Jurnal Kecamatan: Rangkasbitung Kota/Kabupaten: Lebak Provinsi: Banten

Proyek Audisi 10 BAND TERBAIK dan Issu Red Studio

The Delta
Avatar
Written by Jimi Lesmana

Sebuah obsesi lahir dari mimpi. Kenyataannya tidak semudah meninggalkan jejak langkah. Acara musik fenomenal kadang lahir dari hal yang tidak pernah diduga. Tetapi yang pasti semua hasil yang besar hampir mutlak disokong oleh kerja keras, kejujuran, dan ketekunan usaha yang luar biasa. Paling tidak hal ini sudah dicoba oleh Saidjahforum bekerjasama dengan komunitas musik TingTong yang dijawab oleh reaksi agresif M2 Studio. Cukup disayangkan, reaksi dengan mendukung penuh di wilayah teknis itu tidaklah cukup mulus dan hampir cacat di acara Ulang Tahun Lebak ke 181.

antusiasme masyarakat Lenak di acara peringatan HUT Lebak ke 181

Antusiasme masyarakat Lebak di acara peringatan HUT Lebak ke-181.

Kegiatan parade awalnya hanya tawaran basa-basi pihak pelaksana hajatan tahunan. Jika mereka tidak menawarkan maka saya tidak akan menerimanya. Saya harus berterima kasih pada Saidjahforum  yang menyumbang sebuah isu potensial tentang data Red Studio, yang merupakan studio musik rental pertama di Lebak. Pemiliknya berasal dari Bogor.  Letak studionya di Leuwijamang. Pada tahun 1990 Red Studio berubah menjadi tempat steam kendaraan. Bangunan Belanda yang kini sudah tidak ada. Dari data itu semangat militansi panitia muncul. Dari perapihan database peserta band sampai berusaha mengetuk pintu rumah Clausas Band untuk persoalan Juri. Acara parade sampai festival musik pada dasarnya sudah dimulai pada tahun 90-an. Hanya beberapa acara yang dianggap sukses di tahun itu. Carilah cerita pada pelakunya yang masih hidup. Festival Akustik misalnya, acara ini sempat menggemparkan insan musik di Banten. Saat lampau Lebak menjadi rujukan untuk perkembangan band akustik. Sekilas cukup berlebihan tapi jika menelusuri lebih detail Lebak memiliki juara-juara musik. Sebut saja instrumen musik keroncong, band akustik, piano, dan paduan suara yang sudah berkembang di tahun 80-an.

Saat itu gitar elektrik sangat mahal dan hanya dimiliki orang-orang yang mapan saja. Gitar bolong saja masih langka. Kalau ada orang yang bisa memainkan instrumen gitar bolong maka dia sudah sah menjadi pemain band. Dampak setiap acara menjadi pertaruhan seberapa jauh perkembangan diam di pertapaan, sambil tertawa Ela, musisi senior di Lebak, gitaris handal dan sekaligus juri dalam acara ini, menambahkan obrolan saat ditemui  di kediamannya. “Tunggu dulu! Cerita itu sekarang hanya jadi romantisme saja,” ujar Jaenudin yang sejak dulu aktif di scene musik Lebak  “Setahu saya, pada tahun 80-an peralatan band hanya dimiliki dua lembaga saat itu. Sebut saja alat itu dimiliki oleh partai dengan lambang pohon beringin dan Bank milik BUMN. Kalau ada sejarawan, mungkin alat-alat itu akan masuk museum kini, karena tanpa alat itu motivasi nge-band saya berakhir di gitar bolong,” sambung Ade, musisi yang juga berperan sebagai juri.

Begundal Multatuli

Begundal Multatuli,

Audisi terdokumentasikan lewat sebuah audio demo live yang dikemas secara sederhana. Hasilnya disengaja untuk bisa dinikmati seumur hidup. Peralatan mixer di ruang kontrol Studio M2 semuanya merek Korea tetapi casing-nya buatan China. Dari awal dimulai, audisi 10 band untuk Acara Ulang Tahun Lebak ke-181 lebih difokuskan pada bobot lagu, harmonisasi dan tingkat kesulitan memainkan instrumen. Karena peserta sudah kenyang dengan kegiatan parade, jadi tidak begitu kesulitan dalam hal teknis dalam ruang. Cukup disayangkan dalam kondisi live, cara yang digunakan di ruang studio masih terbawa sampai panggung. Semuanya harus menerima secara lapang dada dengan penggunaaan cara manapun yang bisa saja menjadi pilihan bagi mereka. Namun yang terpenting pertimbangan untuk mengandalkan cara sensitifitas pendengar cukup masuk akal. Terserah kalau masih mengandalkan teknik miking karena tidak cukup membantu dengan kualitas alat yang tersedia di panggung saat itu.

