Acara pemutaran dimulai pukul 19:15 WIB dan cuaca di Rangkasbitung sedang hujan dari pagi hingga sore. Hujan pun reda yang kemudian tergantikan oleh indahnya terang bulan pada malam hari. Sedangkan kami, sebagai penyelenggara pemutaran cukup kuatir tentang kondisi cuaca ini sebelumnya. Acara pemutaran akumassa ini juga diselingi dengan penampilan kelompok musik lokal dari kampung sekitar Saidjah Forum. Dibuka dengan kelompok musik remaja dari Kampung Warung Gunung, yang kemudian dilanjutkan dengan pembukaan dari Fuad Fauji, ketua Saidjah Forum. Lalu Syaiful Anwar dari Forum Lenteng memberikan pengantar tentang akumassa dan diakhiri dengan ucapan selamat menonton.
Pengunjung duduk beralaskan terpal dan kursi, sebagian besar ada juga yang berdiri karena tempat penuh. Acara pemutaran ini cukup menyegarkan menurut beberapa penonton. Salah satunya Alan (37 tahun) yang datang dari Kampung Kapugeran mengaku, acara tersebut menjadi obat atas kejenuhan di tengah serbuan acara program televisi. Ia menuturkan bahwa acara tontonan bareng di tempat terbuka memberikan suasana kebersamaan. “Ada rasa kedekatan bagi mereka yang menghadiri acara sampai banyak begini” ujarnya mengomentari karya-karya video yang dikerjakan oleh Tim Aku Massa yang terdiri dari Fuad Fauji, Helmi Darwan, Risfa Firdayanti, Firmansyah, Jaenudin, Badrul Munir, Santi Susanti, Saiful Anwar, dan Maulana M Pasha.
Pada saat video yang berjudul Ki Rabin diputar, tiba-tiba penonton menjadi riuh. Peristiwa dalam video yang bercerita tetang transaksi jual beli bambu di atas rakit antara Ki Rabin dan tengkulak membuat penonton tertawa, berteriak, dan tersenyum. Video ini bercerita tentang perjalanan penjual bambu yang menelusuri sungai terbesar di Banten, Sungai Ciujung, Sungai Cisimeut dan Sungai Ciberang. Pertemuan dengan orang-orang lain di sepanjang hilir sungai itu menjadi ilustrasi perjalanan para penjual bambu sebelum terjadinya negosiasi transaksi bambu. Situasi tawar-menawar menjadi biang keladi alotnya negosiasi yang tidak berujung tetapi merupakan jalan yang menentukan apakah bambu itu tetap akan dijual atau tidak.
Video kedua adalah Nawar. Menceritakan bagaimana situasi transaksi ekonomi kota Rangkasbitung di waktu subuh, dilihat dari sudut pandang pedagang ayam, pedagang tahu, pedagang kelapa, pedagang ikan dan pedagang jengkol ? Dan bagaimana kejadian saat para pedagang itu melakukan komunikasi transaksi dengan para pembeli?
Video terakhir adalah Tepian Sungai Ciujung yang bercerita tentang kegiatan sehari-hari penduduk kawasan Kampung Jeruk, Kampung Muara dan Kebon Kopi Rangkasbitung pada tampian (rakit sumur serba guna) di kali Ciujung. Fungsi tampian bersifat ruang publik dalam urusan MCK (Mandi, Cuci dan Kakus) berubah menjadi ruang sosial yang sangat cair (intim). Curahan hati pengguna tampian menjadi representasi tentang masyarakat kota Rangkasbitung. Beragam ungkapan yang jujur atas peristiwa yang terjadi lusa atau pun kini terjalin lewat komunikasi antar personal.
Menurut Ibu Tati (40 tahun), warga Kampung Muara Kebon Kelapa “Ini bagaimana kok bisa kameranya seperti nggak kelihatan, iya ngamerana kumaha. Ini tempatnya dekat sekali dengan saya, si itu mah nggak tau masuk kamera,” tambahnya. Para ibu banyak berkomentar, beberapa orang berteriak karena ia terekam atau sanak keluarganya ada dalam video itu.
Acara pemutaran diakhiri oleh tepuk tangan seratusan penonton dan ditutup dengan penampilan kelompok musik Omen 17 dari Kampung Jeruk.
keren pisa euy kang!!
Massa terlihat sangat tergerakan…
Teruskan kawan…
BRAVO!!
haaaaaaaa………….
tiga kampung slamatnya
ntar padangpajang bisa sukses g` ya…
doa in juga ya…..
salam buat semua dari kami sarueh
buat saidjah forum….
ayo kang mas mana lagi pergerakan dari serang, rangkasbitung… salam ya buat gula aren