Kakiku pun melangkah dengan enggan, menaiki anak-anak tangga gedung Fakultas. Wajah-wajah yang berseliwaran tak lagi kukenal. Beginilah nasib mahasiswa tingkat akhir yang kembali menginjakkan kaki ke kampusnya. Langkahku kali ini kekampus adalah demi mengakhiri keengganan ini. Skripsiku sudah selesai, aku bermaksud untuk mendaftar ujian skripsi. Dari kejauhan di lantai tiga, teman kumenyapa, “Hei, Mam! Ngapain?” Wajahku berseri, karena masih ada temanku yang tersisa di sini, “Ini, Fiz, mau daftar ujian skripsi,” jawabku kepada Hafiz, temanku tadi.
Sejenak mengobrol tentang bagaimana mengurus pendaftaran ujian skripsi, tiba-tiba Hafiz berkata, “Eh, Mam, besok datang, ya!” Dengan sedikit heran, “Datang kemana, Fiz?” Jawabku. “Besok, kan, POSTAR ngadain pentas tunggal lagi, datanglah! Foto-fotolagi,” kata Hafiz. “Ohhh, okelah, aku usahakan dateng, deh,” kataku. Hafiz adalah teman sekelasku, dia juga merupakan anggota POSTAR (Pojok Seni Tarbiyah). Hafiz mengenalku sebagai seorang fotografer, karena aku biasa membawa kamera DSLR, setiap di kampus ada sebuah acara. Pada pentas tunggal POSTAR sebelumnya, aku juga datang dengan membawa kamera DSLR kesayanganku.
Besoknya, pada hari Sabtu, 27 April 2013, aku kembali menginjakkan kaki kekampus, kali ini untuk menonton pentas tunggal POSTAR. Setahuku, sudah sering POSTAR mengadakan pentas tunggal seperti ini, sejak dulu waktu awal-awal mulai kuliah di semester pertama. Setahun sekali, sepertinya POSTAR selalu mengadakan pentas tunggal. Selepas mendekati pukul delapan malam, aku sudah sampai di Student Center, tempat di mana pentas berlangsung.
Sayup-sayup dari kejauhan, ketika aku sedang parkir motor, terdengar suara yang sudah sangat ramai di sekitar aula Student Center. Setelah aku mendekat, di pintu masuk, terlihat para penonton bersusah payah untuk bisa masuk ke dalam aula. Kedatanganku memang terhitung agak terlambat. Para penonton yang sudah datang lebih awal, sudah nyaman kebagian duduk di dalam. Meja penerimaan tamu sudah terlihat sepi. Tinggal para penonton yang datang belakanganlah yang tersisa di luar, berusaha untuk bisa masuk ke dalam aula.
Pentas tunggal POSTAR kali ini, dikemas dengan nama Pentas Seni 1001 Malam di Negeri Zamrud Khatulistiwa. POSTAR sendiri merupakan komunitas seni di bawah naungan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Saat ini POSTAR memiliki tujuh elemen seni, yaitu Paduan Suara Tarbiyah, Indie Band Postar, Karawitan, Degung, Marawis, Tari Tradisional, dan Lingkar Sastra Tarbiyah. Ketujuh elemen seni inilah yang akan dipentaskan malam ini.
Aku tidak langsung masuk kedalam aula, karena melihat sepertinya aula sudah tidak cukup lagi menampung para penonton. Sejenak aku duduk-duduk santai di teras aula Student Center. Saat suara seorang perempuan melengking tinggi dari panggung pementasan, aku mulai tergugah untuk berdiri, kemudian berusaha masuk kedalam aula. Kepadatan penonton sampai di ujung pintu masuk, sampai-sampai mereka harus berdiri. Perlu sedikit usaha ekstra untuk bisa masuk menyusup ke dalam, dengan sedikit mendesak satu persatu mereka yang berdiri.
Grup Sophie Astetik dengan vokalis perempuan sedang tampil di panggung. Setelah selesai, seperti biasa, Pembantu Dekan bagian Kemahasiswaan, Bapak Muhbib Abdul Wahab, memberikan sambutan. Suasana di dalam aula ternyata sangat panas, tidak tahan dengan panasnya, aku memutuskan untuk keluar sebentar, karena biasanya sambutan yang diberikan lumayan lama. Seusai sambutan, barulah pentas seni benar-benar dimulai. Satu demi satu elemenseni POSTAR unjuk penampilan. Aku kembali masuk kedalam aula untuk menyaksikannya.
