Kota Padang Panjang merupakan kota perlintasan antara Kota Padang dengan Kota Bukittinggi. Di kota ini usaha keluargaku dimulai, setelah kakekku bernama H. St. Amiruddin bekerja sebagai karyawan sate Mak Syukur sejak tahun 1946. Tapi bukan hanya sebagai karyawan saja, ia dipercaya sebagai orang yang mencicipi kuah kuning sate yang menjadi khas sate Mak Syukur Padang Panjang sebelum dijual. Tahun 1973 kakekku memilih berhenti dan mencoba peruntungan untuk berjualan sate sendiri dengan cara memanggul dagangannya keliling kota Padang Panjang. Pada saat itu satu piring sate kakekku menjualnya seharga Rp.50,- dan dalam sehari kakekku dapat memperoleh penghasilan sebesar Rp.14.000,-.
Setelah 6 bulan berkeliling, kakekku mendapat tempat di belakang gedung M.Syafei di Pasar Padang Panjang yang sebelumnya merupakan toko obat. Kemudian dibagi dua dengan kakekku. Ketika itu kakekku join dengan temannya yang menjual minuman. Atas kesepakatan keluarga, usaha kakekku diberi nama Sate Saiyo yang diharapkan untuk selalu “saiyo sakato” (se-iya se-kata). Meski terkadang terjadi salah paham antara keluarga, tapi hingga saat ini masih tetap terjalin hubungan yang baik di keluarga kami.
Semakin lama semakin ramai, tidak hanya masyarakat Padang Panjang yang datang, tapi juga dari daerah lain. Pada tahun 1983 kakekku dapat melaksanakan ibadah haji bersama nenekku dari hasil penjualan sate. Tahun 1988 kakekku membeli tanah berukuran 1000 Meter persegi di pinggir jalan St. Syahrir-Silaing Bawah. Saat baru pindah daerah tersebut belum begitu dipadati oleh pemukiman penduduk dan masih banyak pohon rimbun di sepanjang jalan. Kakekku percaya sepuluh tahun mendatang akan banyak warga yang bermukim.
Pada tahun 90-an banyak orang-orang ternama di Indonesia dari kalangan pejabat sampai arits ibukota yang datang untuk menikmati kuah kuning Sate Saiyo. Seperti artis-artis ibukota yaitu almarhum pelawak Kasino, Ahmad Albar, Indra Bekti, Dorce, VJ Daniel, Melanie Subono, Adrian Maulana, Peppy, Pas Band ,dll. Penyair Taufik Ismail dan maestro Idris Sardi juga pernah datang ke sini. Selain itu juga ada pejabat daerah dan pejabat negara seperti Drs. Emil Salim, Akbar Tanjung, Gamawan Fauzi dan Azwar Anas.
Tahun 2002, kakekku meninggal. Usaha Sate Saiyo dilanjutkan oleh ayahku. Saat itu sedang mengalami kemorosotan pembeli dan pengunjung yang datang mulai berkurang. Hanya pada hari-hari tertentu Sate Saiyo ramai dikunjungi, seperti akhir pekan dan hari libur nasional. Selain mempertahankan citra rasa kuah kuning yang saat ini harga satu piringnya adalah Rp.15.000,- ayahku perlahan mengembangkan Sate Saiyo kembali dengan memberikan pelayanan yang ramah pada pelanggan.
Jika aku sudah lulus kuliah nanti aku akan ikut mengembangkan usaha ini. Karena Sate Saiyo telah menjadi indentitas kota Padang Panjang sebagai wisata kuliner.