Di memoriku teringat dulu sekitar tahun 1992 di Kota Depok, khususnya daerah Margonda yang masih terlihat hijau, banyak lahan-lahan kosong atau perkebunan belantara yang dipenuhi pepohonan dan tumbuh-tumbuhan. Salah satunya seperti alang-alang liar yang dihuni domba-domba gembel (aku dan teman-teman menyebutnya), digembalai oleh seorang nenek tua yang selalu riang dan cerewet, kami memanggilnya dengan sebutan “Mak Aji” (Hajjah). Letak perkebunan itu berada di jalur pipa gas Pertamina. Memang kawasan ini selalu ramai oleh anak-anak yang mengisi waktu bermainnya baik pagi ataupun sore hari, dan aku juga banyak menghabiskan waktu disana, hingga tahun 2000.
Terakhir aku mengontrak rumah di sana sekitar tahun 1992, dekat dengan kawasan perkebunan di mana banyak anak-anak bermain di sana. Namun kawasan tersebut kini terpaksa digusur, guna dijadikan jalan raya untuk akses tembusan Cimanggis-Margonda Raya, Depok. Jalan raya tersebut dibangun sekitar tahun 2002, terpukauku ketika melihat pembangunan jalan raya itu, suara bulldozer, suara beton-beton yang dihujamkan ke tanah, truk-truk pengangkut reruntuhan bangunan rumah dan pepohonan, para kuli yang sibuk dengan kerjanya, aparat Pemerintah Kota Depok yang selalu mengawasi pembangunan Jalan Raya H. Juanda tersebut, hingga banyak anak-anak yang bermain di area pembagunan itu dan mereka senang sekali melihat kendaraan berat yang lalu lalang melintasi kawasan daerahku.
Banyak warga yang rumahnya digusur di daerah itu, kemudian mereka mengambil sisa reruntuhan pembangunan rumah untuk dimanfaatkan kembali menjadi bahan bangunan rumah barunya. Ada sebagian warga yang senang rumahnya digusur karena harga rumahnya diganti 2x lipat, tetapi aku membayangkan warga yang tidak mempunyai rumah sendiri (mengontrak rumah) seperti aku. Keluargaku tidak mendapatkan imbalan dari hasil gusuran rumah itu, karena pada waktu masih mengontrak. Aku agak lupa Jalan Raya H. Juanda ini selesai pembangunannya tahun berapa, tapi seingatku pembangunan jalan raya itu selesai sekitar awal tahun 2005. Sedih rasanya tempat dimana aku dan teman-teman banyak meninggalkan kisah dan kenangan (indah atau pun buruk), dijadikan pembebasan tanah oleh Pemerintah Kota Depok.
Perlahan daerah Margonda (jalur pipa gas Pertamina) dimana aku tinggal, khususnya Jl. Pertamina yang sekarang menjadi Jl.H. Juanda kini tidak seperti dulu lagi, yang ddipenuhi banyak anak-anak yang bermain, sekarang jalan itu sudah menjadi kawasan jalan raya yang dipenuhi kebisingan dan polusi kendaraan. Rasanya seperti penggalan lirik lagu miliknya Iwan Fals ”Ujung Aspal Pondok Gede”:
Satu satu persatu sahabat pergi dan tak’kan pernah kembali.
Kini tempat bermain aku dan teman-temanku tinggalah kenangan. Aku mengharapkan sebuah janji impian, yaitu rasa ingin berjumpa dengan teman-teman sebayaku yang pada waktu itu bersama-sama tinggal dan bermain denganku. Tapi entahlah mungkin itu hanya sebuah impian, yang penting aku berdoa semoga di hari esok ketika aku bertemu dengan mereka lagi, aku dan teman-temanku sudah menjadi orang yang sukses. Amien!
Kini setiap aku melintasi Jl. H. Juanda terkadang aku selalu teringat jalan raya ini. dahulunya tempat aku bermain, bercanda dan tertawa, bahkan dulu aku pernah melampiaskan emosiku yang sudah tak tertahankan lagi dengan temanku sendiri di jalan ini. Lalu ada salah satu rumah tak terlalu besar, dan ada dua pohon belimbing di depan teras yang berlantaikan ubin merah, cukup untuk 50 orang duduk-duduk di teras itu, dan di teras itulah aku dan teman-teman sebayaku meluangkan waktu untuk belajar mengaji Al-qur’an.
Guru mengaji kami bernama Ustad Syafi’i, beliau sangat tegas dalam mengajar, namun karena metode yang diajarkan diselipkan dengan pembawaan beliau yang bersifat humoris, sehingga membuat kami merasa sedikit santai. Selama 4 tahun aku belajar ngaji dengan beliau, mulai dari aku yang belum bisa membaca Al-qur’an dan alhamdulillah sekarang aku bisa membaca Al-qur’an berkat ilmu yang beliau ajarkan. Tempat pengajian itu atau semacam TPA (Taman Pendidikan Al-qur’an) bernama”Darul Tiflhi”.
Sekarang Jl. H. Juanda semakin ramai dan dipenuhi banyak orang dan sebagian pula dipenuhi oleh banyak pengusaha yang membuka lahan bisnisnya di pinggir jalantersebut. Mulai dari rumah makan (restoran), tukang steam motor dan mobil, warung jajan dan mini market, showroom motor, bengkel motor, dll.
Masih banyak lagi kisah dan kenangan yang tak dapat kutuangkan dalam tulisan ini. Tetapi secara tak sadar, bahwa tempat ini tak seperti dulu lagi, kini sudah menjadi daerah polusi dan kebisingan akibat banyaknya kendaraan. Tetapi inilah yang terjadi, semua ini sudah menjadi kehendak Tuhan, Tuhanlah yang mempunyai kekuasaan atas segalanya, manusia hanyalah mengerjakannya saja. Dan setelah pembebasan tanah itu, di mana aku dan keluargaku mengontrak rumah yang terakhir. Aku berbahagia dan bangga pada orangtuaku yang bekerja keras dalam mencari rezeki, karena kini aku dan keluargaku sudah mempunyai rumah sendiri yang bersebelahan dengan bekas rumah kontrakkanku dulu yang telah menjadi Jl. H. Juanda itu.
wow, masa kecil ajad..
wow masa iya..
wew..aku jd sedih ni mas
jat, denger-denger rumah yang sekarang mo dgusur lagi ya??
jat, denger-denger rumah yang sekarang mo dgusur lagi ya??