Hayden

Hayden.

Dalam situasi live minggu kemarin aksi panggung sepuluh band terbaik di panggung relatif banyak menghasilkan kebocoran sound dan hanya satu yang peka pada hal itu yakni grup band Begundal Multatuli. Band dengan genre underground ini cukup jeli mencari balance sound secara keseluruhan. Latar belakang mereka yang sekilas brutal bisa dipatahkan oleh aksi panggung yang memukau penonton. Sound yang dihasilkan  minim dari kebocoran.  Penerapan teknik miking terbukti tidak banyak berhasil. Pada kenyataannya mereka sudah bekerja maksimal untuk menghasilkan audio yang baik. Menjadi sia-sia karena setiap grup band salah satu personelnya tidak mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Lihat saja Nino Band yang kurang impresif pada vokal. Walau mereka memainkan instrumen musik dengan teknik tinggi, itu semua menjadi gagal karena kurang maksimalnya vokal satu. Grup band Krupuk Umes, sibuk dengan kebocoran sound gitar hingga harmonisasinya menjadi kabur. Sebetulnya instrumen tambahan perkusi cukup membantu kebocoran audio. Tetapi mereka fatal dalam mengatur tempo pembawaan lagu. The Delta, melakukan kesalahan fatal karena instrumen tambahannya tidaklah konsisten.  Sementara itu Astro kelabakan dengan gebukan drum yang kaku. Blanket, niatnya ingin memadukan dua vokal tetapi menjadi bumerang karena vokal menjadi tidak sinkron. The Volta, banyak mendapat pujian karena berani membawakan lagu ciptaan sendiri, walaupun kelemahan pada tempo vokal dan drum begitu terasa. Glasio kerepotan dengan penguasaan panggung, mereka terasa gugup untuk beraksi, catatan untuk mereka adalah sanggup memainkan musik ciptaan dengan lirik sederhana. Selain karena faktor kebocoran bunyi, faktor level bass besar di kabinetnya juga bisa menjadi faktor miking yang buruk. Untuk demo rekaman misalnya, terasa sangat sulit mencari sound yang sempurna. Ingat rekaman ini bisa dinikmati seumur hidup, jadi menuntut kemampuan terbaik untuk memainkan instrumen, bukan faktor pengalaman pementasan.

The Delta

The Delta.

Blanket

Blanket

Acara pementasan sendiri di ikuti 42 band, yaitu A pray to god, Nino­, Aneksi, Block Mesin, Asjad, Astro, A-gent, Bubble, Blastromers , Blue band, Kerupuk umes, D.C, Dead Skate, D.K.D, Gas, D.N.A, The volta, Hiang Gabres, Kamoti, Mizheru ,The Delta, Negara Pasir, Sarvant god, Stay Clop, Hayden, The Screen Saver, The Shadow, The Bussines, Blangket, The Fuck, Two One Arwah, Begundal Multatuli, The Most, The Capu, Garong Kejo, The Gatrix, The Brother Beetel, Radial, Glasio, Raipa, The Snoopy, dan After. Pagelaran musik di hari Minggu terasa kurang meriah karena cuaca yang tidak menentu di Lebak.

Garong Kejo

Garong Kejo

Hentakan sound yang diarahkan ke ruas jalan menuju PEMDA terdengar kurang maksimal karena feedback.  Maka dimainkanlah ekualiser untuk menangkal feedback. Sudah beres? Belum! Karena akibat dari banyaknya frekuensi yang dipotong akan membuat kualitas sound menjadi menurun. Hal ini menjadi dilema saat sistem monitor sepuluh band di panggug berjalan. Panitia menyarankan pada sound engineer agar ditempatkan speaker sejauh mungkin dari mikrofon. Dan tempatkan mikrofon sedekat  mungkin ke sumber bunyi. Tetapi itu tidak cukup berhasil. Penyebab kegagalan teori ini hanya satu, suara instrumen di panggung beredar terlalu besar. Gine microphone yang terlalu besar. Lemahnya power suara vokal yang tidak konsisten. Sepertinya kita butuh sound engineer yang layak dibayar mahal. Tunggu dulu! Grup band  Hayden entah kebetulan atau disengaja mematahkan semua kekurangan sound dengan mengajak penonton untuk interaktif saat manggung. Band ini sanggup menarik pengunjung lebih dekat ke arah sound hingga menutup kebocoran sound ke telinga juri yang duduk di bawah pepohonan. Hasilnya tidak sia-sia, band dengan personel pecahan dari grup band Danger of Live yang pernah dimuat akumassa ini sukses menghipnotis penonton.

