya tau sekarang. Blora punya catatan memesona disetiap tulisannya.
-salam kenal untuk kawan-kawan dari blora-
mabuk untuk kercedasan buatku
keren, yang penting kalian harus semangat. oce
t o p
bgt
buwat temen”semoga bersahaja selalu kita semua sama gk ada yang beda senang mu senang kami sedih mu sedih kami jayalah untukmu kawan………..
punk cllalu di hati ku
tak’kan pernah ku tinggal kan tuk slama2’nya
by:loetzz
punk di hati takan pernah mati punk forever
punk di hati takan pernah mati punk not daht
oioioi
oioi