Kecamatan: Randublatung

Sebelum Menjadi Markas ASP

markas Anak Seribupulau

markas Anak Seribupulau

Waktu masih kecil aku sering maen-maen di sekitar rumahku, salah satunya di rumahnya Mbah Kandar. Dia adalah seorang pensiunan Polisi. Dulu aku dan temen-temenku sering banget maen di sekitar rumahnya, tepatnya di belakang rumahnya karna ada sebuah pohon mangga wola-wali jiwo. Apalagi waktu musim mangga pasti banyak temen-temen yang yang duduk di bawahnya untuk menunggu jatuhnya mangga karena angin yang besar.

2Setiap hari Mbah Kandar itu selalu jalan-jalan di pagi hari di jalan sekitar rumahnya. Kebiasaan Mbah Kandar waktu jalan-jalan itu selalu membangunkan ibuku. Dia ngomong sama ibuku kalau bangun di pagi hari itu jangan sampe rejekinya di makan sama ayam. Itu artinya setiap manusia jangan dibiasakan bangun siang.

3

Suatu hari, waktu aku SD  kelas 4 kebiasaan Mbah Kandar itu tidak muncul, ibu ngerasa perasaannya itu enggak enak. Lalu ibuku ngomong ke tetangga sekitar  kalau Mbah Kandar sampai jam sembilan kok pintunya belum terbuka. Yang bikin warga heboh itu, dia tinggal sendirian. Suaminya sudah lama meninggal dunia dan anak pungut satu-satunya bertugas di Papua. Di tengah-tengah kehebohan itu aku mencoba mendobrak pintu itu tapi enggak ada hasilnya. Aku coba lagi dengan menarik semua jendela rumah Mbah Kandar. Secara enggak sengaja jendela itu terbuka.

5

Dengan perasaan yang panik aku langsung masuk rumah itu lewat jendela. Sampe di dalam aku langsung membuka pintu rumah dari dalam. Seluruh tetangga sekitar kemudian masuk ke dalam rumah untuk melihat ada apa sih sebenarnya? Ternyata Mbah Kandar itu sudah tidak bernyawa di lantai kamarnya dalam posisi  terlentang,  dengan kaki di kolong tempat tidur. Kemungkinan besar Mbah Kandar meninggal karena jatuh, soalnya dari hidung dan kupingnya keluar darah. Mbah Kandar dimakamkan di Makam Onggososro.

4Setelah kematian Mbah Kandar rumah itu menjadi kosong dan tidak ada yang menghuni. Kurang lebih sekitar 1 tahun, rumah itu ditempati oleh seseorang yang bernama Pak Eko dan istrinya yang bernama Ibu Ruk. Dia mempunyai 3 anak yang bernama Lusi, Rendi dan yang terakhir Lisa. Selang beberapa tahun keluarga Pak Eko tidak tahu kalau rumah itu ternyata sudah dijual anak pungutnya Mbah Kandar dan menyuruh keluarga Pak Eko untuk keluar dari rumah itu dengan alasan rumahnya akan dikontrak orang. Mau tidak mau Pak Eko harus pindah dari rumah itu. Untungnya mereka langsung dapat pengganti tempat tinggal mereka yaitu di Perumahan Perhutani. Ternyata rumah Mbah Kandar dibeli Pak Waluyo, seorang penjual emas di Randublatung. Tepatnya di  Jalan Raya Randublatung.

6

7

Dengan kekayaannya sang penjual emas, dia membuat lapangan badminton di sebelah rumah tersebut dengan tujuan memberi hiburan kepada warga sekitar. Setiap sore dan malam hari lapangan itu rame sekali mulai dari anak-anak, remaja, sampe orang tua. Kalau aku dan temen-temen sedang nongkrong pasti kami bermain badminton di malem hari. Di samping asyik main waktu malem hari itu kadang ada angin yang besar,  jadi mengganggu permainan badminton.

lapangan badminton

lapangan badminton

Tapi keasyikan itu sekarang sudah hilang, sejak adanya gedung badminton baru di kelurahan. Selain lebih terang, di gedung itu tidak ada angin yang bisa mengganggu permainan badminton itu. Lama tidak terpakai lapangan badminton yang lantainya dari paving itu sekarang ditumbuih rumput-rumput yang agak enggak enak dipandang mata.

9

Kemaren, tanggal 26 Oktober 2009, di depan rumah Pak Waluyo itu banyak pemuda-pemuda. Setelah aku kesana ternyata para pemuda itu adalah  anggota   ASP (Anak Seribupulau).

11

Sambil ngepel lantai, aku bertanya pada Abun, salah satu dari mereka, ”Ape di enggo opo to Bun?” (mau buat apa Bun?). Kemudian Abun menjawab, ”Ape di enggo latihan nggawe film” (mau dipakai latihan membuat film).  Setelah dijawab, aku masih tidak tau buat apa sih sebenernya. Pagi harinya pembelajaran itu dimulai. Ternyata ini bagian program dari Akumassa.

kamar

kamar

kamar mandi

kamar mandi

Setelah mendengarkan penjelasan dari salah satu guru perempuan dari Akumassa, aku kepengen banget mempelajari itu. Entah bisa apa tidak, aku tetap akan terlibat didalamnya. Buat Akumassa, terima kasih, kalian mau memberikan ilmu kalian demi kepentingan massa.


About the author

Avatar

Septian Triyoga

Dilahirkan di Blora pada tanggal 20 September 1990. Ia menyelesaikan pendidikannya di SMK Katolik ST. Louis, Randublatung. Sekarang ia sibuk dalam kegiatan di Komunitas Anak Seribu Pulau.

6 Comments

  • terus semangat dalam menulis Yoga alias Nyoto….
    kamu bisa seperti Nyoto… seorang menteri negara di zaman Orla….

    “merah” atau tidak itu urusan kamu, sing penting ojo jotos jotosan yo!!

  • Septian triyoga,
    tulisan kamu bagus sekali. melalui sebuah lapangan badminton kamu mengajak pembaca melihat sejarah dan perkembangan kota tempat tinggalmu. Dan kamu menununjukkan cerita masyarakat di masa lalu, yang tidak hadir di saat ini hanya melalui kisah dan jejak-jejaknya yang hadir dalam ingatanmu, ingatan massa. Yang terpenting, ingatan massa itu kamu hadirkan di sini melalui teks, dan visual dalam foto-foto, sehingga peristiwa massa yang tidak pernah ada di media besar, menjadi penting, karena itu memang penting bagi masyarakat. tulisan ini telah memulai ide memproduksi informasi melalui ‘massa’

    menulis terus ya. selamat

  • akumassa hadir di tengah-tengah massa yang banyak memiliki cerita-cerita menarik dari aku-aku yang ada di dalamnya,,kami akumassa Padang Panjang banyak belajar selama program akumassa berlangsung di kota kami.
    salam hangat buat teman-teman akumassa blora, semoga akumassa blora dapat membingkai lebih dari sepuluh bingkaian dari narasi-narasi kecil yang ada di blora. Semangat dan sukses buat teman-teman akumassa blora.. ^_^

    salam
    akumassa padang panjang

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.