Nino

Nino

Hujan mengguyur panggung yang letaknya di sisi Taman Makam Pahlawan. Hujan mulai turun di siang hari sampai malam, berakibat tidak baik pada jalannya acara. Panggung terbuka yang disiapkan untuk 42 band dibagi menjadi dua sesi pementasan. Siang dan malam hari terasa mencolok perbedaannya. Beruntung kesepuluh band terbaik bisa menutupi kelemahan acara. Pengunjung Pasar Rakyat disuguhi penampilan band-band Lebak dari siang hari sampai malam. Skema pertunjukan dibuat untuk menyedot perhatian banyak orang. Panggung besar terasa hambar jika si penglihat sadar. Banyak faktor menjadi penyebab sepinya penonton. Dari mulai kendala teknis yang sifatnya materi sampai konsep yang kurang matang. Tetapi penyebab yang jelas ada di depan mata dan paling berpengaruh adalah masalah buruknya cuaca. “Buruknya cuaca itu mungkin karena kurang do’a bukan buruknya panitia,” sambung Jaenudin perwakilan dari Tingtong ketika ditemui. Jawabannya terasa normatif dan berusaha menyembunyikan banyak soal. Pada dasarnya kita sebagai penonton tidak begitu peduli tentang teknis. Hal terpenting adalah apa yang menarik dalam acara ini hingga layak untuk dihadiri?

Astro

Astro

Kerupuk Umes

Kerupuk Umes

Menilik proses pembuatan konsep kegiatan. Dari semenjak awal konsep ini dibuat membutuhkan energi besar. Sudah barang tentu perlengkapan obat maag dan sakit kepala harus banyak tersedia di kotak obat.  Ada pepatah bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian, yang terjadi justru terbalik untuk Komunitas Tingtong. Studio M2 menjadi sasaran empuk praduga tak mendasar dari 42 band yang terlibat sudah tentu terjadi. Jika saya boleh kaji, Tingtong muncul seperti perisai untuk melindungi potensi kegagalan di acara ulang tahun Lebak. Di dalamnya ada pemikir-pemikir mahir untuk mengelola konflik. Komunitas ini muncul seolah terdesak atas situasi yang rumit di tataran konsep politik lokal. Nyata-nyata Studio M2 banyak terlibat dalam eksekusi teknis di lapangan.

The Volta

The Volta

Glasio

Glasio

Panitia bersusah payah mengetuk satu-persatu pintu rumah juri. Sebut saja pentolan band Clausas. Sulit untuk dijadikan barometer sahih perkembangan musik Lebak. Potensial bukan hanya sebatas menang tampang dan memiliki kemampuan mumpuni. Potensial di sini lebih kepada kekayaan intelektual yang dipoles oleh kemampuan bermain musik. Mari kita hindari musisi yang sering muncul dilayar kaca (artis kacang goreng). Biarkan itu menjadi bumbu-bumbu kesuksesan saja. Cukup muluk memang, tetapi akan masuk akal saat melihat menjamurnya studio rental musik di Lebak kini. Terhitung ada 15 studio rental band di Lebak. Logika sederhananya, jika studio band menjamur maka animo anak muda saat ini untuk nge-band cukuplah banyak. Jika anak band banyak maka ada banyak potensi bakat anak muda Lebak yang sanggup memainkan alat musiknya. Lalu jika ada acara yang menggagas kegiatan musik dengan baik maka akan muncullah musisi-musisi lokal yang bisa memotivasi generasi selanjutnya. Hingga catatan ini dimuat rapat juri bersitegang karena ketatnya nilai penampilan sepuluh band terbaik. Semoga ini bisa menjadi pertimbangan logis untuk para juri.

About the author

Avatar

Jimi Lesmana

Pernah kuliah di Universitas Pakuan Bogor jurusan Ekonomi. Pernah membuat industri rumahan yang memproduksi tenda doom dan tas jenis bodypack. Pria yang gemar mendaki gunung ini, sekarang bekerja dalam tim SAR.

8 Comments

  • ingat bro’, musik itu bkan hnya mngandalkan skill individu saja, tapi harmonisasi dan bagaimana kita kita menjiwai musik itu sndiri musti dapat bro’..bwt ninno???pattteeen dch..

  • waktu itu saya lihat ‘aksesoris’ panggung sangat minim sekali sehingga panggung tidak tampak ‘mempesona’. para peserta tidak banyak memunculkan hal-hal yang ‘aneh’ untuk menarik minat penonton. sayang, waktu itu saya tidak berkesempatan ‘naik panggung’; padahal sudah rindu sejak dari dulu. kepada rekan-rekan yang berada di rangkasbitung, silahkan kunjungi ‘Halaman’ GUSAR Symphony di ‘facebook’ jejaring sosial.

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.