Padangpanjang, Sumatera Barat

Stasiun Kereta Api Padang Panjang

Sejak lahir sampai sekarang, saya tinggal di Padang Panjang, tapi ketertarikan terhadap Stasiun Kereta Api Padang Panjang baru muncul belakangan ini. Ketertarikan tersebut berawal dari pertanyaan yang dilontarkan oleh teman saya Zani (salah seoranag partisipan Docuroom Project),

“Al, dima latak stasiun kareta Padangpanjang tu? Kato urang itu stasiun paliang gadang di Sumbar mah” (Al di mana letak Stasiun K.A Padangpanjang? Kata orang itu stasiun terbesar di Sumbar lho).

Keadaan Stasiun KA Padang Panjang saat ini

Keadaan Stasiun KA Padang Panjang saat ini

Dari sini saya berpikir, kenapa orang yang bukan berasal dari Padang Panjang saja tahu tentang Padang Panjang, sedangkan saya yang sudah lama hidup di Padang Panjang tidak tahu tentang kota ini?

Maka, pagi itu kira-kira pukul 10 pagi, saya dan Zani berangkat ke stasiun K.A Padang Panjang untuk mencari tahu tentang Stasiun tersebut. Sesampainya di stasiun itu, saya heran melihat Zani yang sangat kagum melihat keadaan stasiun tersebut, yang menurut saya itu biasa-biasa saja.

Kami lalu berkeliling di dalam stasiun sambil melihat-lihat apa saja yang ada di stasiun itu. Saking asiknya, Tak terasa ternyata telah dua jam kami berkeliling di stasiun, yang cukup membuat kami penat. Setelah mencari-cari, akhirnya kami istirahat di sebuah kadai (warung) yang ada di lingkungan stasiun. Saya memesan segelas teh manis dan dua batang rokok seharga Rp 2500, sedangkan Zani, karena tidak merokok dia hanya memesan segelas susu dan makanan ringan seharga Rp 4000.

Rasa penasaran di pikiran saya makin berkecamuk setelah melihat apa saja yang ada di stasiun tadi, lalu saya bertanya pada pemilik warung itu, Nurmayanti namanya.

“Ni, lai tau ni tentang apo sajo yang do di stasiun ko,samo fungsi-fungsi nyo gai?” (apakah Uni tahu tentang yang ada di stasiun ini beserta fungsinya?)

“Kalau sajarahnyo uni kurang tau lo, Diak, tapi kalau apo yang do di stasiun ko jo gunonyo, saketek banyaknyo Uni cukuik tau lah. Soalnyo ayah Uni pagawai di stasiun ko, dapek lo jodoh pagawai stasiun ko” (kalau sejarahnya saya kurang tahu juga, tapi kalau yang ada di stasiun beserta fungsinya saya lumayan tahu. Soalnya ayah saya pegawai di stasiun ini dan berjodoh dengan pegawai di stasiun ini.)

“Sia nan tau sajarahnyo tu, Ni?” (siapa yang tau sejarahnya, Ni?)

“Kapalo Stasiun tu pasti tau banyak mah, Diak.” (Kepala Stasiun pasti tahu banyak, Dik)

“Nan ma kapalo stasiunnyo, Ni?” (yang mana Kepala Stasiunnya, Ni?)

“Pak Khaswar namonyo, rambuiknyo lah putiah, urangnyo tinggi.” (Pak Khaswar namanya, rambutnya putih, orangnya tinggi.)

Kemudian Zani bertanya,

“Kalau guno nan do di stasiun ko lai tau ni, Nak?” (kalau fungsi yang ada di stasiun ini, Uni cukup banyak tahu kan?)

“Insyaallah Uni lai tau.” (Insyaallah Uni tahu.)

Karena hari sudah mulai siang dan ada urusan yang lebih penting, kami putuskan untuk pulang dan berencana kembali ke situ keesokan harinya.

