Padangpanjang, Sumatera Barat

Sinema Iran: Video dan Gender

Setelah menyaksikan beberapa karya dari Massroom Project karya Forum Lenteng, kami menonton Ten yang menggunakan kesadaran medium video besutan Abbas Kiarostami. Sehari sebelumnya, saya dan kawan-kawan Sarueh dipandu oleh ciuniang Otty dan Kikie Pea, kami belajar membongkar filem The Wind Will Carry Us.

ten-wind-ok

Filem Ten membuat saya bertanya; “siapa sih Abbas Kiarostami ini?”. Saya tanya sama om Wiki (www.wikipedia.org), ternyata bapak yang satu ini adalah orang hebat di filem dunia. Sebelumnya saya tidak pernah tahu. Dan ternyata kawan-kawan di Padangpanjang belum akrab dengan filem Iran. Hanya menonton Barran waktu SMA, sebagai tontonan film Iran yang saya lihat. Selama ini saya tidak pernah ngeh dengan sutradara dan segala tetek bengek filem. Waktu itu saya hanya suka sekali dengan cara bertutur filem Barran. Saya dan teman-teman sudah berada di dunia audio visual, tetapi tetap saja kami masih minim referensi filem-filem bermutu. Ketika saya googling, duh…ternyata banyak sekali filem-filem Iran yang tidak kalah bersaing dengan filem-filem Hollywood.

ten-kiarostami-ok
Salah satu adegan filem Ten

Filmmaker Iran, menyebut namanya saja susah. Seperti beberapa nama yang disebut mbak Otty selain Abbas Kiarostami, seperi: Jafar Panahi, Darius Mehrjui, Mohsen Makhmalbaf, Samira Makhmalbaf. Mereka hadir dengan kreativitas tinggi dalam karya-karyanya. Di Iran, aturan hukum negara memang luar biasa ketat, yang berbeda dengan di barat. Namun, sineas Iran mampu menggunakan medium filem sebagai jawaban pada aturan-aturan tersebut.

windwillcarryus_still-ok1
The Wind Will Carry Us

Menonton Ten, kawan-kawan Sarueh tertawa melihat ulah si anak seperti Malin Kundang yang berperang mulut dengan ibunya. Walaupun tidak dapat menangkap 100% isi cerita karena keterbatasan bahasa, tapi demi belajar… Ya sudah kami harus menikmatinya. Kami belajar visual hingga tanda-tanda. Ternyata, kami tidak rugi walau mengantuk dan letih untuk mencerna seluruh materi di program akumassa. Banyak kegiatan yang harus ditunda bahkan dibatalkan demi proses belajar.

Walaupun terbiasa dengan kamera video karena belajar di kampus, ini ternyata tidak membuat kami mengerti perbedaan filem dan video secara langsung. Yang kami pelajari selama di bangku kuliah lebih banyak masalah teknis. Sedikit sekali yang kami ketahui tentang kesadaran medium video. “Wah, rugi banget ya?”, program akumassa inilah yang membantu kami untuk mendalaminya.

Dua karya Abbas Kiarostami Ten dan The Wind Will Carry Us membahas masalah gender. Bagaimana kesadaran perempuan dengan hak dan kewajibannya, di masyarakat dari berbagai latar belakang dan kelas sosial. Pada Ten digambarkan bagaimana seorang anak kecil memprotes ibunya. Orang tua yang memilih bercerai demi mencari kebahagiaan yang tidak dimengerti oleh anaknya.  Pada bagian lain, ada seorang perempuan yang memangkas rambutnya untuk dapat merasa sedikit berbahagia ketika ditinggal kekasihnya. Saya pernah baca artikel yang menyebutkan bahwa pada umumnya perempuan di dunia suka menggunting rambut ketika stres dan banyak masalah.  Padahal menurut saya, hal tersebut tidak memberikan efek apapun.

Isu Gender di Kota Kediamanku Saat ini

Dalam membedakan antara filem dan video setelah menonton dua filem Abbas, saat ini saya dan beberapa kawan-kawan sudah mulai dapat memahami. Namun, kalau dilihat secara isi yaitu permasalahan gender, sebagai seorang perempuan yang hidup di ranah Minangkabau (sekarang mengenyam pendidikan di kota yang telah banyak melahirkan tokoh-tokoh perempuan yang penting di negara ini), saya merasa sangat ingin mengenal orang-orang hebat itu lebih dalam lagi. Seperti Rohana Kudus, wartawati pertama di republik ini. Beda dengan RA Kartini yang selama ini kita kenal, sebagai tokoh perempuan yang inspiratif. Ada juga HR Rasuna Said (Hajjah Rangkayo Rasuna Said), seorang orator dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang tak sekadar memperjuangkan persamaan hak perempuan dan laki-laki. Nama lainnya seperti Rahmah El Yunusiyyah, beliau adalah pendiri Perguruan Diniyyah Puteri Padangpanjang.

Lalu bagaimana perempuan Minang hari ini? Perempuan Padangpanjang seharusnya dapat belajar banyak dari tokoh-tokoh perempuan yang dibesarkan di kota ini. Hari ini tidak ada lagi perempuan hebat yang mewarnai pergerakan dalam perubahan masyarakat seperti pendidikan dan politik, meski untuk tingkat lokal kota Padangpanjang.

Padangpanjang adalah kota pendidikan, banyak sekolah, pesantren hingga perguruan tinggi yang seharusnya mampu menghasilkan tokoh yang mewakili posisi perempuan.  Seperti Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Padangpanjang, tempat saya belajar yang basis keilmuannya adalah seni tradisi. Seharusnya kampus ini bisa melahirkan tokoh–tokoh seni tradisi yang berpengaruh di masyarakat dan mendunia. Hoerijah Adam yang berbakat itu tidak ada lagi penggantinya hingga hari ini. Tidak ada lagi terdengar perempuan yang gigih meneruskan langkah pejuang perempuan di ranah Minang nan elok ini.


About the author

Avatar

Gusnita Linda

Dilahirkan di Padang, pada tanggal 18 Agustus 1985. Ia kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, jurusan Televisi dan Film, angkatan 2007. Ia aktif dalam mengurus Rumah Jamur dan berwirausaha.

4 Comments

  • perempuan adalah salah satu ujung tombak baik dan jeleknya sebuah negara, dan bahkan dunia, nabi kita pernah bersabda seperti itu kurang lebih. jadi mari kita majukan hak-hak perempuan, karena di Islam perempuan punya hak yang tinggi dan tanggung jawab yang besar, kami tunggu karyanya tentang gender diminang. salam rob.

  • Saya kira, riau beruntung punya komunitas sareuh, mungkin saja dari komunitas ini akan terlahir perempuan – perempuan yang lebih dahsyat dari pada pendahulunya. sepertinya riau akan lebih berwarna warni nee……

  • Aboy yang baik, Padangpanjang itu bukan di Provinsi Riau. Tapi, di Sumatra Barat. Riau sama Sumatra Barat beda. Bedanya antara bumi dan langit. salam Hafiz

  • Jd malu…………………
    maaf, tas kekeliruan saya
    kawan – kawan dipadangpanjang mudah2-an bisa memahaminya.
    trimakasih atas koreksinya Bang….
    Sekali lg saya mohon maaf…

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.