Pada hari Sabtu, 21 Januari 2012 lalu, aku sampai di Purworejo, tepatnya di Desa Hargorojo, Kecamatan Bagelen. Setelah hampir semalaman aku di bus jurusan Jakarta-Yogyakarta, akhirnya sampai juga aku di Krendetan. Turun dari bus, aku melihat-lihat depan Pasar Krendetan, ternyata keadaannya tidak jauh berbeda dengan saat aku kecil dulu. Memang sangat berbeda jauh dengan pasar di Jakarta yang sarat akan modernitas, sedangkan Pasar Krendetan ini sangat terjaga tradisionalitas-nya. Yahhh..maklum karena ini di kampung, bukan di kota besar seperti Jakarta dimana aku tinggal saat ini. Pasar Krendetan berada di Jalan Raya Jogja, lokasinya strategis.
Sebelum pulang ke rumah nenekku di Desa Hargorojo, aku menyempatkan diri masuk ke pasar Krendetan, untuk sedikit wisata kuliner khas pasar Krendetan. Setelah aku memasuki pasar dan berbaur dengan orang-orang yang sedang berbelanja, sepintas memoriku kembali mengingat sewaktu aku di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dulu. SMP ku yang dekat dengan pasar Krendetan membuat aku sering jalan-jalan di pasar tersebut pada hari pasaran (Rabu dan Sabtu) sebelum masuk sekolah. Hari pasaran adalah dimana semua orang pada hari-hari tertentu banyak yang pergi ke pasar, karena memang pada hari-hari itu pasar sangat ramai pedagang dan pembeli.
Setelah mengelilingi dan mengambil foto pasar, aku teringat dengan sego penek (nasi penek) yang sudah sejak lama aku penasaran dengan nasi tersebut. Sego penek ini kata orang-orang adalah nasi khas Purworejo tepatnya Purworejo kidulan (Purworejo bagian selatan). Temanku, Fitri, bercerita bahwa menurut orang tuanya, sego penek ini berasal dari daerah Ngandul, Jenar Wetan, Purwodadi, Purworejo. Menurut mereka juga, kalau yang membuat bukan orang Ngandul rasanya tidak enak. Karena aku belum pernah melihat seperti apa sego penek itu, makanya aku pun tidak menemukan, walaupun sudah keliling seluruh sudut pasar. Saat aku mencari-cari sego penek tersebut, mataku tiba-tiba tertuju dengan sebuah makanan ringan, yaitu cenil. ”Wehhh ono cenil kie, dadi pengen tuku,” (Wah ada cenil nih, jadi ingin beli) kataku dalam hati. Seketika itu aku langsung menuju ke penjual cenil tersebut, dan membelinya. Cenil ini adalah makanan favoritku saat kecil dulu, hampir setiap nenekku ke pasar, aku pesan untuk dibelikan cenil. Memang di pasar Krendetan ini, banyak makanan tradisional yang tidak aku ketahui namanya semua. Lagi-lagi, saat melihat semua makanan ini, aku jadi teringat masa kecilku yang sering dibelikan nenek jajanan pasar seperti itu. Walaupun aku tidak tahu cenil makanan khas mana, namun bagiku cenil adalah makanan khas Purworejo, karena dari dulu sampai sekarang di pasar Krendetan masih banyak orang yang menjual cenil.
Setelah aku membeli cenil, perjalanan wisata kulinerku di pasar Krendetan aku lanjutkan kembali dengan tujuan pertamaku, yaitu sego penek. Saat mencari sego penek, aku melihat lagi makanan favoritku semasa kecil selain cenil, yaitu clorot. Clorot ini makanan khas Purworejo yang bentuknya seperti terompet kecil, dan di bungkus dengan daun kelapa yang masih muda (janur). Clorot ini rasanya hampir seperti wajik atau dodol. Penampilan clorot ini sangat khas dan orang langsung dapat mengenalinya.
Selesai membeli clorot, aku kembali melanjutkan mengelilingi pasar untuk membeli sego penek. Dalam hati berkata, “yahhh ini mah gak ada yang jual, atau aku yang gak tau”. Seketika itu aku langsung memutuskan untuk pulang saja. Saat akan keluar pasar, aku bertemu dengan tetanggaku di Hargorojo, dan aku menanyakan apa nenekku pergi ke pasar atau tidak. Ketika tetanggaku itu menjawab tidak tahu, tetanggaku itu melihat nenek berada di belakangku. Lalu aku langsung mendekati beliau dan bertanya di mana yang menjual sego penek dan kemudian minta dibelikan.
Nenekku langsung menunjukkan di mana orang yang menjual sego penek. Ternyata dari tadi sebenarnya aku melihat orang yang menjual sego penek. Hanya saja karena aku tidak tahu wujud sego penek seperti apa, sehingga aku tidak dapat menemukannya. Sebagai orang Purworejo, harusnya mengetahui makanan khas Purworejo itu apa saja dan bentuknya seperti apa. Kemudian aku membeli sego penek dengan sayur kacang merah dan suiran ayam (potongan ayam).
Setelah wisata kuliner selesai, aku memutuskan untuk pulang, karena ingin cepat-cepat merasakan seperti apa rasanya sego penek. Aku dan nenek langsung menuju tempat ngetime kopada (kalau di Jakarta seperti angkot). Hampir dua jam kami menunggu kopada, dan akhirnya kami pulang menuju rumah nenekku di Desa Hargorojo. Memang saat pasaran seperti hari Sabtu ini, kopada dan angkutan umum lainnya bergantian menunggu penumpang, sehingga sedikit lama menunggu kopada-nya.
Setelah sampai di rumah nenek, aku langsung meletakkan tas di ruang tamu, dan tentunya langsung membuka sego penek yang selama ini menjadi rasa penasaranku. Tidak berlama-lama aku langsung menikmati sego penek tersebut, dan ternyata rasanya cukup enak. Memang rasanya tidak jauh berbeda dengan nasi-nasi biasa, namun aku cukup senang dan puas sudah merasakan bagaimana rasanya masakan khas kota sendiri. Buat orang Purworejo, di mana pun berada, mari kita lestarikan kuliner khas Purworejo.
Tulisan pernah dimuat di www.revienspurworejo.com
Kami Among Yotro Online Shop menyediakan makanan khas Yogyakarta yang terkenal yaitu Gudeg Kaleng Bu Tjitro tanpa bahan pengawet dengan expired 1tahun, kami juga menyediakan Bakpia Khinanti yaitu sister brand dari Gudeg Bu Tjitro dengan rasa yang enak karena menggunakan bahan baku yang nomer satu. Kunjungi blog kami di http://gudegkalengonline.blogspot.com/ dan http://bakpiaterkenaljogjaonline.blogspot.com/