Fibri Melihat Sapi Ajaib
Sda beberapa hal yang tidak biasa di salah satu perumahan yang terletak di bagian selatan Surabaya. Suatu hal unik dan ajaib, saya jumpai di Perumahan Gunung Sari Indah. Lokasi perumahan ini berada di akses perbatasan Gresik dan Surabaya. Meskipun bukan jalur utama menuju kota Gresik, namun jalur ini tetap saja padat, terlebih pada jam-jam berangkat kerja maupun seusainya. Beberapa kawan saya tinggal di perumahan ini, wajar jika saya sering berada di daerah tersebut untuk sekadar nongkrong atau mengerjakan tugas kampus di rumah kawan-kawan saya.Suatu hari, saya pulang dari rumah kawan di perumahan Gunung Sari tersebut. kurang lebih pukul dua pagi. Tepat di gapura pintu masuk Perumahan Gunung Sari. Saya melihat pemandangan yang sedikit ganjil, padahal aktivitas warga di sekitar gapura pintu masuk itu masih berjalan, meskipun tidak seramai waktu sore dan malam hari. Warung-warung kopi, bakul jamu dan kios rokok masih tetap buka pada jam tersebut, bahkan beberapa orang masih menggelar tikar untuk nongkrong dan menikmati kopi di sisi gapura. Belasan ekor sapi berjalan berbaris menuju arah yang tidak saya ketahui. Sapi-sapi itu masuk ke Perumahan Gunung Sari Indah melalui pintu masuk gapura tanpa ada seorangpun yang menggembala pada pukul dua pagi. Masyarakat di sekitar gapura tersebut terlihat biasa saja atau mungkin juga sudah terbiasa. Awalnya, saya mengira mungkin sang pemilik sapi sedang beristirahat di warung langganan kawan saya yang berada tidak jauh dari gerombolan sapi-sapi itu berjalan. Dengan anggapan demikian akhirnya saya tidak terlalu memikirkan sapi-sapi itu lagi.
Namun, beberapa hari kemudian ketika saya dan beberapa kawan saya sedang asyik nongkrong di warung langganan, saya melihat lagi gerombolan sapi itu berjalan dari arah gapura pintu masuk perumahan kurang lebih pada pukul dua pagi juga. Saya perhatikan belasan sapi-sapi itu berjalan sampai di depan warung tempat kami nongkrong. Sapi di barisan paling depan berwarna coklat, berbeda dengan sapi-sapi yang mengikutinya. Sapi coklat itu berukuran paling besar dan memiliki tanduk paling panjang. Saya sempat mengira bahwa sapi yang berwarna coklat itu adalah jenis Sapi Brahma. Namun setelah saya mencari informasi di internet, ternyata Sapi Brahma terlalu besar untuk ukuran sapi coklat yang aku lihat di perumahan itu. Menurut beberapa situs di internet, Sapi Brahma berharga mahal dan pasti menjadi aset, terlebih bagi masyarakat Jawa.
Saya tetap memperhatikan gerombolan sapi itu hingga berjalan menjauh dari warung, tetapi belum juga terlihat sang pengembala atau pemiliknya. Saya tanyakan kepada kawan saya tentang sapi-sapi tersebut. Menurut penjelasan salah satu kawan yang tinggal di Perumahan Gunung Sari, sapi-sapi itu sudah sejak lama dan biasa melewati Perumahan Gunung Sari. Sapi-sapi itu berjalan menuju ke sebuah bendungan tempat penampungan air di belakang perumahan. Memang di bendungan itu terdapat lahan kosong yang luas dan ditumbuhi rumput alang-alang liar. Barangkali di tempat itulah para sapi biasa merumput. Tapi anehnya, setahu saya, biasanya sapi merumput di hari terang. Kata kawan saya gerombolan sapi berjalan menuju bendungan juga selalu tanpa penggembalanya dan sapi berwarna coklat selalu berada di barisan paling depan. Saya semakin penasaran dengan sapi-sapi tersebut. Ketika saya tanyakan siapa pemilik gerombolan sapi itu, tidak ada satupun kawan saya yang tahu, yang jelas sapi-sapi itu bukan milik warga Perumahan Gunung Sari Indah.
Rasa penasaran saya masih belum terjawab karena kawan-kawan saya juga kurang tahu seluk-beluk mendalam tentang sapi-sapi itu. Saya berencana mencari tahu lebih banyak tentang sapi-sapi ajaib itu.
Ada cerita tentang kisah sapi ini yang saya dengar dari kawan lainnya yang juga tinggal di Perumahan Gunung Sari. Menurutnya, beberapa warga perumahan merasa tidak nyaman dengan kedatangan sapi-sapi itu, karena sapi-sapi itu selalu meninggalkan bekas-bekas kotoran dan merusak tanaman warga sekitar. Saking kesalnya, warga sempat melempari batu ke sapi-sapi itu ketika lewat. Namun tetap saja sapi-sapi itu melewati perumahan. Akhirnya, salah satu anak sapi dicuri oleh warga. Keesokan harinya sang pemilik sapi mendatangi rumah pencuri itu untuk meminta kembali anak sapinya. Anehnya tidak ada yang memberitahu pemilik sapi bahwa anak sapinya dicuri oleh salah satu warga, namun pemilik sapi itu tahu siapa pencurinya. Hal ini masih membingungkan untukku.
