Dalam perjalanan pulang aku dihadapkan pada sesuatu yang menurutku tidak biasa ketika melewati terowongan Pasar Ciputat. Barisan panjang mobil dan motor bertemu pada satu titik, yang menyebabkan macet total.
“Ada apa ini? Tidak biasanya macet total seperti ini,” tanyaku dalam hati.
“Ih, kenapa nih? kok nggak bergerak?!” tanya orang yang memboncengku.
Pikiranku semakin kacau, otakku semakin disibukkan dengan bebunyian tidak beraturan yang menurutku tidak perlu, yaitu suara-suara klakson mobil dan motor yang tiada henti menyakitkan kupingku. Untung ada pangeran berkuda dihadapanku, diri ini bisa saja dibuat tersenyum oleh ulahnya.
Sesampainya di ujung terowongan, aku melihat tumpukan sampah yang menutupi badan jalan menuju arah Ciputat. Sebelumnya, badan jalan terdiri dari dua sisi. Masing-masing lebarnya 5 meter, tapi kini satu badan jalan tertutup oleh padatnya sampah yang masalahnya tak kunjung usai.
Melihat kejadian di luar batas kewajaran itu, insting jurnalis Faraby Ferdiansyah (Aby), si pangeran berkuda besi yang memboncengku, langsung terpancing. Kebetulan ia sedang membawa kamera. Dia pun langsung memarkirkan motor dan mulai beraksi.
Aku tidak mau kalah dengannya, ketika Aby sedang mengambil gambar, aku pasrahkan tubuh ini berada dekat sampah. Akuu mencari informasi dengan bertanya kepada orang sekitar perihal sampah yang menggunung itu. Aku berjalan menuju warung bubur kacang hijau yang berada tepat di samping tumpukan sampah, tapi ternyata tidak ada orang di sana.
Lalu aku menghampiri pria berkulit hitam dengan mata yang merah berkisar umur 27 tahun, aku bertanya padanya “Bang, sampah ini menumpuk sejak kapan?” Pria itu hanya tersenyum dan berkata “Saya nggak tau, Neng,” dari raut wajah dan badannya yang sempoyongan, aku berspekulasi bahwa pria ini sedang mabuk. Kemudian aku melihat bapak tua dengan rambut dan kumis yang telah memutih sedang berdiri tepat di samping tumpukan sampah yang menutupi badan jalan, dengan sok kenal aku menegurnya, “Assalamualaikum Bapak, apa kabar?” beruntungnya bapak itu sangat ramah dan menerima kehadiranku. Lalu aku membuka obrolan dengannya. Bapak tua tersebut bernama Ade, beliau berusia 60 tahun.
Menurut Pak Ade, sampah tersebut menumpuk sejak Jum’at, 26 Maret 2010 hingga hari ini selasa, 30 Maret 2010. Sampah di sekitar Pasar Ciputat tersebut tidak hanya berasal dari pedagang di Pasar Ciputat saja, tetapi juga berasal dari warga Ciputat. Biasanya mereka membuang sampah ketika hendak berangkat kerja. Mereka melintas di sekitar Pasar Ciputat dengan membawa sampah lalu dilempar begitu saja ke tumpukkan sampah yang ada. Tidak hanya itu, beberapa pedagang dan orang yang melintas sering meletakkan sampah di sepanjang trotoar Pasar Ciputat dan trotoar fly over, “Wah.. Neng, kalo Subuh dari ujung ke ujung sampah semua,” ucap Pak Ade.
Tumpukan sampah yang ada tidak hanya menutupi badan jalan, bahkan jalanan yang rusak dan berlubang pun tertutup oleh timbunan sampah. Tentu saja tumpukan sampah itu menimbulkan aroma yang tidak sedap dan dikhawatirkan menjadi sumber penyakit melihat banyaknya belatung yang muncul dari tumpukan sampah dan menjalar ke dalam Pasar.
Volume sampah yang membludak tidak sebanding dengan datangnya truk pengangkut sampah, sehingga sampah bertumpuk dan menutupi badan jalan menuju Ciputat yang menyebabkan jalur menuju Kedaung macet total.
Menurut informasi yang aku dapat, truk pengangkut sampah di Pasar Ciputat ada dua, truk berwarna kuning yang biasa digunakan untuk mengangkut sampah di daerah Tangerang dan truk pengangkut sampah berwarna biru khusus wilayah Tangsel, namun ketersediaan truk ini pun kurang memadai.
Semenjak Tangsel (Tangerang Selatan) berpisah dengan Tangerang, Tangsel selalu bermasalah dengan sampah, karena Tangsel tidak mempunyai Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Selama ini sampah dari Tangsel dibuang ke wilayah Bantar Gebang, Bekasi, dengan membayar satu juta rupiah setiap mengangkut sampah itu. Namun hal ini nampaknya tidak berlangsung dengan baik hingga saat ini, sebab sampah-sampah masih menumpuk.
Beberapa waktu lalu, sempat terlihat mesin pengolah sampah yang disewa beberapa hari oleh Pemda setempat, tapi ternyata mesin tersebut tidak efektif untuk mengurangi sampah yang ada, hanya untuk menghaluskan/mengecilkan sampah, bukan mengangkut sampah.
Penumpukan sampah ini bisa menjadi peringatan bagi kita untuk tidak membuang sampah sembarangan dan menjaga lingkungan sejak dini.
___
Foto: Farabi Ferdiansyah
parah banget emang sampah yang ada di pasar ciputat itu.
entah sampai kapan sampah-sampah itu berada di badan jalan tersebut, jika orang-orang selalu membuang sampah di tempat tersebut. mungkin jika tempat pembuangan sampahnya di pindah. . tapi di pindah dimana? itu pertanyaannya
terimakasih pada para jurnalis akumassa dari tangsel…sekarang kita makin yakin bahwa persoalan pertama bagi sebuah wilayah baru adalah SAMPAH, berdiri paling depan dan diikuti oleh persoalan-persoalan lainnya yang pasi kompleks juga.
kami tunggu informasi lebih lanjut ya mengenai geliat sebuah kota baru dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kotanya..
bravo!
Pemerintah daerah Tangerang Selatan HARUS baca akumassa nih,,!
untung di padangpanjang ga da mslah smpah sept ini…
tp ga tau juga ya nanti2…mudah2n aja dech ga… 🙂
Bukan peguna jalan saja yang merasa terganggu…
melainkan para pedangang dan tukang ojek mengalami penurunan omset!
Ironis? memang!
Sampah di pasar Ciputat sudah mengganggu pengguna jalan, karena sampah berserakan sampai ke badan jalan, ditambah lagi banyak angkutan umum yang ngetem di sekitar pasar, nambah macet dech…
Terima Layanan untuk Daerah Daerah : JAKARTA; Bogor: DEPOK; TANGERANG; & BEKASI : Sedot WC; Air Kotor; Saluran mampet;Rembesan & Bikin Septictank Silahkan Segera Hubungi YULI Centre Office No. Tlp./Hp. : 021-98736434 & 021-70560098
seru,,, features yang sangat jujur…
tulisan yang bagus!!!