Seiring perkembangan jaman, warkop yang dulunya hanya ada hiburan musik dari radio atau tayangan televisi, sekarang mengalami banyak inovasi dalam segi hidangan maupun fasilitas untuk menarik lebih banyak pengunjung. Dalam segi fasilitas bahkan ada pemilik warkop yang menambahkan fasilitas wi-fi gratis, sehingga saat ini warkop asyik dinikmati oleh semua kalangan, tidak terkecuali dari kalangan menengah ke atas sekalipun.
Seperti warkop yang ada di Jl. Ir. H. Djuanda, yang bernama Warkop WBL Arjuna. Lokasinya di pinggir jalan menuju ke Bandara Internasional Juanda. Warkop ini tidak pernah sepi pengunjung setiap hari. Waktu bukanya pun hampir 24 jam, dengan tempat yang rindang dan sejuk karena banyak pepohonan dan tanaman hias yang ditanam di sebelah warkop. Di siang hari pun tempat ini masih nyaman untuk bersantai.
‘Oom’, adalah panggilan akrab untuk pemilik warkop. Bapak satu ini dikenal sangat ramah dalam melayani para pelanggan warkopnya, apalagi terhadap pelanggan setia seperti saya. Beliau tidak segan–segan menawarkan sebungkus rokok kepada saya dengan gratis, sembari ia bercerita mengenai sejarah warkopnya.
“Ini semua saya bangun dari pring malang (bambu malang) yang terkenal besar–besar dan tahan lama,” ia juga menunjukkan bambu–bambu penopang utama bangunan warkop.
“Dindingnya pun terbuat dari anyaman bambu berkualitas, Mas. Ini lantainya juga menghabiskan bersak–sak semen, jadi kuat dan tahan lama,” jelasnya.
Beliau juga menyebut nominal yang cukup besar, “Puluhan juta, Mas habisnya,” ia bercerita tentang total uang yang ia keluarkan untuk membangun warkop ini.
Alunan house music, segelas kopi susu dan sebatang rokok menemaniku saat itu di lesehan warkop yang cukup ramai dengan pengunjung dari berbagai usia. Dengan menggunakan handphone, aku memulai berselancar di dunia maya, membuka situs jejaring sosial, atau download lagu, menjadi ritual wajib setiap berkunjung ke warkop ini, sambil sesekali menyapa teman yang kebetulan datang untuk melakukan ritual yang sama.
Saat mulai menyandarkan tubuh di dinding warkop, aku melihat sekumpulan anak muda membawa tas jinjing. Tak lama kemudian salah satu dari mereka mulai memesan segelas es teh, sembari mengeluarkan laptop dari dalam tas. Laptop pun segera dia nyalakan, es teh pun sudah dihidangkan oleh pemilik warkop.
“Monggo, Mas” (silahkan Mas), ucap pemilik warkop sambil meletakkan es teh di meja.
“O iya, Mas, ini password nya apa?”
“Pecah ndase (pecah kepalanya), tetap, Mas, seperti yang kemarin,” jawab pemilik warkop.
Pemilik warkop sengaja mengunci koneksi wi-fi dengan password, untuk mengantisipasi orang di luar warkop yang ingin menggunakan fasilitas wi-fi gratis. Wajar saja, karena jangkauan wi-fi sampai di luar area warkop.
Di saat asyik mengotak-atik laptop, dia dikagetkan dengan kedatangan seseorang yang tiba-tiba meminta bantuan kepadanya.
“Mas, boleh minta tolong, gak?”
“Iya, kenapa, Mas?”
“Bisa buatkan saya akun facebook?”
“Bisa, sini saya bantu.”
Karena tertarik dengan percakapan di antara mereka, kemudian aku ikut dalam percakapan tersebut. Setelah berkenalan, aku pun mengetahui nama mereka.