Ketika saya kembali ke perumahan itu untuk proses pemotretan sebagai dokumentasi tulisan ini, ternyata sapi-sapi itu sudah tidak pernah masuk Perumahan Gunung Sari Indah lagi. Setelah saya lihat, gapura pintu masuknya telah diportal dan dijaga oleh seorang satpam untuk mengatur keluar masuk perumahan.Kini sapi-sapi itu menyusuri jalan raya karena perumahan sudah di portal. Sapi-sapi itu sekarang berpindah tempat nongkrong ke sebuah perkampungan di seberang Perumahan Gunung Sari.
Juventius Sandi Setiawan
Juve Juga Melihat Sapi Ajaib
Pukul dua dini hari aku sedang berada di Jalan Golf I, Jogoloyo, tempat di mana biasanya aku menghabiskan waktu malamku bersama teman-teman. Sudah beberapa minggu aku tidak bertemu mereka, maka hari itu aku menyempatkan diri untuk sekedar mampir bertegur sapa. Setelah aku sampai, ternyata disana sudah ada beberapa temanku yang sedang asyik ngobrol sambil memesan Es Milo, susu hangat dan rokok di warung pojok menjadi rutinitas tiap malam kami. Nongkrong bersama teman-teman di Jalan Golf I, Jogoloyo
Di mata teman-teman, malam itu aku terlihat tak seperti biasanya, karena potongan rambut baruku hasil karya temanku, Mbeng, atau memang karena kami jarang bertemu belakangan ini. Menurut mereka aku terlihat kurang sehat, ada juga yang berkata bahwa aku seperti orang yang sedang banyak pikiran, kata Osama salah satu temanku. Mereka memang pandai menebak, memang malam itu keadaanku kurang sehat, flu dan migrainku sedang kumat.
Setelah beberapa menit ngobrol dan saling transfer lagu dari handphone, Osama memutuskan untuk membeli minuman dingin ke Circle K di daerah Taman Pondok Indah, tak jauh dari tempat kami berkumpul. Osama meminta tolong pada Dewangga untuk membelikannya minuman dingin yang ia minta. Dewangga pun menyetujui dan berangkat menggunakan motor milikku. Sambil menunggu, aku melanjutkan perbincangan yang mulai kesana-kemari. Obrolan kami diawali dari sekedar menanyakan kabar, pekerjaanku saat ini dan tentang musik. Kebetulan Osama dulu pernah satu band denganku, dia menggebuk drum kala itu.
Dewangga kembali setelah beberapa menit pergi. Dia membawakan apa yang dipesan Osama, minuman dingin. Tak hanya itu, ternyata dia memberiku informasi tentang sapi yang berada di Jalan Raya Wiyung, yang selama ini aku selalu tanyakan pada mereka. Tanpa pikir panjang aku meminta tolong kepada Dewangga untuk menemaniku mengambil berberapa gambar sapi itu. Aku bersama Dewangga berangkat menggunakan motor dan kusiapkan kamera saku yang kebetulan aku bawa.
Perburuan pun dimulai.
Selama perjalanan, Dewangga bercerita bahwa sapi-sapi ini selain berkeliaran di jalan, juga masuk ke kampung-kampung sekitar, salah satunya Kampung Gogor. Akupun memutuskan untuk melewati jalan kampung saja, tidak melewati jalan raya. Aku berharap dapat melihat sapi-sapi ini di gang-gang kampung. Setelah cukup melalui banyak belokan di kampung, tak satupun sapi yang kutemui, hanya ada beberapa sampah yang berserakan saja. Sepertinya sapi-sapi ini tadi memang masuk Kampung Gogor, namun aku kurang beruntung karena tidak sempat melihat sekelompok sapi ini ‘beraksi’ di kampung.
Kami memutuskan untuk mencari jalan yang menuju ke arah Jalan raya Wiyung seperti yang Dewangga katakan tadi, di mana sekelompok sapi ini berada. Saat tiba di ujung gang yang dipasang portal, aku langsung melihat ada dua ekor sapi yang sedang berada di jalan, tak jauh dari tempatku ke luar dari gang. Portal ini dipasang oleh warga Kampung Gogor untuk mengantisipasi sapi-sapi ini masuk ke pemukiman mereka. Aku melanjutkan perburuan, menyusuri Jalan Raya Wiyung. Tak jauh dari tempat sapi pertama kulihat, di depanku kini ada sekelompok sapi yang sedang beristirahat. Sapi-sapi ini tepat berada di depan Kantor Pemasaran Perumahan Safira Regency.
Ada dua warna dalam kelompok sapi ini, putih dan coklat. Sapi yang kulihat pagi ini tak seperti biasanya, jumlahnya sedikit. Dewangga juga setuju dengan hal ini, dia berceloteh bahwa biasanya sapi-sapi ini bisa memenuhi satu bagian ruas jalan. Aku sedikit kecewa karena kurang puas melihatnya. Tapi tak apa-apa, yang penting aku sudah melihat sapi-sapi yang sering berkeliaran di tempat yang tak biasanya ini. Tak lama aku mengambil gambar, aku pun mengakhiri perburuan sapi itu bersama Dewangga. Terima kasih, temanku.
Fibri Sabirin
wah aku kangen mas sapi2 ini hahahaha……….