Pada hari pertama, tanggal 20 Juli 2013, Otty Widasari, Koordinator Program akumassa yang sekaligus menjadi fasilitator dalam kegiatan pelatihan akumassa bernas, melakukan identifikasi dan pemetaan masalah terhadap isu-isu yang berada di sekitar para partisipan di wilayah lokalnya masing-masing. Pemetaan ini dilakukan dengan cara mendedah tulisan-tulisan para partisipan yang sudah pernah dimuat di dalam website www.akumassa.org. Otty mengupas kekuatan dan kelemahan setiap tulisan, sekaligus memaparkan peluang-peluang yang dimiliki si penulis serta isu yang ditulisnya, agar dapat menghasilkan karya tulis yang bernas: tajam, tangkas, padat berisi dan mendalam, serta dapat dipercaya.
Siang harinya, setelah jeda waktu sholat zuhur, para partisipan mendapatkan materi dari Bambang Sulistyo, seorang jurnalis Desk Seni dan Budaya di Majalah Gatra, mengenai moralitas, etika dan hukum kewartawanan. Secara mendalam, Bambang menjelaskan setiap poin yang ada di dalam Kode Etik Jurnalistik, memberikan contoh-contoh bagaimana jurnalis profesional menerapkannya, lantas mengaitkan konteks bagaimana Kode Etik Jurnalistik dapat juga menjadi pedoman bagi warga biasa ketika akan melakukan kegiatan-kegiatan mengarah ke aktivitas jurnalistik, seperti membuat tulisan akumassa, salah satunya. Dalam menjelaskan contoh ini, Bambang menceritakan pengalamannya dalam melakukan investigasi di Bali mengenai praktek pedofilia yang dilakukan oleh seorang pemilik sebuah yayasan terhadap anak-anak di lingkungan setempat.
Malam harinya, Bambang memberikan materi tentang bagaimana membuat outline sebuah tulisan investigasi. Wawasan tentang pembuatan outline liputan investigasi ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan para partisipan sehingga dapat diterapkan dalam melakukan liputan mendalam di lapangan. Unsur-unsur penting dalam pembuatan outline tersebut antara lain adalah penjabaran tentang latar belakang dan angle yang hendak diambil, rencana teknis pengumpulan data (termasuk juga di dalamnya rencana foto-foto yang akan diambil untuk keperluan tulisan). Di dalam outline juga dicantumkan penjelasan mengenai manajemen pelaksanaan investigasi, seperti durasi kerja dan dana yang dibutuhkan.
Meskipun apa yang dijelaskan oleh Bambang adalah metode para jurnalis profesional, Bambang menyampaikan kepada para partisipan bahwa metode tersebut dapat diadopsi sesuai kebutuhan bagi para penulis warga, seperti penulis-penulis akumassa. Selain itu, Bambang juga berpesan bahwa menulis karya jurnalistik investigasi yang baik harus dilakukan secara sabar dan pelan-pelan.
“Warga biasa lebih bebas, karena tidak tertekan oleh deadline dan pengaruh perusahaan medianya,” begitulah kira-kira kata Bambang. “Banyak para jurnalis profesional yang sebenarnya memiliki cita-cita menjadi penulis independen seperti para penulis akumassa. Jadi, manfaatkanlah sebaik-baiknya kelebihan kalian.”
Pada hari kedua, 21 Juli 2013, pukul setengah sembilan pagi, para partisipan mendapatkan materi tentang jurnalisme investigasi dan jurnalisme sastrawi dari seorang sastrawan cum-wartawan, Linda Christanty. Dalam sesi itu, Linda secara detail menerangkan kepada para partisipan tentang sejarah perkembangan teori dari investigasi, diantaranya dimulai dari Jurnalisme Baru di kisaran tahun 1960-1970, yang memiliki ciri khas berupa adanya adegan, detail, dialog, dan sudut pandang orang ketiga dalam karya tulis jurnalistik. Gaya jurnalisme ini mendapat kritik dan sekaligus dikembangkan oleh teori Jurnalisme Sastrawi, yang menggunakan sudut pandang orang pertama. Di dalam praktek jurnalisme sastrawi, unsur-unsur yang digunakan antara lain adalah adanya fakta, konflik, karakter, emosi, akses, perjalanan waktu, dan kebaruan.
Lebih jauh, Linda Christanty juga menjelaskan tentang Jurnalisme Naratif, yang menurut Robert Vare, dianggap sebagai puncak dari jurnalisme bercerita. Linda menjelaskan bahwa dalam jurnalisme baru, unsur 5W+1H merupakan hal utama, tetapi memiliki istilah yang berbeda dari jurnalisme biasa: who berubah menjadi karakter, what berubah menjadi alur atau plot, why berubah menjadi motif, when berubah menjadi kronologi, where berubah menjadi seting, dan how berubah menjadi narasi.
