Setelah melaksanakan shalat Jum’at, saya berencana untuk pulang kampung ke Padang. Saya berpikir untuk mengajak Gilang, Edi dan Beni jalan-jalan ke Kota Padang, karena kebetulan kita juga sedang liburan kuliah. Kami berempat berangkat dari Padangpanjang menggunakan dua kendaraan bermotor sekitar jam tiga sore. Awalnya Gilang yang mengemudi kendaraan yang saya tumpangi.
Dalam perjalanan sore hari itu cuaca sangat cerah. Seperti biasanya jalan menuju Kota Padang, kita melewati Jembatan Kembar, Aia Macua Lembah Anai yang dalam bahasa Indonesia Air Mancur Lembah Anai, atau Air Terjun Lembah Anai. Saya tidak tahu juga kenapa orang Minang menyebut Air Terjun Lembah Anai dengan sebutan Aia Mancua Lembah Anai.
Tidak jauh dari sana kita memasuki perbatasan Kabupaten Padang Pariaman yang ditandai dengan bangunan yang dibangun oleh Perusahaan Semen Padang, penanda perbatasan Padangpanjang dengan Padang Pariaman. Setibanya di Kayutanam saya melihat ada keramaian di sebelah kiri dan kanan jalan. Kami merasa kaget melihat keramaian itu.
Dari sisi kiri jalan arah Padangpanjang terlihat orang yang hendak menyebrang kesisi sebelah kanan jalan. Karena penasaran, saya pun menyuruh Gilang untuk menepi ke sisi jalan dan Edi yang sedang mengendarai motorpun ikut menepi. Tanpa banyak berpikir saya langsung berlari menuju keramaian yang berada di seberang jalan.
Saya hampir tidak percaya dengan apa yang saya lihat. Ternyata yang dikerubungi warga itu rupanya seekor ular phyton (sanca) yang panjangnya kurang lebih lima meter. Sebelumnya saya juga pernah melihat ular besar waktu masih SD dulu, di belakang rumah di daerah Sicincin. Tetapi tidak sebesar ular yang saya temui saat ini. Kepala ular tersebut ditutupi kain biru. Sepertinya ular tersebut juga baru selesai memakan sesuatu sehingga perutnya kelihatan besar.
Mungkin ditemukannya ular ini ada hubungan dengan lingkungan hidupnya yang masih dikelilingi perbukitan dan semak belukar yang kondisi lingkungannya masih terlihat keasliannya. Sambil memotret saya bertanya-tanya sedikit kepada warga tentang ular tersebut. Menurut warga, ular itu baru saja memakan seekor babi hutan dan ular itu ditemukan warga di pinggiran sawah sekitar jam dua sore tadi, sebelum dipindahkan kepemukiman warga. Setelah puas memotret kami berempat melanjutkan perjalanan kembali.
Setelah melihat ular tadi, dalam perjalanan saya sempat berfirasat buruk. Saya jadi merasa takut terjadi apa-apa nanti di jalan. Karena takut melihat cara mengemudi Gilang yang sedikit ugal-ugalan, akhirnya saya putuskan untuk bergantian mengemudi motor. Di jalan kami juga sempat membicarakan tentang ular tadi. Gilang masih penasaran dengan cara ular tersebut memakan mangsa yang bobotnya lebih besar dari badannya.
Pertanyaan Gilang mengingatkan saya pada pelajaran biologi sewaktu SMP dulu. Ternyata ular memiliki mulut lentur yang bisa di buka sampai 45 cm, ”Itu yang saya ingat,” tegasku kepada Gilang. Sekitar jam setengah lima, saya dan teman-teman sampai di Kota Padang. Sesuai dengan janji, saya langsung mengajak teman-teman ke Pantai Muaro yang tak jauh dari rumah saya di belakang Kampus UNP, dan kamipun terlarut melihat sunset (matahari terbenam) di Pantai Muaro.
ayooo terus menulis…..
hahahahaha thanks a’
harus diteruskan lagi jang menulisnya..
singkat padat dan jelas ….
mantap diak… lanjutkan perjuanganmu… mog brhsil apa yg dcpai…
Hiiiiiii