Ulum dan Deni. Ulum adalah seorang mahasiswa dari salah satu universitas swasta yang ada di Sidoarjo. Sedangkan Deni adalah seorang buruh outsourcer pabrik helm. Di sekitar Bandara Internasional Juanda juga merupakan kawasan industri di Surabaya. Ada banyak pabrik didirikan di sini. Tak aneh kalau Warkop WBL Arjuna banyak dikunjungi buruh pabrik di saat waktu luang mereka. Deni menggunakan telepon selular buatan Cina berfasilitas wi-fi yang harganya terjangkau bagi para buruh pabrik.
Aku jadi tersadar bahwa kebutuhan manusia akan hiburan sebenarnya sama, siapapun dia. Dan jaman menggiring manusia memenuhi kebutuhannya akan hiburan melalui berselancar di dunia maya. Termasuk menjaring pertemanan di sana melalui situs jejaring sosial.
Pernah juga aku melihat para buruh pabrik yang minta diajari oleh mahasiswa untuk mengunduh lagu-lagu dalam format MP3 untuk disimpan di dalam telepon selular. Yang ini jelas sekali kebutuhannya, bukan? Mendengarkan musik sambil bekerja di pabrik tentu lumayan mengurangi kepenatan kerja.
Waktu menjadi cukup singkat, di saat aku mulai merasakan serunya percakapan di antara kedua orang yang berbeda status sosialnya itu. Hari sudah larut, namun warkop masih belum sepi pengunjung. Sebelum meninggalkan warkop, aku pergi ke depan etalase warkop, untuk membayar.
“Berapa, Mas, semua?” tanyaku pada pegawai warkop.
“Tadi pesen apa saja, Mas”?
“Kopi susu, rokok dua batang sama gorengan dua.”
“Semuanya Rp 4000, Mas.”
Aku lalu mengeluarkan uang pecahan Rp 5000,- dari dalam saku belakang celana.
“Matur suwun (terima kasih), Mas,” ucap pegawai warkop sambil memberi uang kembalian dua keping uang receh Rp 500.
“Sama-sama, Mas.”
Aku pun pergi menuju ke sepeda motor yang kuparkir di depan warkop.
Dalam perjalanan pulang, aku berpikir bahwa mahasiswa, pelajar, buruh pabrik sampai pengangguran, semua tampak sama di warkop tersebut. Tidak ada seragam atau perlengkapan khusus yang membuat mereka sama, melinkan tujuan dan alasan mengapa mereka datang, itu yang menghilangkan batasan status sosial di sebuah warung kopi.
Dalam perjalanan pulang, aku berpikir bahwa mahasiswa, pelajar, buruh pabrik sampai pengangguran, semua tampak sama di warkop tersebut. Tidak ada seragam atau perlengkapan khusus yang membuat mereka sama, melinkan tujuan dan alasan mengapa mereka datang, itu yang menghilangkan batasan status sosial di sebuah warung kopi.
kata2 ini yag bisa membuat q berfikir kalau di dalam warkop kita semua sama…kita g ada perbedaan dalam genjer..
terus berkarya…
q ingin berkarya seperti ini…mohon bantuannya…
kamu kan udah memulai, jaya. pasti gampanglah tinggal nerusin aja.
tapi, ‘kita g ada perbedaan dalam genjer’ itu maksudnya apa ya?
mksudnya gender mgkn jay???
maksudnya gender….cot
iya se q uda mulai tapikan q masi butuh pembelajaran lagi..karena masi dlm proses pembelajaran..
kereeeeen
ajak aku kesana ya ntar
😀
wah wah wah …..Laraaaaaaaaaaaaaaaaaang
“Berapa, Mas, semua?” tanyaku pada pegawai warkop.
“Tadi pesen apa saja, Mas”?
“Kopi susu, rokok dua batang sama gorengan dua.”
“Semuanya Rp 4000, Mas.”
BULLSHIT !!!
kopi susu 1 = 3000
rokok 2 = 2000
gorengan 2 = 2000
TOTAL = 7000 boz !!