Sebagai penyambung dari satu penampilan kepenampilan lain, ada penampilan berbentuk drama teater dengan tokoh Aladin, tokoh yang sangat khas dari cerita-cerita 1001 malam. Dikisahkan dalam adegan teater tersebut, Aladin hanyalah anak seorang pedagang barang-barang antik. Dalam kesehariannya Aladin sering membantu ibunya menjual barang-barang antic kepada Tuan Ali. Pada suatu ketika, Aladin diminta ibunya untuk mengantar barang kepada Tuan Ali. Barang tersebut dibungkus dengan kardus berbentuk kotak persegi panjang. Di tengah perjalanan muncul rasa penasaran di hati Aladin. Lalu ia membuka kotak, dan ternyata isinya sebuah seruling. Aladin mencoba meniup seruling, tiba-tiba keluar Jin perempuan. Setelah berkenalan, diketahui Jin perempuan itu bernama Jinny.
Jinny lalu memberi tiga kesempatan permintaan kepada Aladin. Melalui permintaan-permintaan yang akan diajukan Aladin, Jinny mengantarkan Aladin mengenal Negeri Zamrud Khatulistiwa, yang menjadi salah satu permintaan Aladin. Negeri Zamrud Khatulistiwa, sebuah negeri yang memiliki keragaman bahasa, budaya, dan keseniannya. Tapi sayang sungguh sayang, rakyatnya kurang memiliki rasa menghargai terhadap kekayaan seni yang dimiliki. Ketika di Negeri Zamrud Khatulistiwa, Aladin bertemu dengan seorang gadis yang pandai menari tradisional, namanya Yasminah. Gadis itu menggetarkan hati Aladin, hingga Aladin merasa jatuh cinta. Hal ini membuat Jinny cemburu. Karena rasa cemburunya, Jinny mengembalikan Aladin ke negerinya.
Pada saat kembali ke Negeri Pasir, tepatnya di rumah Aladin. Aladin mendapati ibunya sedang dimarahi oleh Tuan Ali, karena barang antic pesanannya tidak kunjung sampai di rumah. Sebagai tanda permintaan maaf dan rasa bersalahnya, Aladin membawa Tuan Ali dan Ibunya ke Negeri Zamrud Khatulistiwa. Saat tiba di Negeri Zamrud Khatulistiwa, ternyata sedang diadakan festival kesenian, sebagai bukti rasa memiliki dan kecintaan rakyatnya terhadap keragaman seni yang dimiliki Negeri Zamrud Khatulistiwa.
Begitulah cerita yang dimainkan dalam bentuk drama teater dari tema 1001 Malam di Negeri Zamrud Khatulistiwa. Sebagai penggambaran dari festival kesenian yang diadakan di Negeri Zamrud Khatulistiwa, diakhir cerita tersebut, sekaligus juga mengakhiri pentas tunggal POSTAR malam ini, ditampilkan secara bersamaan Paduan Suara Tarbiyah, Indie Band Postar, Karawitan, Degung, dan Marawis, dengan dipandu oleh Arya Mulyasari. Arya Mulyasari adalah konduktor yang memimpin kolaborasi berbagai jenis kesenian tersebut ke dalam satu aransemen musikal. AryaMulyasari juga adalah adik kelasku di Jurusan Pandidikan Agama Islam. Dan setahuku, dia adalah ketua POSTAR, atau mungkin ketua Paduan Suara Tarbiyah, tetapi entahlah, yang pasti dia sangat aktif dan aku salut padanya.
Kolaborasi meriah ini mengakhiri semuanya. Semua elemen kesenian dan segenap pengurus POSTAR naik ke panggung, kemudian menunduk, memberi salam hormat kepada para penonton. Pentas telah selesai, para penonton berhamburan keluar meninggalkan kemeriahannya. Aku menuju ke parkiran motor dengan kepala yang masih dipenuhi pertanyaan. Legenda Aladin adalah sebuah kisah yang melodrama layaknya sinetronkah?
Berada lebih lama dikampus membuat segalanya semakin berkesan…..