Setelah memberikan materi tentang teori jurnalisme investigasi tersebut, Linda mempersilahkan satu dua orang partisipan membacakan sebuah karya tulis yang sudah pernah dimuat di website www.akumassa.org, untuk kemudian dikupas lebih jauh. Dua tulisan yang dibacakan ialah “Ditangkap Satpol PP” karya Chandra Zefri Airlangga dari Padangpanjang Sumatera Barat (dibacakan oleh partisipan dari Lombok, Muhammad Sibawaihi), dan “Berjanji” karya Dian Komala dari Parungkuda, Sukabumi (dibacakan oleh partisipan dari Lebak, Firmansyah). Melalui dua tulisan tersebut, Linda kemudian menjelaskan kelebihan dan kekurangan masing-masing tulisan berdasarkan teori yang telah dijelaskan sebelumnya.
Satu prinsip yang kemudian ditekankan oleh Linda adalah, “Dalam jurnalisme, obyektif itu bukanlah tujuan, melainkan metode.” Hal ini memberikan pemahaman kepada para partisipan bahwa obyektifitas sebuah karya jurnalistik hanya dapat dicapai jika menerapkan kerangka kerja yang baik dan benar.
Pada hari ketiga, sore, 22 Juli 2013, para partisipan melakukan simulasi dengan turun lapangan ke lokasi secara langsung. Lokasi yang dipilih adalah kawasan Warung Kaleng, atau Kampung Sampai, Cisarua, Bogor. Setiap orang dibagi berdasarkan desk yang sudah ditentukan dalam diskusi outline pada pagi harinya. Observasi di lapangan ini berlangsung dari sekitar pukul tiga hingga pukul tujuh. Setelah merasa cukup mengumpulkan bahan-bahan, para partisipan kembali ke Vila Radiant Bamboo untuk memberikan laporan kepada fasilitator, di mana diskusi tersebut dipimpin oleh pemimpin redaksi sementara akumassa bernas, yakni Muhammad Sibawaihi.
Bahan-bahan yang dilaporkan oleh masing-masing partisipan ini, kemudian, oleh fasilitator, dipilah-pilah menjadi tiga kategori, yakni fakta, asumsi, dan kesimpulan sementara. Setiap data dituliskan di dalam post-it dan ditempelkan di papan tulis. Setelah semua data dijabarkan, para partisipan dipersilahkan untuk berdiskusi lebih jauh agar dapat menentukan angle tulisan, serta tema unik apa yang dapat ditulis. Setelah diskusi outline dan pemilahan data ini, setiap partisipan membuat satu karya tulis sebelum kemudian diserahkan kepada fasilitator untuk dikoreksi.
Pada hari keempat, 23 Juli 2013, sesi terakhir dari rangkaian kegiatan pelatihan ini ialah bagaimana cara membuat proposal sederhana untuk pengajuan ide karya tulis dalam Program akumassa bernas. Sesi ini diberikan oleh Hafiz, Ketua Forum Lenteng. Pada sesi itu, para partisipan juga mendiskusikan bagaimana teknis pelaksanaan Program akumassa bernas, seperti bentuk kerjasama antara mereka dengan tim redaksi akumassa di Jakarta, tentang bagaimana teknis pengiriman karya, serta proses pendampingan, dan sebagainya.
Rangkaian kegiatan pelatihan Program akumassa bernas berakhir setelah sesi Hafiz. Para partisipan, yang sejak pagi sudah check out dari kamar masing-masing, dipersilahkan untuk membawa barang-barang ke mobil jemputan, dan tak lama setelah itu, rombongan akumassa bernas kembali pulang menuju markas Forum Lenteng, di Lenteng Agung, Jakarta.
Dalam beberapa waktu ke depan, redaksi www.akumassa.org akan memuat tulisan-tulisan hasil simulasi akumassa bernas sebagai rangkaian tulisan akumassa bernas yang pertama.
bekal yang bermanfaat untuk mendatang ,, lalala yeyeye ,,
Bangga bisa ikut workshop ini. Pematerinya mantap semua, materinya adalah yang kita butuhkan untuk menjadi penulis yang hebat. Semoga pelajaran yang didapet bisa diaplikasikan dan dikembangkan sebaik-baiknya.
Semangat para jurnalis warga!! ^^
Wah, semoga pelatihannya bermanfaat melahirkan jurnalis-jurnalis hebat yang bisa bikin mereka yang sekarang anti-media bisa mengandalkan media lagi. 🙂
Jadi pingin kembali ke villa itu,,,, kembali belajar bersama rekan2 yang super… dan pemateri yang super…