Keadaan Stasiun KA Padang Panjang jaman dahulu

Keadaan Stasiun KA Padang Panjang pada awal berdirinya

Keesokan hari kami kembali ke stasiun untuk mencari tahu tentang stasiun tersebut. Hari itu kami mendapat banyak sekali informasi tentang stasiun itu, mulai dari sejarah stasiun itu yang berdiri pada tahun 1889 oleh pemerintah Kolonial Belanda yang tujuannya untuk membawa seluruh barang keperluan Belanda pada waktu itu khususnya batubara. Stasiun Padang Panjang dibangun sebagai perlintasan untuk menuju kota-kota lain di Sumbar dan daerah lainnya luar Sumbar. Letaknya yang strategis membuat stasiun ini sangat sibuk pada waktu itu. Kereta api pertama diproduksi di Jerman yang dikenal dengan nama Mak Itam. (Menurut keterangan pak Khaswar, Kepala Stasiun)

Jalur rel kereta api saat kereta masih aktif beroperasi

Jalur rel kereta api saat kereta masih aktif beroperasi

Masih banyak hal lain yang menarik di stasiun itu, mulai dari gerbong-gerbong yang berserakan dan tidak ada rodanya lagi. Menurut keterangan Kepala Stasiun, Bapak Khaswar, gerbong-gerbong itu memang disengaja dijatuhkan dan roda-rodanya dibawa ke Palembang, karena di sana lebih membutuhkan, dan pada waktu itu kereta di Padang Panjang berhenti beroperasi.

Gerbong-gerbong kereta tanpa roda

Gerbong-gerbong kereta tanpa roda

Berikutnya, rumah-rumah sinyal yang ada di bagian kanan dan kiri stasiun yang disebut rumah sinyal A dan B. Rumah sinyal ini sudah tidak terawat lagi, bangunannya sudah retak dan kaca-kacanya sudah tidak ada lagi, karena ulah murid-murid SMP yang kurang kerjaan dan melempari kaca-kaca rumah ini dengan batu.

Rumah sinyal B, tak terawat lagi

Rumah sinyal B, tak terawat lagi

Selanjutnya, bangunan stasiun tempat pembelian karcis telah banyak mengalami perubahan. Stasiun yang dulunya dibangun dengan arsitektur Belanda kini sudah diubah menjadi bangunan bergonjong, ciri khas bangunan Minang. Wisma yang terletak persis di samping stasiun juga mengalami perubahan. Yang dulunya untuk tempat tinggal karyawan, sekarang telah dibuka untuk umum dan disewakan bagi penumpang yang ingin naik kereta esok harinya bisa menginap di wisma tersebut dengan harga Rp 100 000,- untuk satu malam.

Wisma penginapan

Wisma penginapan

Tempat pemutaran lokomotif kereta juga sudah tidak berfungsi lagi, sekarang sudah menjadi tempat pembuangan sampah bagi masyarakat sekitar stasiun itu, dan sudah ditumbuhi semak belukar.

Tempat pemutaran lokmotif kereta. Kini telah berubah menjadi tempat pembuangan sampah

Tempat pemutaran lokmotif kereta. Kini telah berubah menjadi tempat pembuangan sampah

Pompa air untuk kereta uap

Pompa air untuk kereta uap

Pompa-pompa air yang dulunya berfungsi sebagai pengisi air untuk kereta uap di jaman Belanda, kini sudah tidak lagi terpakai. Pompa air tersebut telah rusak dan patah. Airnya berasal dari sungai di belakang  Pesantren Thawalib Putera yang disalurkan melalui pipa-pipa air ke stasiun.

Bengkel kereta lama yang dulunya sempat menjadi tempat perbaikan kereta pada masa Belanda kini sudah tidak berfungsi lagi. Sekarang telah dipindahkan ke bengkel baru, yang memiliki mesin derek dengan daya angkat 16000 kg.

Bengkel lama

Bengkel lama

Bengkel baru yang dilengkapi dengan Derek berkapasitas 16.000 kilogram

Bengkel baru yang dilengkapi dengan Derek berkapasitas 16.000 kilogram

Stasiun kereta yang sempat tidak terpakai karena tidak ada lagi barang yang akan dibawa, kini kembali telah beroperasi lagi sebagai K.A wisata. Telah diresmikan tanggal 9 Maret 2009 lalu. Memiliki rute perjalanan Padangpanjang-Sawahlunto dengan tiket seharga Rp 80.000. Kereta tersebut dikenal dengan nama Mak Uniang.

Kereta Api Mak Uniang

Kereta Api Mak Uniang

Akhirnya saya tahu semua tentang Stasiun Kereta Api Padang Panjang yang sempat menjadi stasiun terbesar di Sumatera Barat. Betapa kayanya kota Padang Panjang ini dengan nilai sejarah. Semoga Padang Panjang tetap menjadi kota yang damai.

 

About the author

Avatar

Al Wendry

Dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 14 Juni 1991. Ia kuliah di ISI Padangpanjang, konsentrasi Ilmu Televisi dan Film. Ia juga aktif di komunitas Sarueh.

13 Comments

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.