Blora. Apa yang terlintas dalam benak anda? Kota di daerah Jawa Tengah yang dikenal dengan sejarah dan aroma pemberontakan, kayu jati, minyak, Samin serta Pramoedya Ananta Toer, pasti sedikit banyak persoalan itu sudah ada dalam benak anda dan persoalan itu juga yang selama diangkat oleh media dan buku-buku pada umumnya seperti konflik Perhutani, Exxon Mobile Oil, dan gerakan Samin yang semuanya berbau konflik. Sepertinya hanya konflik yang ada di daerah ini. Ya, tapi itu semua terserah bagaimana anda melihatnya. Cukup kita membicarakan Blora secara umum. Mari kita bergeser 30 kilometer ke arah selatan Blora, yaitu Randublatung. Hmm, apa yang terlintas dalam benak anda? Konflik lagi? Hmmm, tak ada habisnya konflik di negara ini. Bahkan, benih konflik itu seakan subur dalam setiap lapisan yang ada. Cukup hati-hati jika berbicara konflik. Nanti bisa diadili oleh siapapun di Indonesia. Cukup.
Mari kita coba membahas Randublatung. Kesan saya saat mendengar nama Randublatung, yang pertama kali muncul adalah “kota yang seram”. Kenapa? Kok ada kota yang mengunakan nama belakang blatung? Blatung atau belatung adalah sejenis hewan yang tidak memiliki tulang punggung (mollusca) yang biasanya menggelamuti bangkai. Lalu nama depannya Randu. Randu adalah sejenis pohon kapuk yang identik dengan hal-hal berbau mistis.
Ketika saya tanyakan tentang arti nama Randublatung kepada seorang teman ternyata benar dahulu ada pohon Randu yang sangat besar dan banyak belatungnya, sangat simpel tapi itu bukan merupakan hal yang pasti tentang asal nama kota ini karena itu hanya cerita karangan orang-orang yang tinggal di daerah tersebut, dan apa pentingnya cerita orang-orang sekitar untuk media massa mainstream? Untuk itu kami ada di sini membahas isu tersebut mulai dari hal kecil yang ada dalam masyarakat untuk membahas sesuatu yang besar dalam suatu sistem, yang dikuatkan dengan riset, baik itu empiris maupun tertulis (Program Akumassa).
Perjalanan yang harus ditempuh dari Jakarta menuju tempat ini membutuhkan waktu lebih dari 8 jam jika menggunakan kereta api, dan lebih dari 11 jam jika menggunakan jalur darat lewat jalur utara. Ini kali kedua saya menginjakkan kaki di Randublatung. Berangkat pukul 11.00 siang dengan menggunakan mobil. Lelah sangat tetapi sangat menakjubkan saat menembus hutan jati yang pekat gelapnya, seperti menyusuri lorong waktu. Seketika rasa lelah itu hilang karena perasaan takjub, dan akhirnya kami tiba kira-kira pukul 11.30 malam.
Saat malam hari Randublatung adalah kota yang sangat nyaman dan penduduknya sedikit, bersih dan hening. Saya masih mendengar suara jangkrik dan tokek disini yang membawa saya seperti mengulang romantisme saat berada di kampung halaman. Sangat syahdu. Saat siang kota ini panas kering dengan angin seadanya namun lebih bersih jika dibandingkan Lenteng Agung, Jakarta, tempat saya tinggal. Penduduknya pun masih sangat sopan dan ramah.
Satu lagi yang membuat saya suka, yaitu sepeda. Mengapa di sini sepeda masih menjadi andalan penduduk sekitar untuk melakukan aktivitasnya mulai dari anak sekolah sampai orangtua. Di waktu pagi, jalan raya dipenuhi oleh alat transportasi ini yang mengingatkan saya dengan filem Bicycle Thief yang disutradarai oleh Vittorio de Sica dari Italia.
Dan seketika itu Randublatung yang awalnya dalam benak saya merupakan kota yang seram jika didengar dari nama, berubah total menjadi indah. Kota yang dikelilingi hutan jati, sawah padi jika musim hujan dan ladang tembakau dan jagung jika musim kemarau. Sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani. Sebagai kota, sebenarnya sudah sangat layak dalam bingkaian saya karena sudah dilengkapi perangkat yang lengkap sebagai sebuah kota yaitu tersedia kantor pemerintahan, pusat telekomunikasi, pasar, taman kota, sawah, mini market, rumah sakit, sekolah dan tempat ibadah yang beragam dan jaraknya sangat dekat antara satu sama lain.
Program akumassa bersama Anak Seribu Pulau di Randublatung
Ini merupakan rangkaian program kerja Forum Lenteng yang berjudul Akumassa. Blora merupakan kota ke-5 setelah Lebak, Banten (Saidjah Forum), Cirebon, Jawa Barat (Gardu Unik), Lenteng Agung, Jakarta (KOMKA-UIN dan IISIP), dan Padangpanjang, Sumatera Barat (Kelompok Studi Sarueh).
Komunitas Anak Seribu Pulau terdiri dari sekumpulan anak yang rata-rata menyukai musik punk dan anggotanya memiliki latar belakang beragam mulai dari seniman cukil, seniman performance art, pekerja bengkel, pekerja kerajinan daur ulang sampah dan ada pula pemuda-pemuda pengangguran di daerah sekitarnya.
ada warga yang menanam pohon jati di luar areal PERHUTANI tidak?
tolong dong bang agree, perjelas ladang cabenya, kebetulan saya sedang usaha cabe keriting.
tolong ya..
kpd bayu alfian banyak sekali mereka membuat pribadi tanpa campur tangan perum perhutani dan biasanya ada yang di jual tanah plus jatinya
randublatung banyak cabai rawit mas….boleh surrve cocok langsung bisa dibeli harga 9000
jadi pingin pulang neehhh…….
gimana kabar randublatung?
sudah lama ga pulang
jadi apakah asal mula nama randublatung yang sebenernya?
Jadi kangen randublatung heheheeee
tempat tempat wisata yang ada di randu ada kg?
ia saya juga kangen kampung halaman kota randublatung tepatnya disebelah baratnya dukuh Butbanyu
randublatung sekarang semakin payah saja,
sumber dan hasil alam yang kaya tdk dibarengi oleh infrastruktur jalan raya yang ada,
kemarin ketika saya sekeluarga pulang kampung agustus 2013 dari surabaya ke kampung mbah saya d desa singget kecamatan kradenan dan ke rmh sodara di wulung,petak jalan ruas cepu-peting-randu benar2 hancur alias rusak parah 90 persen. hal ini sangat berbeda dengan petak jalan raya dari cepu ke arah timur(jawa timur) ke bjnegoro dan surabaya yang notabene jalanannya mulus 90 persen
kangen randublatung agak terobati ada foto didepan rumah tepenya ngambilnya depan kantor polisi randublatung…matur nuwun mas Agry…..
ini lah kotaku yang penuh kenangan
Apapu kata orang tentang Randublatung..I love Randu. disana aku pernah belajar di sd. Dan disana pullah makam leluhur. Alhamdulillah rimah terawat dg baik jd temoat oersinggahan kel..